Mengungkap Keakuratan Ilmiah Al-Qur’an: Peran Laba-laba Betina dan Kerapuhan Sarangnya dalam Surah Al-Ankabut Ayat 41

Pendahuluan: Perumpamaan Laba-laba dalam Al-Qur’an dan Relevansinya

Surah Al-Ankabut Ayat 41

مَثَلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَوۡلِيَآءَ كَمَثَلِ ٱلۡعَنكَبُوتِ ٱتَّخَذَتۡ بَيۡتٗاۖ وَإِنَّ أَوۡهَنَ ٱلۡبُيُوتِ لَبَيۡتُ ٱلۡعَنكَبُوتِۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui.

Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, mengandung berbagai perumpamaan yang mendalam, salah satunya terdapat dalam Surah Al-Ankabut (Laba-laba) ayat 41. Ayat ini berbunyi: “Perumpamaan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung adalah seperti laba-laba betina yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba. Jika mereka tahu, (niscaya tidak akan menyembahnya)”.1 Surah ini dinamai “Al-Ankabut” karena perumpamaan sentral ini, yang secara fundamental menekankan konsep keesaan Allah (Tauhid) dan menyoroti kerapuhan serta ketidakberdayaan segala bentuk sandaran atau perlindungan selain-Nya.2 Konteks ayat ini secara spesifik ditujukan kepada orang-orang musyrik yang mencari perlindungan dan dukungan dari berhala atau entitas lain di luar Allah, menyamakan ketergantungan mereka dengan laba-laba yang membangun sarang yang rapuh dan tidak memberikan perlindungan sejati.1

Perumpamaan laba-laba ini menarik perhatian tidak hanya dari sudut pandang teologis, tetapi juga ilmiah. Keunikan ayat ini terletak pada diksi spesifik yang digunakan: “اتخذت” (ittakhadhat). Kata kerja ini merupakan bentuk feminin, secara gramatikal mengisyaratkan bahwa subjek yang “membuat rumah” atau jaring adalah laba-laba betina.6 Fakta ini, bahwa laba-laba betina adalah pembangun jaring utama, baru dikonfirmasi secara luas oleh ilmu pengetahuan modern berabad-abad setelah pewahyuan Al-Qur’an. Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar: Bagaimana informasi biologis sedetail ini dapat terkandung dalam sebuah kitab suci yang diturunkan pada abad ke-7 Masehi, dan apa implikasinya terhadap klaim Al-Qur’an sebagai firman Tuhan?

Ketepatan linguistik Al-Qur’an dalam menggunakan kata kerja feminin “اتخذت” untuk menggambarkan pembangunan jaring laba-laba, yang kemudian divalidasi oleh temuan ilmiah modern, menunjukkan adanya hubungan yang mendalam antara detail bahasa dan pesan teologis. Penggunaan diksi yang sangat spesifik ini, yang pada masanya mungkin tidak diketahui secara umum, berfungsi sebagai tanda empiris bagi mereka yang merenung. Ini bukan sekadar fakta acak; ini adalah observasi yang diungkapkan dengan presisi linguistik yang tertanam dalam pelajaran spiritual yang mendalam. Keterkaitan ini memperkuat argumen tentang asal-usul ilahi Al-Qur’an. Implikasinya adalah bahwa kebenaran Al-Qur’an melampaui bimbingan spiritual semata, mencakup fenomena alam yang dapat diverifikasi, sehingga menjadikan pesannya lebih meyakinkan bagi pikiran rasional.

Analisis Linguistik dan Tafsir Ayat 29:41: Ketepatan Diksi Al-Qur’an

Ayat 41 dari Surah Al-Ankabut menyajikan sebuah perumpamaan yang kaya akan makna, baik dari segi linguistik maupun tafsir. Kata “عنكبوت” (ʿankabūt) dalam bahasa Arab secara umum dapat merujuk pada laba-laba jantan maupun betina. Namun, Al-Qur’an secara spesifik menggunakan kata kerja “اتخذت” (ittakhadhat) untuk menggambarkan tindakan “membuat rumah” atau jaring.6 Penting untuk dicatat bahwa “اتخذت” adalah bentuk kata kerja lampau feminin, berbeda dengan “اتخذ” (ittakhadha) yang merupakan bentuk maskulin.6 Pilihan diksi ini secara gramatikal mengisyaratkan bahwa subjek yang melakukan tindakan “membuat rumah” adalah entitas feminin, yaitu laba-laba betina.6 Implikasinya jelas: Al-Qur’an, yang diturunkan pada abad ke-7 membunuh dan memakan laba-laba jantan setelah kawin.4 Perilaku ini secara gamblang menunjukkan ketiadaan ikatan keluarga dan kasih sayang dalam “rumah” mereka, yang jauh dari konsep keluarga yang harmonis.9 Selain itu, kanibalisme juga terjadi di antara anak-anak laba-laba yang baru menetas, di mana mereka saling memangsa satu sama lain karena keterbatasan ruang dan makanan di dalam jaring.4

Perumpamaan ini mengaitkan kerapuhan perlindungan yang dicari selain Allah dengan sifat-sifat laba-laba, memberikan informasi spesifik tentang perilaku laba-laba yang baru dikonfirmasi oleh ilmu pengetahuan modern berabad-abad kemudian.

Lebih jauh, perumpamaan ini menekankan bahwa “rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah” (أَوْهَنَ الْبُيُوتِ). Makna “kelemahan” ini bersifat komprehensif, mencakup dimensi fisik dan sosial.

Kerapuhan Fisik:

Meskipun sutra laba-laba dikenal sebagai material yang sangat kuat—bahkan 20 kali lebih kuat dari baja biasa per satuan berat 9—jaring itu sendiri, sebagai sebuah “rumah”, secara struktural sangat rapuh.9 Jaring laba-laba tidak dirancang untuk memberikan perlindungan dari elemen alam seperti panas matahari yang ekstrem, dingin yang menusuk, hujan lebat, angin badai, atau ancaman dari predator yang lebih besar.1 Fungsi utamanya adalah sebagai perangkap untuk menjebak mangsa, bukan sebagai tempat tinggal yang kokoh dan aman.1

Kerapuhan Sosial/Keluarga (Dimensi Moral dan Psikologis):

Kata “Awhan” dalam bahasa Arab juga mengandung makna kelemahan yang parah, baik secara fisik maupun mental.4 Dari perspektif perilaku dan sosial, “rumah” laba-laba menunjukkan kerapuhan yang mendalam. Fenomena kanibalisme seksual sering terjadi di mana laba-laba betinaba. Ketergantungan pada selain Allah tidak hanya lemah secara fisik tetapi juga tidak memiliki fondasi moral atau spiritual yang kuat.1 Seperti halnya laba-laba yang “pintar merencanakan dan mengatur perangkap” namun tujuan akhirnya adalah memangsa, termasuk yang terdekat dengannya, demikian pula sandaran palsu dapat menjebak dan menghancurkan.10

Ketepatan Al-Qur’an dalam menggunakan kata kerja feminin “اتخذت” selaras dengan penemuan ilmiah modern tentang peran laba-laba betina. Lebih dari itu, konsep “rumah yang paling lemah” mencakup kerapuhan fisik dan ketidakstabilan sosial akibat kanibalisme. Pemahaman ganda ini menunjukkan tingkat observasi yang mendalam. Pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an melampaui observasi dangkal, memberikan metafora berlapis yang berlaku di berbagai disiplin ilmu, dari biologi hingga sosiologi perilaku hewan. Kedalaman pemahaman multi-dimensi ini, yang sangat tidak mungkin diakses oleh manusia pada abad ke-7, mendukung kuat gagasan tentang sumber ilahi.

Kelemahan “rumah” laba-laba, dijelaskan secara fisik dan sosial, terhubung secara eksplisit dengan kerapuhan bersandar pada selain Allah. Fakta biologis yang dapat diamati, seperti kanibalisme dan kerapuhan struktural, berfungsi sebagai analogi yang kuat untuk kelemahan spiritual dan eksistensial dari penyembahan berhala atau mencari bantuan dari sumber yang terbatas dan tidak dapat diandalkan. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an secara mulus mengintegrasikan observasi ilmiah ke dalam kerangka moral dan teologisnya, menunjukkan bahwa alam semesta penuh dengan “ayat” (tanda) yang membimbing manusia menuju monoteisme dan kehidupan yang benar. Ini memperkuat gagasan bahwa Al-Qur’an adalah panduan holistik, di mana keakuratan ilmiah melayani tujuan yang lebih tinggi, yaitu pencerahan spiritual.

Fakta Ilmiah Modern tentang Laba-laba dan Jaringnya

Ilmu arachnologi modern telah mengkonfirmasi banyak detail mengenai laba-laba dan jaringnya, yang secara mengejutkan selaras dengan isyarat dalam Al-Qur’an.

Peran Dominan Laba-laba Betina dalam Pembangunan Jaring:

Terdapat konsensus ilmiah yang luas bahwa laba-laba betina adalah pembangun jaring utama di sebagian besar spesies. Berbagai ahli biologi dan zoologi, termasuk Rainer F. Foelix dalam “Biology of Spiders” 12 dan Ruppert, Fox, Barnes dalam “Invertebrate Zoology” 16, serta dokumenter “National Geographic: Secrets of the Spider” 19, secara konsisten menyatakan peran dominan ini.

BACA JUGA:   Kefasihan dalam Pengabdian: Analisis Berlapis Dimensi Linguistik dan Teologis dari Iyya kana'budu dalam Surah Al-Fatihah

Alasan biologis di balik dominasi betina ini sangat jelas. Laba-laba betina umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan jantan.22 Ukuran yang lebih besar ini memungkinkan mereka menghasilkan lebih banyak sutra, yang pada gilirannya memungkinkan pembangunan jaring yang lebih luas dan kuat.22 Jaring yang lebih besar dan kokoh ini sangat efektif untuk menangkap mangsa yang lebih besar, yang penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Selain itu, laba-laba betina memiliki tanggung jawab utama untuk bertelur dan seringkali menjaga telur atau anak-anak mereka di dalam atau di sekitar jaring.22 Oleh karena itu, jaring yang kokoh dan aman menjadi tempat yang ideal untuk membesarkan keturunan. Beberapa spesies betina dewasa bahkan bersifat menetap, menghabiskan seluruh hidup mereka di mikrohabitat tempat mereka membangun jaring.24 Sebaliknya, laba-laba jantan dari banyak spesies memiliki strategi kawin yang melibatkan pencarian betina dan umumnya tidak membuat jaring permanen untuk berburu atau berlindung.6 Mereka mungkin menggunakan jaring kecil hanya untuk ritual perkawinan, seperti membungkus mangsa sebagai hadiah untuk betina.22

Meskipun dominasi betina dalam membangun jaring adalah fakta umum, terdapat beberapa variasi perilaku. Beberapa spesies, seperti laba-laba serigala atau laba-laba pemburu, tidak membangun jaring sama sekali dan merupakan predator aktif yang mengejar mangsanya secara langsung.22 Pada spesies laba-laba sosial tertentu, beberapa individu (biasanya betina) dapat bekerja sama untuk membangun jaring komunal yang sangat besar dan kompleks.22 Studi modern juga menunjukkan fleksibilitas laba-laba dalam membangun jaring untuk beradaptasi dengan lingkungan, seperti kemampuan mereka untuk menyesuaikan transmisi getaran jaring sebagai respons terhadap kebisingan lingkungan.26

Ukuran betina yang lebih besar dan tanggung jawab reproduksinya adalah pendorong biologis utama peran dominan mereka dalam konstruksi jaring. Ini adalah strategi evolusi adaptif yang memastikan kelangsungan hidup spesies. Penyebutan yang tepat dalam Al-Qur’an tentang kata kerja feminin “اتخذت” selaras sempurna dengan pemahaman biologis yang mendalam ini, bukan hanya observasi permukaan. Hubungan sebab-akibatnya adalah bahwa keharusan biologis reproduksi dan kelangsungan hidup menyebabkan betina menjadi arsitek utama. Ini menyiratkan bahwa Al-Qur’an, tanpa merinci alasan biologisnya, secara akurat menunjuk pada agen aktivitas biologis krusial ini, menunjukkan sumber pengetahuan yang melampaui observasi manusia abad ke-7. Hal ini memperkuat gagasan tentang Al-Qur’an yang mengandung “pandangan ilmiah ke depan.”

Berikut adalah perbandingan peran laba-laba jantan dan betina dalam pembangunan jaring:

Tabel 1: Perbandingan Peran Laba-laba Jantan dan Betina dalam Pembangunan Jaring

Karakteristik/Peran Laba-laba Betina Laba-laba Jantan
Ukuran Tubuh Umumnya lebih besar 22 Umumnya lebih kecil 22
Pembangunan Jaring Utama Dominan, membangun jaring luas, kuat, dan permanen untuk menangkap mangsa dan perlindungan 6 Minimal, tidak membangun jaring permanen untuk berburu atau berlindung 6
Tanggung Jawab Reproduksi Bertelur, menjaga telur/anak di dalam/sekitar jaring 22 Mencari betina untuk kawin 22
Penggunaan Sutra Untuk jaring perangkap, pembungkus mangsa, kantung telur 22 Terutama untuk ritual perkawinan atau sebagai hadiah untuk betina 6
Gaya Hidup Sering menetap di jaringnya 24 Lebih aktif bergerak mencari pasangan 22

Karakteristik Fisik dan Fungsional Jaring Laba-laba:

Meskipun sutra laba-laba adalah material yang luar biasa kuat, bahkan 20 kali lebih kuat dari baja per satuan berat 9, jaring itu sendiri, ketika dipertimbangkan sebagai “rumah”, memiliki kerapuhan struktural yang signifikan. Jaring tidak memberikan perlindungan yang memadai dari elemen lingkungan atau musuh.1 Fungsi utama jaring adalah sebagai perangkap lengket untuk menangkap serangga terbang.9 Laba-laba memiliki penglihatan yang buruk, sehingga mereka sangat bergantung pada getaran jaring untuk mendeteksi mangsa, predator, atau bahkan pasangan potensial.9

Dimensi Sosial “Kelemahan” Rumah Laba-laba:

Kerapuhan “rumah” laba-laba juga meluas ke dimensi sosial dan perilaku. Fakta kanibalisme seksual, di mana laba-laba betina membunuh dan memakan laba-laba jantan setelah kawin, menunjukkan ketiadaan ikatan keluarga yang kuat.4 Selain itu, kanibalisme anak laba-laba, di mana anak-anak laba-laba yang baru menetas saling memangsa satu sama lain karena keterbatasan ruang dan makanan, semakin memperkuat gambaran kerapuhan sosial dan psikologis dalam “rumah” mereka.4

Meskipun sutra laba-laba sangat kuat, struktur jaring sebagai “rumah” secara fisik lemah. Pada saat yang sama, “kelemahan” meluas ke dinamika sosial dalam “rumah” laba-laba karena kanibalisme seksual dan filial. Ini menunjukkan pemahaman yang canggih tentang “kelemahan” yang mencakup ilmu material (kekuatan sutra vs. integritas struktural) dan ekologi perilaku (kohesi sosial). Hubungan sebab-akibatnya adalah bahwa tekanan evolusi yang mengarah pada perilaku kanibalistik (misalnya, perolehan nutrisi untuk produksi telur, persaingan di antara anak laba-laba) berkontribusi pada “kelemahan” sosial “rumah” laba-laba. Ini menyiratkan bahwa deskripsi Al-Qur’an tentang “kelemahan” tidak sederhana tetapi multi-dimensi, mencerminkan pemahaman komprehensif tentang biologi dan perilaku organisme. Kedalaman pemahaman ini, terutama mengenai aspek sosial, akan sangat tidak mungkin bagi pengamat abad ke-7.

Konteks Pengetahuan di Abad ke-7 Masehi: Batasan Observasi Manusia

Pertanyaan mendasar yang muncul dari keakuratan ilmiah Al-Qur’an mengenai laba-laba adalah apakah manusia pada abad ke-7 Masehi memiliki kemampuan atau pengetahuan untuk meneliti dan memahami detail biologis sedalam itu. Analisis terhadap tingkat pengetahuan zoologi di Jazirah Arab pada masa pra-Islam dan awal Islam menunjukkan batasan yang signifikan.

Tingkat Pengetahuan Zoologi di Jazirah Arab Pra-Islam dan Awal Islam:

Pada abad ke-7 Masehi, pengetahuan zoologi di Jazirah Arab sebagian besar bersifat praktis dan terkait erat dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Fokus utama adalah pada pemeliharaan dan pembiakan hewan domestik seperti kuda, unta, domba, dan kambing, yang sangat penting untuk transportasi, makanan, dan mata pencarian.27 Masyarakat pada umumnya disibukkan dengan perdagangan, konflik antar suku, dan rutinitas kehidupan sehari-hari.30

Tidak ada catatan signifikan yang menunjukkan adanya penelitian sistematis atau observasi mendalam mengenai anatomi, fisiologi, atau perilaku detail serangga atau arachnida seperti laba-laba pada periode tersebut.27 Pengetahuan tentang hewan seringkali berasal dari tradisi Arab nomaden, pengalaman berburu (misalnya, elang), atau bestiari (zoo dalam buku) yang lebih bersifat sastra dan deskriptif, bukan ilmiah mendalam atau berdasarkan observasi mikroskopis.27

Ilmu zoologi baru mulai berkembang secara signifikan di dunia Islam pada abad-abad berikutnya, terutama mulai abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Tokoh seperti Al-Jahiz (776-868 M) menulis “Kitab al-Hayawan” (Book of the Animals), sebuah karya ensiklopedis yang mencakup observasi perilaku hewan, komunikasi, dan organisasi komunitas serangga.27 Namun, karyanya pun lebih bersifat sastra dan kompilasi, bukan hasil studi mikroskopis atau eksperimental yang mendalam seperti yang diperlukan untuk memahami detail perilaku gender pada laba-laba. Ilmuwan lain seperti Al-Asmai (740-828 M) fokus pada pembiakan hewan ternak.27 Ini menunjukkan bahwa detail tentang peran laba-laba betina dalam membangun jaring jauh mendahului perkembangan zoologi sistematis di dunia Islam.

BACA JUGA:   Sains: Jarak Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa

Berikut adalah linimasa perkembangan ilmu zoologi di dunia Islam awal:

Tabel 2: Linimasa Perkembangan Ilmu Zoologi di Dunia Islam Awal (Abad ke-7 hingga ke-10 Masehi)

Periode Tokoh/Karya Penting Fokus Utama Pengetahuan Zoologi
Abad ke-7 Masehi (Era Nabi Muhammad) Tidak ada catatan penelitian sistematis mendalam tentang serangga/arachnida. Praktik peternakan hewan domestik (kuda, unta, domba, kambing), perburuan, pengetahuan observasional umum.27
Abad ke-8 Masehi Abu Ubaidah (728–825 M) Lebih dari 50 buku tentang kuda.27
Al-Asmai (740-828 M) Kontribusi pada zoologi dan peternakan, perintis studi sistematis pembiakan hewan.27
Abad ke-9 Masehi Al-Jahiz (776-868 M) “Kitab al-Hayawan” (Book of the Animals): ensiklopedia sastra yang mencakup observasi perilaku hewan, komunikasi, organisasi komunitas serangga.27
Abad ke-10 Masehi Calendar of Córdoba Informasi tentang perawatan hewan dan pembiakan.27

Kemungkinan Pengetahuan Nabi Muhammad SAW:

Mengingat kondisi sosio-ilmiah yang dijelaskan di atas, sangat tidak mungkin bagi Nabi Muhammad SAW untuk melakukan penelitian mendalam atau memiliki akses terhadap informasi ilmiah detail tentang perilaku laba-laba yang baru ditemukan ribuan tahun kemudian. Pengetahuan yang ada pada masa itu terbatas pada observasi umum dan praktis yang relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Arab. Bahkan, tradisi Islam justru menyebutkan bahwa laba-laba dihormati karena perannya dalam melindungi Nabi Muhammad dan Abu Bakar di Gua Thawr, di mana laba-laba membuat sarang di pintu masuk gua, membuat para pengejar Quraisy berpikir bahwa tidak ada yang masuk.33 Ini adalah pengetahuan observasional umum tentang keberadaan jaring, bukan detail perilaku spesifik jantan/betina dalam pembuatannya. Ketiadaan sumber pengetahuan manusia yang memadai pada masa itu untuk menjelaskan detail ilmiah dalam Al-Qur’an memperkuat argumen bahwa informasi tersebut berasal dari sumber ilahi.

Keterbatasan dan sifat praktis pengetahuan zoologi di Jazirah Arab abad ke-7, yang dikonfirmasi oleh berbagai sumber, menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan yang jelas antara apa yang dapat diketahui oleh manusia pada masa itu dan informasi yang disajikan dalam Al-Qur’an. Karya-karya zoologi yang lebih sistematis dan mendalam, seperti yang dilakukan oleh Al-Jahiz, baru muncul setelah abad ke-7 dan bahkan belum mencapai tingkat detail spesifik tentang peran gender dalam pembangunan jaring laba-laba. Hubungan sebab-akibatnya adalah bahwa absennya sarana ilmiah manusia untuk memperoleh pengetahuan semacam itu pada abad ke-7 membuat sangat tidak mungkin informasi tersebut berasal dari observasi manusia. Kesenjangan ini berfungsi sebagai bukti kuat bagi asal-usul ilahi Al-Qur’an, karena ia mengandung pengetahuan yang melampaui pemahaman manusia pada zamannya.

Meskipun konteks abad ke-7 menunjukkan kurangnya studi zoologi yang mendalam, Al-Qur’an sendiri, dengan menyebutkan detail yang tepat tentang alam, dapat dilihat sebagai pendorong tersirat untuk observasi dan perenungan tentang alam semesta. Para sarjana Muslim di kemudian hari memang mengembangkan ilmu zoologi. Hubungan sebab-akibatnya adalah bahwa inklusi fenomena alam dalam Al-Qur’an, meskipun bukan sebagai instruksi ilmiah, menyediakan “benih-benih pengetahuan” 35 yang dapat menginspirasi eksplorasi ilmiah di kemudian hari. Ini menempatkan Al-Qur’an tidak hanya sebagai teks keagamaan, tetapi juga sebagai sumber yang secara implisit mendorong pendekatan empiris untuk memahami ciptaan Tuhan, yang mengarah pada validasi retroaktif ayat-ayatnya melalui penemuan ilmiah modern.

Hikmah dan Isyarat Ilmiah dalam Al-Qur’an: Perspektif Teologis

Penyebutan fenomena alam dalam Al-Qur’an, termasuk perumpamaan laba-laba, memiliki tujuan yang mendalam dari perspektif teologis. Al-Qur’an adalah kitab tuntunan agama dan petunjuk hidup bagi umat manusia, bukan ensiklopedia ilmiah yang dirancang untuk mengajarkan detail-detail sains.35 Namun, ia seringkali menggunakan fenomena alam sebagai “ayat” (tanda atau bukti) yang gamblang akan kebesaran, kekuasaan, dan kebijaksanaan Allah Sang Pencipta.3

Tujuan Penyebutan Fenomena Alam dalam Al-Qur’an:

Keterkaitan antara observasi ilmiah dan penguatan keimanan adalah inti dari pendekatan Al-Qur’an. Penyebutan detail ilmiah seperti peran laba-laba betina dan kerapuhan jaringnya berfungsi untuk mendorong manusia merenungkan ciptaan Allah, mengamati alam semesta sebagai “ayat-ayat” yang terhampar di hadapan mereka.10 Proses perenungan ini memperkuat keimanan dan keyakinan akan keesaan Pencipta, yang mampu mengatur segala sesuatu secara terperinci, dari bintang-bintang di langit hingga kehidupan makhluk terkecil di bumi.1

Perumpamaan laba-laba adalah salah satu gaya bahasa Al-Qur’an yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan moral dan teologis yang mendalam. Penggunaan perumpamaan ini bertujuan untuk menggerakkan hati nurani, memberikan kesan yang kuat, dan menyentuh lubuk hati terdalam.11 Ini adalah kiasan dari kehidupan manusia, menunjukkan bahwa tidak ada ciptaan tanpa kegunaan dan visi misi di dunia ini.10

Hikmah utama dari perumpamaan laba-laba adalah pelajaran tentang kerapuhan segala bentuk perlindungan atau sandaran selain Allah. Al-Qur’an mengajarkan bahwa segala sesuatu yang dijadikan tempat berlindung atau disembah selain Allah adalah semu dan lemah, selemah sarang laba-laba yang rapuh.1 Hal ini secara langsung mengajarkan nilai-nilai ketauhidan yang murni dan menyoroti ketidakberdayaan makhluk di hadapan kekuasaan Allah.11 Manusia diingatkan bahwa hanya Allah satu-satunya tempat berlindung yang kuat, perkasa, dan menjamin keselamatan.1

Implikasi Konsep “Kalam Tuhan”:

Keselarasan antara informasi Al-Qur’an yang diturunkan 14 abad lalu dengan penemuan ilmiah modern tentang laba-laba—baik peran betina yang dominan dalam membangun jaring maupun sifat “kelemahan” jaringnya—memperkuat klaim bahwa Al-Qur’an adalah “Kalam Tuhan” (firman Allah).3 Detail-detail ini menjadi “mukjizat ilmiah” yang dapat diuji dan diverifikasi oleh akal manusia di era modern, memberikan bukti tambahan bagi kebenaran Al-Qur’an bagi mereka yang menggunakan akalnya dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah.3

Al-Qur’an menggunakan alam sebagai “ayat” untuk perenungan dan pelajaran teologis. Ini memiliki fungsi ganda: pedagogis/moral, untuk mengajarkan kebenaran spiritual melalui metafora alam yang dapat dipahami (misalnya, kelemahan berhala palsu seperti sarang laba-laba), dan evidensial/apologetik, untuk berfungsi sebagai bukti empiris asal-usul ilahinya. Hubungan sebab-akibatnya adalah bahwa sumber ilahi Al-Qur’an memungkinkannya untuk menyematkan detail yang akurat, yang kemudian berfungsi sebagai alat pengajaran dan bukti keasliannya. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an menarik bagi iman dan akal, mengundang penyelidikan intelektual ke alam sebagai jalan menuju keyakinan spiritual.

Al-Qur’an, yang diturunkan pada abad ke-7, mengandung detail (seperti kata kerja feminin untuk pembangunan jaring) yang tidak dipahami secara ilmiah sampai jauh kemudian. Ini menunjukkan konsep “pembukaan” pengetahuan seiring waktu. Hubungan sebab-akibatnya adalah bahwa sumber ilahi, yang memiliki pengetahuan lengkap tentang ciptaan, mengungkapkan fakta-fakta tertentu yang menjadi dapat dipahami dan diverifikasi hanya seiring kemajuan pemahaman ilmiah manusia. Ini menyiratkan bahwa relevansi Al-Qur’an bersifat abadi; ayat-ayatnya dapat mengungkapkan lapisan makna dan kebenaran baru seiring dengan perluasan pengetahuan manusia, terus-menerus menegaskan kepengarangan ilahinya di berbagai era dan kemajuan ilmiah.

BACA JUGA:   Isyarat Ayat Sains Dalam Al-Qur'an

Kesimpulan: Harmoni Wahyu dan Sains

Analisis mendalam terhadap Surah Al-Ankabut ayat 41 mengungkapkan keselarasan yang luar biasa antara wahyu ilahi dan penemuan ilmiah modern. Diksi feminin “اتخذت” dalam Al-Qur’an secara akurat mengisyaratkan peran dominan laba-laba betina dalam membangun jaring, sebuah fakta yang kini menjadi konsensus dalam ilmu arachnologi modern.6 Lebih lanjut, konsep “rumah laba-laba yang paling lemah” tidak hanya merujuk pada kerapuhan fisik struktural jaring, tetapi juga pada kerapuhan sosial dan familial dalam kehidupan laba-laba, yang dicirikan oleh fenomena kanibalisme seksual dan filial.4

Pengetahuan sedetail ini sangat tidak mungkin diketahui oleh manusia pada abad ke-7 Masehi. Pada masa itu, ilmu zoologi di Jazirah Arab masih sangat terbatas, berfokus pada hewan domestik dan observasi umum yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, tanpa adanya penelitian sistematis atau mikroskopis terhadap serangga atau arachnida.27 Oleh karena itu, keberadaan informasi ini dalam Al-Qur’an mengindikasikan sumber pengetahuan yang melampaui kemampuan observasi manusia pada zamannya.

Al-Qur’an membahas fenomena alam bukan sebagai buku sains, melainkan sebagai “ayat” (tanda) untuk mendorong manusia merenungkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Perumpamaan laba-laba ini berfungsi sebagai pelajaran moral yang mendalam tentang kerapuhan segala bentuk sandaran selain Allah, menegaskan prinsip tauhid, dan menunjukkan ketidakberdayaan makhluk.3

Keselarasan yang ditemukan antara wahyu Al-Qur’an dan sains modern dalam kasus ini secara signifikan memperkuat klaim bahwa Al-Qur’an adalah firman Tuhan Yang Maha Mengetahui, yang menciptakan laba-laba itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan Al-Qur’an tidak terikat oleh batasan pemahaman manusia pada era tertentu. Asal-usul ilahi Al-Qur’an memungkinkannya untuk melampaui keterbatasan ilmiah temporal. Ini berarti Al-Qur’an adalah teks abadi, di mana “keajaiban ilmiahnya” berfungsi sebagai bukti berkelanjutan dari kepengarangan ilahinya, terus-menerus menarik bagi generasi baru seiring kemajuan pemahaman ilmiah.

Laporan ini menunjukkan bagaimana sebuah teks keagamaan dapat mengandung informasi yang dapat diverifikasi secara empiris, menjembatani kesenjangan antara iman (wahyu) dan penyelidikan ilmiah (sains). Asal-usul ilahi Al-Qur’an, sebagai Pencipta alam semesta dan akal manusia, memungkinkan penyediaan informasi yang dapat divalidasi melalui perenungan spiritual dan observasi empiris. Ini menyiratkan bahwa, dari perspektif Islam, sains dan agama tidaklah bertentangan melainkan saling melengkapi sebagai jalan menuju pemahaman kebenaran tertinggi. Penemuan ilmiah menjadi “tanda” yang memperdalam iman, sementara iman memberikan kerangka kerja untuk memahami tujuan dan makna di balik fakta-fakta ilmiah. Hal ini mendorong pandangan dunia yang holistik, di mana pengetahuan dari semua sumber pada akhirnya menunjuk pada satu asal-usul ilahi.

Download File PDF: Laba-laba Betina dalam Al-Qur’an


Karya yang dikutip

  1. Tafsir Surat Al-‘Ankabut ayat 41, diakses Juni 20, 2025, https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-29-al-‘ankabut/ayat-41
  2. Surat Al-‘Ankabut Ayat 41 Arab, Latin, Terjemah dan Tafsir | Baca di TafsirWeb, diakses Juni 20, 2025, https://tafsirweb.com/7267-surat-al-ankabut-ayat-41.html
  3. The scientific miracle of (the spider) chapter – Zaghloul Al-Najjar – Islamway, diakses Juni 20, 2025, https://en.islamway.net/article/30503/the-scientific-miracle-of-the-spider-chapter
  4. The Quran on Spider Webs (part 1 of 2) – The Religion of Islam, diakses Juni 20, 2025, https://www.islamreligion.com/articles/11084/quran-on-spider-webs-part-1
  5. Sohaib Saeed’s Reflection on Surah Al-Ankaboot:41 | QuranReflect, diakses Juni 20, 2025, https://quranreflect.com/posts/13249
  6. female spiders build the web, diakses Juni 20, 2025, https://mail.server.almerja.com/en/more.php?pid=2623
  7. female spiders build the web, diakses Juni 20, 2025, https://almerja.com/en/more.php?pid=2623
  8. Al-Quran Online ini, ajakan untuk mendalami AlQuran sambil mencari ridho dan cinta Allah semata, diakses Juni 20, 2025, https://quran.bblm.go.id/?id=28901
  9. Signs in the Universe:Al-Ankabut (The Spider) | QR | Qur’an Reflections, diakses Juni 20, 2025, https://quranreflections.wordpress.com/2011/12/02/signs-in-the-universeal-ankabut-the-spider/
  10. Kedudukan Semut, Laba-laba dan Lebah dalam Al Quran – Umroh.com, diakses Juni 20, 2025, https://umroh.com/blog/kedudukan-semut-laba-laba-dan-lebah/
  11. (PDF) Menyingkap Makna Amtsal Laba-laba dalam Al-Qur’an – ResearchGate, diakses Juni 20, 2025, https://www.researchgate.net/publication/361666844_Menyingkap_Makna_Amtsal_Laba-laba_dalam_Al-Qur’an
  12. Biology of Spiders by Rainer Foelix | eBook | Barnes & Noble®, diakses Juni 20, 2025, https://www.barnesandnoble.com/w/biology-of-spiders-rainer-foelix/1100157681
  13. Biology of Spiders: 9780199734825: Foelix, Rainer: Books – Amazon.com, diakses Juni 20, 2025, https://www.amazon.com/Biology-Spiders-Rainer-Foelix/dp/0199734828
  14. spider biology – Assets – Cambridge University Press, diakses Juni 20, 2025, https://assets.cambridge.org/97805217/65299/excerpt/9780521765299_excerpt.pdf
  15. Introduction: spider biology (Chapter 1) – Spider Behaviour – Cambridge University Press, diakses Juni 20, 2025, https://www.cambridge.org/core/books/spider-behaviour/introduction-spider-biology/045930CB1FD851B83CEB9870E240168A
  16. Invertebrate Zoology: A Functional Evolutionary Approach – Amazon.com, diakses Juni 20, 2025, https://www.amazon.com/Invertebrate-Zoology-Functional-Evolutionary-Approach/dp/0030259827
  17. Invertebrate Zoology: A Functional Evolutionary Approach – Edward E. Ruppert, Richard S. Fox, Robert D. Barnes – Google Books, diakses Juni 20, 2025, https://books.google.com/books/about/Invertebrate_Zoology.html?id=xlTJngEACAAJ
  18. Invertebrate Medicine – download, diakses Juni 20, 2025, http://download.e-bookshelf.de/download/0000/5715/85/L-G-0000571585-0002358256.pdf
  19. If You’re Scared of Spiders, Don’t Watch This | National Geographic – YouTube, diakses Juni 20, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=qdRuKC0rLLQ
  20. Spiders’ web-making secrets unraveled – JHU Hub – Johns Hopkins University, diakses Juni 20, 2025, https://hub.jhu.edu/2021/11/02/spiders-web-secrets-unraveled/
  21. Fear vs. Fascination: Exploring the Incredible Abilities of Spiders | FULL DOCUMENTARY, diakses Juni 20, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=8d_cCeeF7rQ&pp=0gcJCdgAo7VqN5tD
  22. Keajaiban Arsitektur Laba-Laba – RRI.co.id, diakses Juni 20, 2025, https://www.rri.co.id/lain-lain/1520176/keajaiban-arsitektur-laba-laba
  23. Spider – Garden City Plastics, diakses Juni 20, 2025, https://gardencityplastics.com/spider-usp
  24. Climate Change, Extreme Temperatures and Sex-Related Responses in Spiders – PMC, diakses Juni 20, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10136024/
  25. LABA-LABA SEBAGAI PREDATOR SAHABAT UNTUK PETANI | Dinas Pertanian, diakses Juni 20, 2025, https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/48_laba-laba-sebagai-predator-sahabat-untuk-petani
  26. Spider Sense: Study tracks how web-building arachnids adapt to noise – | Nebraska Today, diakses Juni 20, 2025, https://news.unl.edu/article/spider-sense-study-tracks-how-web-building-arachnids-adapt-to-noise
  27. Zoology – Cities of Light, diakses Juni 20, 2025, https://www.islamicspain.tv/the-science-and-culture-of-islamic-spain/25-subjects-of-science-and-culture/zoology/
  28. Pre-Islamic Arabia | World Civilizations I (HIS101) – Biel – Lumen Learning, diakses Juni 20, 2025, https://courses.lumenlearning.com/suny-fmcc-boundless-worldhistory/chapter/pre-islamic-arabia/
  29. Animals in Islam – Wikipedia, diakses Juni 20, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Animals_in_Islam
  30. The Arabian Peninsula in the seventh century, diakses Juni 20, 2025, https://www.reonline.org.uk/wp-content/uploads/2019/05/5-Arabian-Peninsula-in-7-cent.pdf
  31. Science in the medieval Islamic world – Wikipedia, diakses Juni 20, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Science_in_the_medieval_Islamic_world
  32. Islamic Bioethics: Animal Research | Oxford Research Encyclopedia of Religion, diakses Juni 20, 2025, https://oxfordre.com/religion/display/10.1093/acrefore/9780199340378.001.0001/acrefore-9780199340378-e-1230?d=%2F10.1093%2Facrefore%2F9780199340378.001.0001%2Facrefore-9780199340378-e-1230&p=emailAO88t1Wci3GEg
  33. Cultural depictions of spiders – Wikipedia, diakses Juni 20, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Cultural_depictions_of_spiders
  34. Significance of Spiders in Science and Religion: An Overview – ResearchGate, diakses Juni 20, 2025, https://www.researchgate.net/publication/363259396_Significance_of_Spiders_in_Science_and_Religion_An_Overview
  35. 66 PENDAHULUAN Al-Qur’an secara ilmu kebahasaan berakar dari kata qaraa yaqrau quranan yang berarti “bacaan atau yang dibaca – Neliti, diakses Juni 20, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/225319-al-quran-dan-ilmu-pengetahuan-86bc1365.pdf
  36. Alam Semesta Menurut Al-Qur’an Muhammad Zaini Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh Email, diakses Juni 20, 2025, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse/article/download/8073/4719

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *