Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT): Tantangan dan Solusi

Solusi yang paling mungkin untuk mewujudkan kalender Islam terpadu yang berlaku global dan digunakan untuk kepentingan umum (urusan dunia) serta ibadah (penentuan waktu ibadah) adalah Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT)

  1. Konsep dan Tujuan KHGT sebagai Solusi
    • KHGT adalah sebuah sistem penanggalan Islam yang dirancang dengan prinsip “satu hari satu tanggal di seluruh dunia”. Konsep ini bertujuan untuk mengatasi perbedaan penentuan awal bulan Hijriah yang selama ini terjadi di berbagai negara dan komunitas Muslim.
    • Tujuan utamanya adalah untuk menyatukan umat Islam di seluruh dunia dalam memulai dan mengakhiri ibadah-ibadah penting seperti puasa Ramadan, merayakan Idul Fitri dan Idul Adha (terutama untuk memastikan keseragaman hari Arafah), serta menentukan waktu-waktu penting lainnya secara serentak dan harmonis.
    • KHGT juga bertujuan untuk memberikan kepastian waktu, kemudahan dalam perencanaan, dan memperkuat kohesi sosial serta identitas kolektif umat Islam.
    • Kalender ini dirancang untuk digunakan baik untuk kepentingan ibadah (agama) maupun kepentingan sipil/muamalah (urusan dunia). Ini sejalan dengan pemahaman dari QS. Al-Baqarah ayat 189 (“lin-nās wa al-ḥajj” – bagi manusia dan haji) yang ditafsirkan menunjukkan fungsi ganda kalender Islam.
  2. Dasar dan Prinsip KHGT
    • Penerimaan Hisab: Hisab (perhitungan astronomis) diterima sebagai metode utama untuk menyusun kalender jangka panjang yang prediktif, yang tidak mungkin dilakukan hanya dengan rukyat (pengamatan visual) setiap bulan. Ilmu falak (astronomi) memberikan dasar perhitungan teknis yang akurat.
    • Transfer Imkanur Rukyat Global: Jika kriteria kemungkinan terlihatnya hilal (imkanur rukyat) terpenuhi di bagian manapun di muka bumi, status “terlihat” itu ditransfer dan berlaku global. Kriteria teknis yang diadopsi oleh beberapa pendukung KHGT (berdasarkan Kongres Istanbul 2016) adalah elongasi minimal 8° dan tinggi hilal minimal 5° saat matahari terbenam, terpenuhi di mana pun di bumi sebelum pukul 24:00 GMT/UTC. Namun, perlu dicatat bahwa ada sumber yang menyatakan kriteria 5°/8° ini bukan resolusi formal sidang umum Kongres Istanbul 2016.
    • Kesatuan Matlak (Ittihad al-Mathali’): Prinsip ini menganggap seluruh bumi sebagai satu kesatuan matlak (tempat terbit hilal). Jika hilal terlihat atau dimungkinkan terlihat di satu tempat, itu berlaku untuk seluruh dunia. Ini didukung oleh pandangan mayoritas ulama fikih dan hadis Nabi SAW.
    • Penggunaan Garis Tanggal Internasional (IDL): KHGT menerima dan menggunakan garis batas tanggal internasional yang berlaku saat ini, dengan permulaan hari pada tengah malam GMT/UTC di garis bujur 180°. Sumber mencatat bahwa permulaan hari pada tengah malam ini berbeda dengan prinsip Islam tradisional yang menggunakan waktu Magrib, namun dianggap lebih cocok untuk kalender universal.
    • Dasar Syar’i: Argumentasi syar’i KHGT didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran yang mengisyaratkan universalitas kalender Islam (“lin-nās”) dan pentingnya perhitungan waktu (hisab), serta hadis-hadis yang dipahami menunjukkan perlunya keseragaman waktu ibadah secara global. Tujuan syariah (maqasid syariah) seperti persatuan umat juga menjadi argumen penting.
    • Dasar Sains: KHGT didukung oleh kemajuan pesat ilmu astronomi dan teknologi komputasi yang memungkinkan perhitungan akurat posisi bulan dan visibilitas hilal.
  3. Tantangan Implementasi Universal
    • Meskipun konsepnya kuat, implementasi penuh KHGT menghadapi tantangan signifikan. Perbedaan pandangan fikih (terutama mengenai matlak dan metode hisab vs. rukyat) masih menjadi sumber utama perbedaan.
    • Belum adanya otoritas tunggal global yang diakui untuk menetapkannya secara mengikat. Beberapa sumber berpendapat otoritas semacam itu tidak urgen, yang penting adalah kekuatan konsepnya dan kemauan negara untuk mengadopsi.
    • Adanya kalender nasional/regional yang sudah mapan (seperti Kalender Ummul Qura di Arab Saudi, MABIMS) yang memiliki kriteria berbeda dan enggan berubah. Arab Saudi dengan Kalender Ummul Qura-nya yang berpengaruh besar belum menunjukkan indikasi akan mengadopsi KHGT.
    • Tradisi masyarakat Muslim yang kuat terikat pada rukyat lokal atau kalender yang sudah ada.
  4. Langkah Menuju Implementasi yang Paling Mungkin Meskipun tantangan besar, sumber-sumber menggarisbawahi beberapa langkah yang dapat meningkatkan kemungkinan adopsi KHGT secara global:
    • Sosialisasi dan Edukasi Berkelanjutan: Penting untuk mendidik umat Islam tentang konsep, urgensi, manfaat, serta dasar syar’i dan ilmiah KHGT. Ini memerlukan dialog antara pakar falak, astronomi, syariah, dan sosial.
    • Adopsi oleh Organisasi dan Lembaga Berpengaruh: Langkah organisasi besar seperti Muhammadiyah yang telah mengadopsi KHGT (mulai Muharam 1446 H) dan mengampanyekannya merupakan contoh nyata dan dapat mendorong pihak lain untuk mempertimbangkan. Muhammadiyah memandang KHGT sebagai solusi untuk kepastian dan kalender transaksi.
    • Melibatkan Lembaga Internasional: Mendorong OKI dan organisasi internasional lainnya untuk membahas dan mengadopsi satu standar kalender global.
    • Pemanfaatan Teknologi: Pengembangan aplikasi dan digitalisasi KHGT dapat mempermudah akses dan penggunaannya oleh masyarakat global.
    • Implementasi Bertahap: Jika adopsi global serentak sulit, implementasi bertahap, dimulai dari tingkat regional (misalnya MABIMS) atau oleh negara-negara yang bersedia, dapat menjadi langkah awal yang lebih realistis. Sumber juga menyarankan perlunya mencetak dan menyebarkan kalender KHGT secara luas, termasuk gratis, melalui kementerian agama di negara-negara Muslim.
    • Fokus pada Kekuatan Konsep: Daripada memperdebatkan siapa otoritasnya, fokus pada validitas syar’i dan ilmiah KHGT serta manfaatnya bagi umat dapat meningkatkan penerimaan.
BACA JUGA:   Rasionalisasi Penentuan Awal Bulan Qomariyah Tahun 2025 Sesuai Kriteria KHGT

Secara keseluruhan, berdasarkan sumber, Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) adalah solusi yang paling sering diusulkan dan dirumuskan untuk kalender Islam terpadu global. Meskipun implementasinya menghadapi banyak tantangan karena perbedaan pandangan fikih, tradisi, dan politik, upaya menuju adopsi universalnya dipandang sebagai “hutang peradaban” dan ikhtiar penting untuk persatuan dan kemaslahatan umat Islam di era global saat ini. Keberhasilannya sangat bergantung pada dialog, edukasi, dan kolaborasi di seluruh dunia Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *