Mengapa Muhammadiyah Sekarang Memilih Menggunakan KHGU

[DOWNLOAD EBOOK KHGU]

Muhammadiyah memilih menggunakan Kalender Hijriyah Global Unifikasi (KHGU) karena beberapa alasan, antara lain:

1. Menyatukan Umat Islam:

Muhammadiyah melihat bahwa perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah di berbagai negara Islam telah menyebabkan perpecahan di antara umat Islam. KHGU diharapkan dapat menyatukan umat Islam dalam memulai bulan Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha.

2. Mempermudah Urusan Muamalah:

KHGU juga diharapkan dapat mempermudah urusan muamalah (transaksi) yang berkaitan dengan kalender Hijriah, seperti perhitungan zakat, pernikahan, dan warisan.

3. Meningkatkan Akurasi:

KHGU dihitung berdasarkan hisab (perhitungan astronomis) yang lebih akurat dibandingkan dengan rukyat (pengamatan bulan). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keakuratan penentuan awal bulan Hijriah.

4. Memperkuat Posisi Muhammadiyah:

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, ingin menunjukkan perannya dalam menyatukan umat Islam di dunia. Penggunaan KHGU merupakan salah satu upaya Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tersebut.

5. Memudahkan Koordinasi Internasional:

Penggunaan KHGU akan memudahkan koordinasi internasional antar organisasi Islam dalam berbagai kegiatan, seperti penyelenggaraan konferensi dan seminar.

Keputusan Muhammadiyah untuk menggunakan KHGU telah dikaji secara mendalam oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Majelis Tarjih dan Tajdid adalah lembaga yang bertugas untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang agama di Muhammadiyah.

Penggunaan KHGU oleh Muhammadiyah telah mendapatkan respon positif dari berbagai kalangan, termasuk dari pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia mendukung upaya Muhammadiyah untuk menyatukan umat Islam di dunia.

Disamping itu, sebagai tambahan keterangan di atas dapat dijelaskan alasannya sebagai berikut:

Muhammadiyah memilih menggunakan Kalender Hijriyah Global Unifikasi berdasarkan beberapa alasan strategis dan praktis, yang mencerminkan upaya untuk menyelesaikan masalah penentuan waktu dalam ibadah dan aktivitas keagamaan Islam secara global. Alasan utama meliputi:

1. Keseragaman dan Kejelasan: Penggunaan Kalender Hijriyah Global Unifikasi memungkinkan umat Islam di seluruh dunia untuk memiliki keseragaman dalam menentukan awal bulan, terutama untuk bulan-bulan penting seperti Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah. Ini mengatasi masalah perbedaan hari dalam pelaksanaan ibadah seperti puasa, Idul Fitri, dan Idul Adha yang sering kali terjadi karena perbedaan metode pengamatan hilal.

BACA JUGA:   Pelatihan Penyusunan Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1446 H Oleh PDM Kota Semarang

2. Mengatasi Keterbatasan Rukyat: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, metode Rukyat memiliki keterbatasan geografis dan teknis yang membuatnya sulit untuk diterapkan secara global. Kalender Hijriyah Global Unifikasi, yang berbasis pada hisab atau perhitungan astronomi, memungkinkan penetapan tanggal secara lebih akurat dan konsisten di seluruh dunia.

3. Menyikapi Kemajuan Ilmu Pengetahuan: Pemilihan Kalender Hijriyah Global Unifikasi mencerminkan respons terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang astronomi. Dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, Muhammadiyah menunjukkan adaptasi terhadap perkembangan zaman, sekaligus mempertahankan keakuratan dalam penentuan waktu keagamaan.

4. Memfasilitasi Perencanaan: Dengan menggunakan kalender yang telah terunifikasi secara global, umat Islam dapat merencanakan kegiatan keagamaan, sosial, dan budaya dengan lebih baik dan lebih jauh ke depan. Ini mempermudah penyelenggaraan ibadah haji, perayaan hari raya, dan kegiatan keagamaan lainnya.

5. Memperkuat Persatuan Umat Islam: Dengan adanya kalender yang seragam, diharapkan dapat meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan di antara umat Islam di seluruh dunia. Perbedaan dalam penentuan awal bulan yang sering kali menimbulkan perpecahan dapat diminimalisir.

6. Pengakuan Internasional: Penggunaan kalender yang unifikasi juga memudahkan interaksi dan koordinasi dengan komunitas dan lembaga Islam internasional dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial.

Secara keseluruhan, pilihan Muhammadiyah menggunakan Kalender Hijriyah Global Unifikasi didorong oleh keinginan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan ibadah serta memperkuat kesatuan dan persatuan umat Islam secara global. Ini merupakan langkah strategis yang mempertimbangkan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan, sekaligus memenuhi kebutuhan umat Islam akan kejelasan dan konsistensi dalam penentuan waktu keagamaan.

===

Beberapa Literatur Tentang Kalender Islam Global

Oleh :

Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar*

 

PertamaAt-Taqwim al-Qamary al-Islamy al-Muwahhad” karya Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq. Buku “at-Taqwim al-Qamary al-Islamy al-Muwahhad” (Kalender Kamariah Islam. Sang penulisnya adalah seorang insinyur pos dan telekomunikasi asal Maroko. Judul bukunya ini sekaligus menjadi nama usulan kalendernya. Konsep besar Jamaluddin dalam buku ini adalah hendak menyatukan seluruh dunia dalam satu sistem penjadwalan waktu yang terpadu (unifikatif). Poin penting dalam buku ini Jamaluddin mengemukakan tiga prinsip dan tujuh syarat. Selain itu, dalam buku ini Jamaluddin juga mengonsepsi dan menginisiasi apa yang disebut dengan ‘hari universal’.

BACA JUGA:   Penjelasan Hadits – “Soomu li-Ru’yatihi.............”

Kedua, “Kaifa Nuwahhid at-Taqwim al-Hijry fi al-‘Alam al-Islamy” Karya  Husain Fathi. Buku ini diterbitkan di Cairo oleh Mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa Auladuhu (cet. I, 1389/1970). Buku ini terdiri dari enam pembahasan. Dalam konsepsi kalender globalnya, Husain Fathi berpandangan bahwa kota Mekah (Kakbah) mesti dijadikan sebagai marjak dengan sejumlah alasan diantaranya karena kesakralan kota mulia ini. Selain itu, Mekah (Kakbah) lebih mudah diterima umat Muslim di seluruh dunia karena kesuciannya dan ia menjadi kiblat umat Muslim di seluruh dunia. Dengan alasan ini, menurut Husain Fathi, kita bisa menyeragamkan rukyat yaitu tatkala hilal teramati setelah gurub di salah satu kota Mekah atau Madinah. Adapun jika hilal terhalang awan maka ia tidak menjadi penghalang sehingga kita bisa menetapkan keesokan harinya sebagai awal bulan dan berlaku bagi seluruh dunia Islam (hal 34).

Konsepsi global ini ia kemukakan mengingat semakin meluasnya wilayah-wilayah Islam baik di Timur maupun di Barat dengan durasi perbedaan waktu sekitar 10 jam (h. 33). Oleh karena itu diperlukan penetapan posisi definitif untuk dijadikan standar perhitungan astronomi. Dalam hal ini dipilih bujur 40 derajat Timur yang mana melewati kota Mekah dan Madinah dimana Kakbah ada di dalamnya. Juga, karena garis itu berada dipertengahan wilayah-wilayah (negara) Muslim dunia, kecuali Indonesia. Indonesia berada di ujung Timur dengan perbedaan waktu sekitar 5 jam.

 Ketiga, “Itsbat asy-Syuhur al-Hilaliyyah wa Musykilah at-Tauqit al-Islamy” Karya Nidlal Qassum, Muhammad al-‘Atby, dan Karim Mizyan. Buku ini diterbitkan oleh Dar ath-Thali’ah, Beirut, cet. II, 1997. Buku ini terdiri dari tujuh pembahasan (fasal), dimana pada masing-masing fasal terdapat banyak sub-sub pembahasan. Fasal pertama tentang metode penetapan bulan dalam fikih Islam klasik. Disini diuraikan pendapat-pendapat mazhab fikih beserta kritik dan komparasinya. Fasal kedua, penetapan awal bulan di kalangan astrononom era Islam. Disini dibahas tentang ilmu falak era klasik, konsepsi ptolemeus tentang bulan, dan rukyatul hilal dikalangan astronom Muslim. Fasal ketiga, penetapan awal bulan menurut astronomi modern. Disini dibahas tentang pergerakan bulan di langit, standar astronomi sesudah era Islam, sumbangan di bidang observasi, garis tanggal, dan lain-lain. Fasal keempat, rincian fikih terhadap aspek-aspek  ilmiah yang diusulkan. Fasal kelima, aspek syar’i tentang berpegang pada hisab astronomi dalam menetapkan awal bulan. Fasal keenam, unifikasi penjadwalan waktu dalam Islam. Fasal ketujuh, kesimpulan dan saran.

BACA JUGA:   Matematika ( Basis 19) Keajaiban Al Quran

Pembahasan kalender Islam (zonal) dalam buku ini terdapat pada bab keeam dimana menurut para penulisnya kawasan dunia dibagi menjadi empat zona tanggal (hal 119-120). Menurut mereka lagi, buku ini terhitung sebagai karya pertama (dalam bahasa Arab) secara kritis dan rinci yang berbicara tentang kalender Islam.

Keempat, “Tathbiqat al-Hisabat al-Falakiyyah fi al-Masa’il al-Islamiyyah ditulis oleh Muhammad Syaukat Audah dan Nidlal Qassum. Buku ini merupakan kumpulan makalah hasil seminar pada tanggal 13-14 Desember 2006 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Makalah-makalah dalam seminar ini ditulis dan disusun ulang oleh Muhammad Syaukat Audah dan Nidlal Qassum. Secara keseluruhan makalah-makalah itu terdiri dari 27 makalah, 16 diantaranya makalah berbahasa Arab, dan 11 makalah berbahasa Inggris.

Dari 27 artikel itu, ada 3 artikel yang secara khusus membahas tentang kalender Islam, yaitu: (1) Al-Hilal wa at-Taqwim al-Hijry bi al-Mamlakah al-Maghribiyyah oleh Ali Umrawi (hal 29-34). (2) At-Taqwim al-Qamary al-Islamy al-Muwahhad oleh Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq (hal 73-82). (3) Akhir al-Muqtarahat li Hall Musykilah at-Taqwim al-Islamy oleh Nidlal Qassum (hal 83-96). Sementara itu makalah-makalah selebihnya berbicara tentang aplikasi astronomi dalam ibadah seperti masalah hilal dan rukyat, waktu salat, arah kiblat, dan ilmu falak secara umum.

 

*Penulis: Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *