Pendahuluan: Proklamasi Mendasar dalam Induk Kitab Suci
Surah Al-Fatihah, surah pembuka dalam Al-Qur’an, menempati posisi yang sangat penting dalam kitab suci dan praktik Islam. Surah ini tidak hanya sekadar “Pembuka” (Al-Fatihah), tetapi juga dihormati dengan banyak gelar kehormatan yang membuktikan kedalaman dan sentralitasnya. Di antara nama-nama yang paling menonjol adalah Umm al-Qur’an (Ibu Al-Qur’an) dan Umm al-Kitab (Ibu Kitab Suci), sebutan yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad (ﷺ) dan mayoritas ulama. Gelar-gelar ini menandakan bahwa surah ini bukan hanya sekadar kata pengantar, melainkan matriks dari Al-Qur’an itu sendiri, sebuah ringkasan yang padat namun komprehensif yang mengandung esensi dari seluruh pesan Al-Qur’an. Tujuh ayatnya, yang dikenal sebagai As-Sab’ul Mathani (Tujuh Ayat yang Diulang-ulang), adalah anugerah ilahi yang diberikan kepada Nabi (ﷺ), yang merangkum prinsip-prinsip dasar iman, hakikat ibadah, dan permohonan petunjuk ilahi (hidayah). Pembacaan Al-Fatihah adalah rukun yang tak terpisahkan dari salat harian (Salah), menjadikannya bagian yang paling sering dibaca dalam kehidupan seorang Muslim.
Di dalam surah yang mendasar ini, ayat kedua, Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ), berfungsi sebagai pernyataan iman pertama seorang mukmin setelah menyebut nama Allah dalam Basmalah. Ini adalah sapaan langsung pertama seorang hamba kepada Sang Ilahi, yang membangun hubungan fundamental antara yang diciptakan dan Sang Pencipta. Hubungan ini segera didefinisikan sebagai hubungan yang didasarkan pada pujian (hamd), rasa syukur yang mendalam (shukr), dan pengakuan yang tegas atas Ketuhanan (Rububiyyah) Allah yang mutlak dan universal atas seluruh alam semesta. Frasa ini adalah titik awal dari sebuah dialog ilahi; sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah Hadis Qudsi, ketika seorang hamba menyatakan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,” Allah menjawab, “Hamba-Ku telah memuji-Ku”.1
Laporan ini akan melakukan analisis berlapis terhadap ayat tunggal ini, mengeksplorasi sifat mukjizatnya melalui lensa doktrin Islam tentang I’jaz al-Qur’an—kemukjizatan Al-Qur’an, yang menyatakan bahwa kualitasnya, baik dalam isi maupun bentuk, bersifat ajaib yang tidak dapat ditiru oleh ucapan manusia mana pun.3 Ayat “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” berdiri sebagai mikrokosmos yang kuat dari doktrin ini, yang memanifestasikan integrasi yang sempurna dan mulus dari berbagai dimensi kemukjizatan. Analisis ini akan dilanjutkan dalam tiga bagian, masing-masing didedikasikan untuk aspek yang berbeda dari komposisi ajaibnya:
- I’jaz Sawti (Mukjizat Fonetik): Sebuah pengujian terhadap struktur suara ayat, dengan fokus pada urutan titik artikulasi (makhārij al-hurūf) yang harmonis dan direkayasa secara ilahi serta keseimbangan kualitas fonetiknya (sifat al-hurūf).
- I’jaz Lughawi (Mukjizat Linguistik): Sebuah dekonstruksi terperinci dari kerangka leksikal dan gramatikal ayat, yang mencakup presisi morfologis (‘Ilm al-Sharf) dan kefasihan sintaksis (‘Ilm al-Nahwu wa al-I’rab).
- I’jaz Ma’nawi (Mukjizat Semantik): Sebuah eksplorasi mendalam tentang kedalaman makna yang terkandung dalam setiap kata, dengan mengacu pada tafsir-tafsir klasik yang otoritatif untuk mengungkapkan pandangan dunia teologis dan kosmologis yang komprehensif yang ditetapkannya.
Melalui pendekatan terpadu ini, laporan ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa frasa “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” bukan sekadar kumpulan kata, melainkan sebuah realitas yang dirancang secara ilahi, di mana suara, struktur, dan makna menyatu untuk membentuk sebuah ekspresi pujian yang mutlak, universal, dan tak tertandingi.
Bagian I: Mukjizat Fonetik (I’jaz Sawti) – Sebuah Simfoni Artikulasi
Kemukjizatan Al-Qur’an dimulai dari tingkat yang paling mendasar: tingkat suara. Konsep I’jaz Sawti, atau mukjizat fonetik, menyatakan bahwa sifat akustik dan dinamika artikulatoris dari teks Al-Qur’an diatur secara ilahi untuk menghasilkan efek keindahan, harmoni, dan kemudahan pengucapan yang tak tertandingi.4 Frasa “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” berfungsi sebagai contoh utama dari fenomena ini. Tindakan fisik pengucapannya mengungkapkan sebuah perjalanan fonetik yang dirancang dengan cermat, sebuah perkembangan suara yang secara fisiologis alami dan secara spiritual beresonansi. Bagian ini akan menganalisis mukjizat fonetik ini dengan menguji urutan titik artikulasinya, keseimbangan kualitas hurufnya, dan signifikansi metaforis yang mendalam dari aliran akustiknya.
Perjalanan Suara: Urutan Progresif Makhārij al-Hurūf
Analisis terperinci tentang titik-titik artikulasi (makhārij al-hurūf) untuk setiap huruf dalam frasa ini mengungkapkan sebuah perkembangan yang luar biasa dan sistematis.7 Suara berasal dari bagian terdalam alat vokal manusia dan mengalir dengan lancar ke arah bibir, menciptakan aliran pengucapan yang alami dan mudah yang menghindari bentrokan fonetik atau transisi yang canggung. Perjalanan ini dapat dipetakan sebagai berikut:
- Tenggorokan Terdalam (Aqsa al-Halq): Ucapan dimulai dengan huruf Hamzah (ء) dalam kata اَلْحَمْدُ (Al-Hamdu). Hamzah adalah hentian glotal yang dihasilkan di bagian paling bawah tenggorokan, pada pita suara.7 Ini adalah titik artikulasi yang paling dalam, yang mewakili awal mula suara vokal. Dengan demikian, frasa ini dimulai dari titik asal yang paling dalam di dalam diri pembicara.
- Tenggorokan Tengah (Wasat al-Halq): Segera setelah huruf-huruf awal, suara bergerak sedikit ke depan ke tengah tenggorokan, area epiglotis. Wilayah ini bertanggung jawab untuk menghasilkan dua suara yang paling ikonik dan menantang dalam bahasa Arab, yang keduanya ada dalam frasa pendek ini: huruf Ḥā’ (ح) dalam الْحَمْدُ (al-Ḥamdu) dan huruf ‘Ayn (ع) dalam الْعَـٰلَمِينَ (al-‘Ālamīn).7 Penyertaan kedua suara gutural yang kuat ini menambatkan frasa di inti saluran vokal, memberinya rasa kedalaman dan keaslian.
- Lidah (Al-Lisan): Dari tenggorokan, titik artikulasi bergerak ke depan untuk melibatkan organ bicara yang paling serbaguna: lidah. Beberapa titik di sepanjang lidah diaktifkan dalam urutan yang lancar:
- Ujung lidah menyentuh gusi atas untuk menghasilkan Lām (ل) dalam الْحَمْدُ, لِلَّهِ, dan الْعَالَمِينَ; Dāl (د) dalam الْحَمْدُ; dan Nūn (ن) dalam الْعَالَمِيــنَ.8
- Bagian belakang ujung lidah bergetar di langit-langit atas untuk menghasilkan Rā’ (ر) yang tegas dalam رَبِّ (Rabbi), menambahkan kualitas otoritas yang berbeda pada suara.8
- Bibir (Asy-Syafah): Perjalanan fonetik melanjutkan alirannya ke luar menuju bibir, yang digunakan untuk menghasilkan dua suara bilabial:
- Mīm (م), yang dibentuk dengan menutup bibir, ditemukan dalam الْحَــمْـدُ dan الْعَالَــمِـينَ.8
- Bā’ (ب), juga dibentuk oleh penutupan bibir tetapi dengan pelepasan yang lebih plosif, muncul dalam رَبِّ (Rabbi).8
- Rongga Mulut dan Hidung (Al-Jauf & Al-Khaisyum): Frasa ini diselingi dan diakhiri dengan suara yang beresonansi melalui rongga terbuka, memungkinkan ucapan mencapai kekayaan akustik penuhnya. Vokal panjang—Alif (ا) dalam الْعَــالَمِينَ dan Yā’ (ي) dalam الْعَالَمِــيــنَ—berasal dari rongga mulut (Al-Jauf), memberikan perpanjangan merdu dan penutup yang anggun pada kata-kata.7 Kualitas nasal (ghunnah) dari Mīm (م) dan Nūn (ن) beresonansi di rongga hidung (Al-Khaisyum), menambahkan kontinuitas dengungan yang lembut pada suara.7
Wawasan Lebih Dalam: “Aliran Keluar” sebagai Metafora Proklamasi Ilahi
Perkembangan berurutan dari titik artikulasi terdalam ke terluar ini bukan hanya sebuah prestasi ergonomi fonetik; ini berfungsi sebagai metafora fisik yang mendalam untuk tindakan pujian yang dilambangkan oleh ayat tersebut. Perjalanan suara mencerminkan sebuah jalur konseptual dan spiritual. Ini dimulai di tenggorokan (al-halq), sumber fisiologis ekspresi, yang dapat dilihat sebagai analog dengan hati (al-qalb) atau jiwa (ar-rūḥ), sumber batin dari iman dan niat. Dari asal internal ini, suara mengalir ke luar, dibentuk oleh lidah dan diartikulasikan oleh bibir, bermanifestasi sebagai proklamasi eksternal kepada dunia.
Makna “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” adalah persis seperti ini: sebuah eksternalisasi dari keadaan batin yang penuh kekaguman, rasa syukur, dan ketundukan. Ini adalah terjemahan dari iman yang bersemayam di hati menjadi sebuah proklamasi di lidah. Oleh karena itu, bentuk fisik dari ucapan tersebut secara sempurna mewujudkan fungsi semantik dan spiritualnya. Artikulasi yang benar dari ayat tersebut memerlukan perjalanan suara yang mengalir dari internal ke eksternal, mencerminkan bagaimana keyakinan menjadi deklarasi. Penyelarasan yang luhur antara produksi fisiologis dengan tujuan spiritual ini adalah elemen inti dari I’jaz Sawti ayat tersebut. Harmoni suaranya bukan hanya untuk kesenangan estetika tetapi secara intrinsik terkait dengan maknanya, menciptakan pengalaman holistik bagi orang yang membaca dan orang yang mendengarkan.
Keseimbangan Atribut (Sifat al-Hurūf): Harmoni Kekuatan dan Kelembutan
Di luar urutan titik artikulasi, mukjizat fonetik juga terbukti dalam keseimbangan yang mahir dari kualitas intrinsik (sifat) huruf-hurufnya. Fonologi Arab mengkategorikan huruf berdasarkan karakteristik seperti aliran udara (Hams vs. Jahr) dan aliran suara (Shiddah vs. Rakhawah vs. Tawassut). Huruf-huruf dalam “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” dipilih dan diatur untuk menciptakan suara yang sekaligus megah dan berwibawa, namun tetap lancar dan enak didengar, menghindari kekerasan atau disonansi fonetik.13
Elemen kunci dari keseimbangan ini adalah prevalensi huruf dengan kualitas Tawassut (pertengahan). Huruf-huruf ini—‘Ayn (ع), Lām (ل), Nūn (ن), Rā’ (ر), dan Mīm (م)—tidak sepenuhnya berhenti (plosif, Shiddah) atau sepenuhnya berlanjut (frikatif, Rakhawah). Kehadiran mereka mendominasi frasa dan memastikan tekstur akustik yang halus dan mengalir.14 Ini mencegah ucapan terdengar terputus-putus atau tiba-tiba, yang akan terjadi dengan kelebihan huruf Shiddah, dan juga menghindari napas berlebihan yang akan dihasilkan dari terlalu banyak huruf Rakhawah.
Selanjutnya, frasa ini hampir seluruhnya terdiri dari huruf-huruf Istifal (penurunan bagian belakang lidah), yang menghasilkan suara yang lebih ringan dan lebih ramping (tarqiq). Ini membuat frasa secara umum mudah diartikulasikan oleh lidah. Namun, keringanan keseluruhan ini diselingi dan ditambatkan oleh kualitas yang kuat dan tegas (tafkheem) dari huruf Rā’ (ر) dalam رَبِّ (Rabbi). Getaran dan beratnya Rā’ memberikan rasa otoritas, keseriusan, dan keagungan yang nyata pada deklarasi Ketuhanan Allah, yang sangat sesuai dengan makna kata Rabb. Interaksi yang halus antara keringanan umum frasa dan keberatan spesifik dari Rabb ini adalah bukti dari desain ilahinya, di mana suara dikalibrasi dengan cermat untuk melayani makna.
Tabel 1: Analisis Fonetik Huruf-huruf dalam “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn”
Tabel berikut memberikan ringkasan sistematis tentang sifat-sifat fonetik dari setiap konsonan dalam frasa, yang mengilustrasikan perjalanan artikulatoris dan keseimbangan kualitas yang telah dibahas di atas.
Huruf (الحرف) | Kata (الكلمة) | Titik Artikulasi (المخرج) | Kualitas Utama (أهم الصفات) |
ء (Hamzah) | الحمد | Tenggorokan Terdalam (Aqsa al-Halq) | Jahr, Shiddah, Istifal, Infitah |
ل (Lām) | الحمد | Ujung lidah ke gusi atas | Jahr, Tawassut, Istifal, Infitah |
ح (Ḥā’) | الحمد | Tenggorokan Tengah (Wasat al-Halq) | Hams, Rakhawah, Istifal, Infitah |
م (Mīm) | الحمد | Bibir (Asy-Syafah) | Jahr, Tawassut, Istifal, Infitah, Ghunnah |
د (Dāl) | الحمد | Ujung lidah ke akar gigi seri atas | Jahr, Shiddah, Istifal, Infitah, Qalqalah |
ل (Lām) | لله | Ujung lidah ke gusi atas | Jahr, Tawassut, Istifal, Infitah |
هـ (Hā’) | لله | Tenggorokan Terdalam (Aqsa al-Halq) | Hams, Rakhawah, Istifal, Infitah |
ر (Rā’) | رب | Ujung lidah (sisi belakang) | Jahr, Tawassut, Istifal (di sini), Infitah, Takrir |
ب (Bā’) | رب | Bibir (Asy-Syafah) | Jahr, Shiddah, Istifal, Infitah, Qalqalah |
ع (‘Ayn) | العالمين | Tenggorokan Tengah (Wasat al-Halq) | Jahr, Tawassut, Istifal, Infitah |
ل (Lām) | العالمين | Ujung lidah ke gusi atas | Jahr, Tawassut, Istifal, Infitah |
م (Mīm) | العالمين | Bibir (Asy-Syafah) | Jahr, Tawassut, Istifal, Infitah, Ghunnah |
ن (Nūn) | العالمين | Ujung lidah ke gusi atas | Jahr, Tawassut, Istifal, Infitah, Ghunnah |
Catatan: Tabel ini berfokus pada konsonan. Vokal panjang Alif (ا) dan Yā’ (ي) berasal dari rongga mulut (Al-Jauf) dan ditandai dengan Jahr dan Rakhawah.
Peta fonetik terperinci ini mengungkapkan sebuah komposisi dengan kecanggihan yang luar biasa. Aliran artikulasi yang mulus, dikombinasikan dengan keseimbangan atribut fonetik yang mahir, menjadikan frasa “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” sebagai bukti kemukjizatan fonetik Al-Qur’an, di mana suara itu sendiri adalah sebuah keajaiban yang memperkuat maknanya yang mendalam.
Bagian II: Mukjizat Leksikal dan Gramatikal (I’jaz Lughawi) – Presisi dalam Bentuk dan Struktur
Kemukjizatan linguistik (I’jaz Lughawi) Al-Qur’an dimanifestasikan dalam kefasihan yang tak tertandingi, presisi pilihan kata, dan kedalaman struktur gramatikalnya.4 Setiap keputusan leksikal dan sintaksis sarat dengan lapisan makna yang tidak dapat disampaikan dengan kedalaman dan keringkasan seperti itu oleh frasa alternatif mana pun. Ayat “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” adalah sebuah kelas master dalam mukjizat linguistik ini. Sebuah analisis dari perspektif morfologi (‘Ilm al-Sharf) dan sintaksis (‘Ilm al-Nahwu wa al-I’rab) mengungkapkan bahwa bentuk kata dan struktur kalimat itu sendiri dirancang secara ilahi untuk menetapkan kebenaran paling fundamental dari teologi Islam.
Analisis Morfologis (‘Ilm al-Sharf): Kejeniusan Pembentukan Kata
Morfologi, atau ‘Ilm al-Sharf, adalah ilmu tentang pembentukan kata.15 Ia mengkaji bagaimana kata-kata diturunkan dari huruf-huruf akar dan bagaimana pola-polanya (awzān) membentuk maknanya. Dekonstruksi morfologis dari kata-kata benda kunci dalam ayat ini mengungkapkan pilihan-pilihan yang disengaja yang membawa bobot teologis yang sangat besar.
- الْحَمْدُ (Al-Hamdu): Esensi Pujian
- Akar Kata: Kata ini berasal dari akar triliteral ح-م-د (ḥ-m-d), yang secara universal menandakan pujian, sanjungan, dan penghargaan.17
- Bentuk: Al-Hamdu adalah bentuk definit dari kata benda verbal (mashdar) حَمْد (ḥamd), yang berasal dari kata kerja ḥamida (memuji). Pilihan mashdar sangat signifikan. Bentuk kata kerja akan menunjukkan tindakan yang dilakukan oleh subjek pada waktu tertentu. Sebaliknya, kata benda verbal mewakili konsep atau esensi murni dan abstrak dari tindakan itu sendiri. Dengan menggunakan mashdar “Al-Hamdu,” Al-Qur’an tidak hanya menggambarkan tindakan memuji; ia berbicara tentang “Pujian” sebagai realitas absolut dan independen. Ini adalah esensi pujian itu sendiri yang dibahas, bukan satu contoh tunggal dan sementara darinya.
- رَبِّ (Rabbi): Keadaan Ketuhanan
- Akar Kata: Kata ini berasal dari akar geminat ر-ب-ب (r-b-b). Makna inti dari akar ini berkisar pada memelihara, menopang, membesarkan, memiliki, dan menguasai sesuatu.18
- Bentuk: Kata رَبّ (rabb) adalah kata benda yang berasal dari akar ini. Bentuknya bukan partisip aktif (ism fā’il) seperti rābb (orang yang menjadi tuan). Sebaliknya, bentuk rabb menunjukkan keadaan yang permanen. Ini menandakan Dia yang secara inheren dan terus-menerus adalah Tuhan dan Pemelihara. Ini bukan peran yang Dia ambil atau tindakan yang Dia lakukan sesekali; ini adalah kualitas intrinsik dari esensi-Nya. Pilihan morfologis ini menetapkan Ketuhanan-Nya sebagai atribut yang permanen dan tidak berubah.
- الْعَالَمِينَ (Al-‘Ālamīn): Ciptaan yang Bersatu
- Akar Kata: Kata ini berasal dari akar ع-ل-م (ʿ-l-m), yang secara intrinsik terkait dengan konsep pengetahuan (‘ilm), mengetahui, dan tanda atau penanda (‘alāmah).19 Hubungan etimologis ini sangat penting: alam semesta (al-‘ālamīn) bukanlah kumpulan hal-hal acak, tetapi merupakan tanda-tanda (‘alāmāt) yang menunjuk pada pengetahuan dan kekuasaan Penciptanya.
- Bentuk: Kata ini adalah bentuk jamak maskulin beraturan (jam’ mudzakkar salim) dari kata benda tunggal ‘ālam (dunia, alam semesta). Bentuk jamak khusus ini adalah salah satu mukjizat morfologis yang paling halus namun kuat dalam ayat ini.
Wawasan Lebih Dalam: Anomali Morfologis ‘Ālamīn sebagai Pemersatu Universal
Dalam tata bahasa Arab standar, akhiran jamak maskulin beraturan (-ūna/-īna) biasanya diperuntukkan bagi makhluk rasional dan berakal, terutama manusia laki-laki, malaikat, atau jin. Bentuk jamak yang diharapkan untuk kolektif tak bernyawa atau campuran gender seperti “dunia” adalah jamak tak beraturan (jam’ taksīr), seperti عَوَالِم (awālim). Pilihan Al-Qur’an yang disengaja untuk menggunakan bentuk jamak yang “lebih tinggi”, الْعَالَمِينَ, adalah penyimpangan dari norma gramatikal ini.19
Dari perspektif linguistik sekuler murni, ini mungkin dilihat sebagai inkonsistensi gramatikal atau anomali. Namun, dalam kerangka retorika Al-Qur’an dan I’jaz, ini bukan kesalahan tetapi pilihan gaya yang mendalam yang melayani tujuan teologis yang krusial. Dengan menerapkan bentuk jamak yang terkait dengan rasionalitas, kehormatan, dan agensi pada keseluruhan ciptaan, Al-Qur’an mengangkat dan mempersonifikasikan kosmos. Ini menyajikan alam semesta bukan sebagai kumpulan objek yang berbeda-beda, tak bernyawa, dan makhluk tanpa pikiran, tetapi sebagai satu kerajaan yang tunggal, bersatu, dan teratur. Pilihan gramatikal ini menyiratkan bahwa setiap atom, setiap bintang, setiap tumbuhan, dan setiap makhluk, baik yang dianggap “rasional” oleh standar manusia atau tidak, adalah bagian dari keseluruhan yang koheren yang secara rasional tunduk pada, dan berfungsi sebagai tanda sadar (‘alāmah) untuk Rabb tunggalnya. “Anomali” morfologis ini dengan demikian menjadi wahana linguistik untuk pandangan dunia teologis dan kosmologis yang canggih, menanamkan konsep ciptaan yang bertujuan dan bersatu langsung ke dalam struktur satu kata.
Analisis Sintaksis (‘Ilm al-Nahwu wa al-I’rab): Kefasihan Struktur Kalimat
Sintaksis, atau ‘Ilm al-Nahwu, mengatur hubungan antara kata-kata dalam sebuah kalimat dan keadaan gramatikalnya (I’rab).15 Struktur gramatikal “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” adalah sebuah mahakarya presisi dan kefasihan. Uraian terperinci (I’rab) adalah sebagai berikut:
- الْحَمْدُ (Al-Hamdu): Ini adalah Mubtada’ (subjek nominal) dari kalimat tersebut. Ia marfū’ (dalam kasus nominatif), ditandai dengan dhammah pada huruf terakhir.21
- لِلَّهِ (Lillāhi): Ini terdiri dari preposisi (harf jarr) لِـ (li-), yang berarti “untuk” atau “milik,” dan nama Allah (اسْمُ الْجَلَالَةِ) yang majrūr (dalam kasus genitif), ditandai dengan kasrah. Bersama-sama, mereka membentuk frasa preposisional (shibhu jumlah). Frasa ini berfungsi sebagai Khabar (predikat) dari kalimat tersebut, berada dalam posisi gramatikal raf’ (nominatif).21
- رَبِّ (Rabbi): Kata ini memiliki dua kemungkinan analisis gramatikal, keduanya benar dan saling melengkapi. Ia bisa menjadi Sifah (kata sifat atau atribut) yang menggambarkan Allah, atau Badal (aposisi) yang lebih lanjut merinci “Allah.” Dalam kedua kasus tersebut, ia majrūr (genitif) karena mengikuti keadaan gramatikal “Allah”.21 Ia juga merupakan Mudhāf (istilah pertama dari konstruksi genitif, atau iḍāfah).
- الْعَالَمِينَ (Al-‘Ālamīn): Ini adalah Mudhāf Ilaih (istilah kedua dari konstruksi genitif), melengkapi frasa “Tuhan semesta alam.” Ia majrūr (genitif), dan tanda berada dalam kasus genitif adalah huruf يَاء (yā’), karena ia adalah jamak maskulin beraturan (atau, lebih tepatnya, lampiran pada jamak maskulin beraturan, mulḥaq bi-jam’ al-mudzakkar al-sālim).21
Wawasan Lebih Dalam: Kalimat Nominal sebagai Deklarasi Kebenaran Mutlak
Pilihan sintaksis yang paling signifikan dalam ayat ini adalah konstruksinya sebagai Jumlah Ismiyah (kalimat nominal), yang dimulai dengan kata benda, bukan Jumlah Fi’liyah (kalimat verbal), yang dimulai dengan kata kerja. Pilihan ini fundamental bagi pesan teologis ayat tersebut. Dalam retorika Arab, kalimat verbal menunjukkan kejadian, pembaruan, dan temporalitas (hudūth wa tajaddud), sedangkan kalimat nominal menunjukkan keabadian, stabilitas, dan ketidakterbatasan waktu (thubūt wa istimrār).24
Seandainya Al-Qur’an menggunakan kalimat verbal, seperti أَحْمَدُ اللهَ (Aḥmadu-llāh, “Aku memuji Allah”) atau نَحْمَدُ اللهَ (Naḥmadu-llāh, “Kami memuji Allah”), tindakan memuji akan dibingkai sebagai peristiwa sementara, yang diprakarsai oleh subjek tertentu (hamba) dan terikat oleh waktu. Itu akan menggambarkan tindakan kita dalam memuji.
Sebaliknya, kalimat nominal الْحَمْدُ لِلَّهِ (Al-Hamdu Lillāh) membuat pernyataan yang jauh lebih mendalam dan absolut. Di sini, “Pujian” (Al-Hamdu) itu sendiri adalah subjek kalimat. Struktur kalimat menyatakan bahwa Pujian, sebagai konsep absolut dan mencakup segalanya, secara inheren dan abadi adalah milik Allah.26 Ini adalah kebenaran objektif dan abadi. Formulasi gramatikal ini menghilangkan agensi hamba sebagai pencetus pujian. Ucapan kita “Alhamdulillah” bukanlah penciptaan pujian, tetapi hanya pengakuan, dan partisipasi dalam, realitas kosmik yang ada secara independen dari kita. Pujian itu ditetapkan untuk Allah baik ada yang mengucapkannya atau tidak. Pilihan sintaksis ini oleh karena itu merupakan landasan Tawhid (doktrin Keesaan Ilahi), menanamkan konsep kemandirian Allah dan hak-Nya yang mutlak dan abadi atas semua pujian langsung ke dalam tata bahasa kalimat.
Tabel 2: Rincian Gramatikal Komprehensif “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn”
Tabel berikut mensintesis analisis morfologis dan sintaksis, memberikan dekonstruksi lengkap dari setiap kata dalam frasa.
Kata (الكلمة) | Akar Kata (الجذر) | Bentuk/Pola (الوزن/الصيغة) | Fungsi Gramatikal (المحل من الإعراب) | Kasus & Tanda (الإعراب وعلامته) |
الْحَمْدُ | ح-م-د | Kata Benda Verbal (Mashdar) Bentuk I | Mubtada’ (Subjek) | Marfū’ (Nominatif) dengan Dhammah |
لِ | – | Preposisi (Harf Jarr) | – | Mabni (tetap) di atas Kasrah |
لِلَّهِ | أ-ل-ه | Nama Diri (Ism ‘Alam) | Ism Majrūr (Objek Preposisi) | Majrūr (Genitif) dengan Kasrah |
Shibhu Jumlah (Frasa Preposisional) di tempat Khabar (Predikat) | Dalam posisi Raf’ (Nominatif) | |||
رَبِّ | ر-ب-ب | Kata Benda (Ism) | Sifah (Atribut) atau Badal (Aposisi) dari “Allah”; juga Mudhāf | Majrūr (Genitif) dengan Kasrah |
الْعَالَمِينَ | ع-ل-م | Jamak Maskulin Beraturan (Jam’ Mudzakkar Salim) | Mudhāf Ilaih (Yang dimiliki) | Majrūr (Genitif) dengan Yā’ |
Analisis linguistik yang komprehensif ini menunjukkan bahwa “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” adalah sebuah struktur dengan kejeniusan yang mendalam. Setiap pilihan, dari huruf akar hingga pola kata dan jenis kalimat secara keseluruhan, dikalibrasi dengan cermat untuk menyampaikan kebenaran iman yang paling mendasar dengan keanggunan, presisi, dan kedalaman yang benar-benar tak tertandingi.
Bagian III: Mukjizat Semantik dan Eksegetis (I’jaz al-Ma’nawi) – Samudra Makna
Kemukjizatan semantik dan eksegetis (I’jaz al-Ma’nawi) Al-Qur’an terletak pada kedalaman makna yang tak terbatas yang terkandung dalam kata-kata dan ayat-ayatnya. Sebuah frasa tunggal dapat merangkum prinsip-prinsip teologis yang luas, realitas kosmologis, dan bimbingan spiritual. “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” adalah contoh utama, di mana setiap kata adalah gerbang menuju samudra makna. Mengambil dari tradisi kaya tafsir Al-Qur’an, terutama karya-karya otoritas klasik seperti Ibn Jarir al-Tabari, al-Qurtubi, dan Ibn Kathir, bagian ini akan mengeksplorasi konsep-konsep mendalam yang disampaikan oleh ayat ini.
Kedalaman الْحَمْدُ (Al-Hamdu): Melampaui Sekadar Terima Kasih
Ayat ini dimulai dengan deklarasi Al-Hamdu Lillāh. Pilihan kata Al-Hamd sangat tepat dan signifikan, membawa makna yang jauh lebih komprehensif daripada terjemahan umumnya sebagai “pujian” atau sinonim dekatnya, Asy-Syukr (terima kasih).
Para ulama tafsir dan bahasa Arab telah merinci perbedaan antara kedua istilah ini. Asy-Syukr adalah rasa terima kasih yang diungkapkan secara khusus sebagai respons terhadap nikmat atau berkah yang diterima. Ini adalah reaksi terhadap suatu manfaat. Al-Hamd, bagaimanapun, lebih umum dan mendalam. Ini adalah pujian yang ditawarkan karena dua alasan: pertama, untuk berkah dan nikmat yang diberikan (seperti shukr), dan kedua, untuk kesempurnaan inheren dari yang dipuji, untuk atribut-atribut keindahan dan keagungan intrinsik mereka, terlepas dari apakah seseorang telah mendapat manfaat pribadi dari mereka atau tidak.28 Kita memuji Allah tidak hanya untuk rezeki yang Dia berikan kepada kita tetapi juga untuk pengetahuan-Nya yang sempurna, keadilan-Nya yang mutlak, dan rahmat-Nya yang tak terbatas, atribut-atribut yang abadi milik-Nya. Seperti yang dilaporkan dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, Al-Hamdu Lillāh adalah “sebuah pernyataan yang disukai Allah untuk Diri-Nya, diridhai untuk Diri-Nya dan Dia suka jika itu diulang”.30
Selanjutnya, kata sandang definit ال (Al-) yang diawali pada Hamd ditafsirkan oleh sebagian besar mufasir sebagai Al lil-istighrāq, yang berarti menunjukkan kelengkapan dan mencakup seluruh genus (jins) dari kata bendanya. Oleh karena itu, الْحَمْدُ (Al-Hamdu) tidak hanya berarti “pujian” tetapi menandakan “Semua pujian, dalam segala bentuk, dari setiap makhluk, untuk sepanjang masa, adalah milik Allah semata”.31 Ini adalah pernyataan yang mencakup segalanya yang tidak meninggalkan bentuk pujian atau sanjungan di luar hak eksklusif Allah atasnya. Ini adalah, seperti yang dinyatakan oleh Ibn Jarir al-Tabari, sebuah deklarasi bahwa “semua rasa syukur adalah murni milik Allah, semata, bukan objek-objek apa pun yang disembah selain Dia, juga bukan ciptaan-Nya”.30
Dimensi رَبِّ (Rabb): Tuhan, Pemelihara, dan Penguasa
Segera setelah deklarasi pujian, ayat tersebut memberikan pembenaran utama untuk itu: karena Dia adalah رَبِّ الْعَالَمِينَ (Rabbil ‘Ālamīn). Istilah Rabb sering diterjemahkan sebagai “Tuhan,” tetapi satu kata dalam bahasa Inggris ini gagal menangkap maknanya yang kaya dan beragam dalam bahasa Arab. Komentar-komentar klasik menjelaskan bahwa konsep Rububiyyah (Ketuhanan) yang terkandung dalam kata Rabb terdiri dari setidaknya tiga dimensi fundamental 20:
- Tuan dan Pemilik (Al-Mālik wa al-Sayyid): Rabb menandakan Dia yang memiliki kepemilikan dan otoritas mutlak atas seluruh ciptaan. Dia adalah Tuan utama yang memiliki segalanya dan kepada-Nya semua urusan pada akhirnya kembali.
- Pemelihara dan Pemberi Nikmat (Al-Murabbī wa al-Mun’im): Ini mungkin makna yang paling sentral. Rabb adalah Dia yang tidak hanya menciptakan tetapi juga menopang, menyediakan, memberi makan, dan dengan penuh kasih membimbing perkembangan setiap hal yang ada, dari awal hingga keadaan sempurnanya. Ini termasuk rezeki fisik serta bimbingan spiritual.
- Penguasa dan Pengatur (Al-Qayyim wa al-Muslih): Rabb juga menunjukkan Dia yang memerintah, mengarahkan, dan mengendalikan semua urusan alam semesta. Dia adalah satu-satunya penguasa yang menjaga ketertiban dan membawa segala sesuatu ke keadaan yang benar.
Dengan menggunakan istilah Rabb, Al-Qur’an menetapkan bahwa hak Allah atas semua pujian tidaklah sewenang-wenang tetapi didasarkan pada peran-Nya yang aktif, konstan, dan mencakup segalanya sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa dari segala sesuatu yang ada.
Cakupan الْعَالَمِينَ (Al-‘Ālamīn): Semua Dunia, Semua Makhluk, Sepanjang Masa
Domain Ketuhanan Allah didefinisikan sebagai الْعَالَمِينَ (Al-‘Ālamīn). Ini adalah bentuk jamak dari kata عَالَم (‘ālam), yang berarti “dunia” atau “alam semesta.” Bentuk jamak ini tidak hanya menandakan satu dunia, tetapi pluralitas dunia dan alam eksistensi. Para mufasir telah menjelaskan bahwa istilah ini bersifat inklusif, merujuk pada segala sesuatu yang ada selain Allah sendiri.34 Ini mencakup:
- Dunia manusia.
- Dunia Jin.
- Dunia para malaikat.
- Dunia hewan, tumbuhan, dan mineral.
- Dunia langit bintang, galaksi, dan surga.
- Segala bentuk eksistensi lainnya, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui oleh manusia.
Akar etimologis dari ‘ālam, yaitu ع-ل-م (ʿ-l-m), memberikan lapisan makna yang lebih dalam. Ini menghubungkan kata tersebut dengan عَلَامَة (‘alāmah), yang berarti “tanda” atau “penanda”.20 Ini menyiratkan bahwa ‘ālamīn—semua dunia dan seluruh ciptaan—adalah tanda-tanda kolektif yang bersaksi tentang keberadaan, keesaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Pencipta mereka. Seluruh kosmos adalah sebuah buku tanda yang menunjuk ke arah Rabb-nya. Jadi, ketika seorang mukmin membaca “Rabbil ‘Ālamīn,” mereka mengakui Allah sebagai Tuhan dari ciptaan yang luas, bersatu, dan penuh tanda.
Wawasan Lebih Dalam: Silogisme Logis Pujian
Struktur ayat “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” bukan hanya pernyataan puitis atau devosional; ini adalah argumen logis yang lengkap dan meyakinkan, sebuah silogisme sempurna yang menetapkan kebenaran klaimnya dengan kekuatan rasional. Ayat ini dapat didekonstruksi menjadi sebuah bukti logis, sebuah struktur yang dicatat oleh para komentator seperti Maududi.34
Ayat ini dimulai dengan klaim sentral, yang berfungsi sebagai kesimpulan dari argumen: الْحَمْدُ لِلَّهِ (Segala puji dan syukur milik Allah). Ini adalah tesisnya. Segera, ayat tersebut memberikan bukti atau premis yang menguatkan klaim ini: رَبِّ الْعَالَمِينَ ( Tuhan semesta alam).
Struktur ini membentuk silogisme yang ringkas namun kuat:
- Premis Mayor (tersirat): Wujud yang merupakan satu-satunya Pencipta, Pemilik mutlak, Pemelihara universal, dan Pengatur berdaulat dari semua dunia dan semua eksistensi adalah satu-satunya yang benar-benar dan sepenuhnya layak menerima semua pujian.
- Premis Minor (dinyatakan): Allah adalah Tuhan semesta alam (Rabbil ‘Ālamīn).
- Kesimpulan (dinyatakan): Oleh karena itu, segala puji dan syukur milik Allah (Al-Hamdu Lillāh).
Struktur logis yang melekat ini menjadikan deklarasi pujian sebagai tindakan iman yang mendalam dan akal sehat. Ini tidak hanya menarik bagi hati, yang tergerak oleh rasa syukur atas berkah, tetapi juga bagi akal, yang dipaksa oleh logika argumen. Pujian yang ditawarkan tidak buta; ini adalah kesimpulan yang beralasan berdasarkan realitas yang dapat diamati dari alam semesta yang ditopang dan diatur. Perpaduan antara pengabdian dan logika, emosi dan akal, dalam frasa yang begitu ringkas ini adalah ciri khas kemukjizatan semantik Al-Qur’an.
Kesimpulan: Konvergensi Suara, Struktur, dan Makna
Frasa “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” berdiri sebagai bukti sifat berlapis dan holistik dari kemukjizatan Al-Qur’an (I’jaz). Analisis yang komprehensif mengungkapkan bahwa kualitas ajaibnya tidak terletak pada satu elemen tunggal—baik itu suaranya, tata bahasanya, atau maknanya—tetapi pada konvergensi yang sempurna, mulus, dan mendalam dari semuanya. Setiap dimensi saling memperkuat dan memperkaya, menciptakan ekspresi kebenaran ilahi yang terpadu yang sekaligus cukup sederhana untuk diucapkan oleh setiap mukmin dan cukup dalam untuk dieksplorasi oleh para ulama selama berabad-abad.
Mukjizat fonetik (I’jaz Sawti) termanifestasi dalam aliran artikulatoris ayat tersebut. Perjalanan suara dari tenggorokan terdalam ke luar menuju bibir tidak hanya elegan secara ergonomis tetapi juga berfungsi sebagai metafora fisik untuk tindakan pujian itu sendiri—sebuah deklarasi eksternal yang berasal dari keyakinan internal.32 Perkembangan fonetik ini diimbangi dengan sempurna oleh kualitas intrinsik huruf-hurufnya, menciptakan suara yang megah sekaligus lembut, berwibawa sekaligus lancar.
Mukjizat linguistik (I’jaz Lughawi) terbukti dalam presisi leksikal dan gramatikalnya. Pilihan morfologis—penggunaan kata benda verbal Al-Hamd untuk menunjukkan esensi pujian, kata benda Rabb untuk menandakan keadaan Ketuhanan yang permanen, dan bentuk jamak yang kuat secara retoris Al-‘Ālamīn untuk menyatukan seluruh ciptaan—dikalibrasi secara ilahi. Secara sintaksis, penggunaan kalimat nominal (Jumlah Ismiyah) mengangkat pernyataan dari tindakan manusia yang sementara menjadi deklarasi kebenaran abadi dan mutlak: bahwa semua pujian secara inheren dan permanen adalah milik Allah.24
Mukjizat semantik (I’jaz Ma’nawi) terletak pada kedalaman samudra makna yang dikemas dalam beberapa kata ini. Al-Hamd mencakup semua bentuk pujian dan rasa syukur.30
Rabb merangkum peran multifaset sebagai Tuan, Pemelihara, dan Penguasa.20
Al-‘Ālamīn memperluas Ketuhanan ini ke setiap sudut eksistensi yang dapat dibayangkan, yang pada gilirannya berfungsi sebagai kumpulan tanda yang menunjuk kembali kepada Penciptanya.34 Seluruh ayat berfungsi sebagai silogisme logis yang kuat, mendasarkan tindakan pujian pada bukti rasional yang tak tergoyahkan.
Pada akhirnya, suara ayat mencerminkan strukturnya, dan strukturnya mengkodekan maknanya. Aliran artikulasi ke luar mencerminkan deklarasi pujian. Keabadian gramatikal dari kalimat nominal menetapkan keabadian teologis dari pujian itu. Pilihan leksikal mendefinisikan sifat komprehensif dari pujian dan Yang Dipuji.
Meskipun beberapa pendekatan dari linguistik sekuler mungkin mengidentifikasi fitur-fitur tertentu, seperti bentuk jamak dari ‘Ālamīn, sebagai “anomali” gramatikal atau memandang klaim keindahannya sebagai murni subjektif 37, kerangka I’jaz menafsirkan fitur-fitur ini sebagai pilihan retoris yang disengaja dan sarat makna. Ini bukanlah pelanggaran aturan tetapi transendensi dari aturan tersebut, yang digunakan untuk mencapai tujuan komunikatif dan teologis yang lebih tinggi. Apa yang mungkin tampak sebagai “anomali” dari satu perspektif, dari perspektif lain, adalah perangkat canggih yang memperkaya teks dengan lapisan makna yang tidak dapat dicapai melalui frasa konvensional. Ini mengubah potensi kritik menjadi bukti lebih lanjut dari kejeniusan Al-Qur’an yang unik dan tak tertandingi. “Alhamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn” dengan demikian merupakan mikrokosmos sempurna dari Firman Ilahi: sebuah realitas di mana suara fisik, bentuk linguistik, dan makna akhir ditenun menjadi satu permadani yang tak terpisahkan dan ajaib.
Karya yang dikutip
- Quran Tafsir online | Ibn Kathir tafsir for Surah 1. Al-Fatiha | Alim.org, diakses Juni 22, 2025, https://www.alim.org/quran/tafsir/ibn-kathir/surah/1/
- Tafsir Surah Al-Fatihah – 1 – Quran.com, diakses Juni 22, 2025, https://quran.com/al-fatihah/1/tafsirs
- I’jaz – Wikipedia, diakses Juni 22, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/I%27jaz
- makna kata yadun perspektif i’jaz lughawi dalam surah al fath ayat – MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis, diakses Juni 22, 2025, https://mushafjournal.com/index.php/mj/article/download/242/136/394
- Pesona Style Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Qur’an dan Awal Mula Perkembangan Ilmu Balāghah – Al Ashriyyah, diakses Juni 22, 2025, https://www.alashriyyah.stai-nuruliman.ac.id/index.php/alashriyyah/article/download/37/35
- اﻟﺗﺂﻟف اﻟﺻوﺗﻲ ﻓﻲ اﻟﻘرآن اﻟﻛرﻳم, diakses Juni 22, 2025, https://archives.ju.edu.jo/index.php/law/article/download/7329/5539/18584
- Arti Makharijul Huruf dan Jenisnya dalam Huruf Hijaiyah – detikcom, diakses Juni 22, 2025, https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6841455/arti-makharijul-huruf-dan-jenisnya-dalam-huruf-hijaiyah
- Arti dan Jenis-jenis Makhorijul Huruf Hijaiyah yang Perlu Diketahui | kumparan.com, diakses Juni 22, 2025, https://kumparan.com/berita-update/arti-dan-jenis-jenis-makhorijul-huruf-hijaiyah-yang-perlu-diketahui-1v3jRJ1UXZP
- Makhorijul huruf Hijaiyah – Yayasan Pendidikan Islam dan Sosial Al Badr, diakses Juni 22, 2025, https://yapisalbadr.org/makhorijul-huruf-hijaiyah/
- Makhorijul Huruf dan Sifatul Huruf Hijaiyah Lengkap Penjelasan Rinci – Bagian 1 – Aceh, diakses Juni 22, 2025, https://aceh.inews.id/berita/makhorijul-huruf-dan-sifatul-huruf-hijaiyah-lengkap-penjelasan-rinci
- مخارج الحروف – المرجع الالكتروني للمعلوماتية, diakses Juni 22, 2025, https://almerja.com/reading.php?idm=211957
- Pengertian Makhraj Huruf dan Penjelasannya – SEKOLAH ISLAM …, diakses Juni 22, 2025, https://izzuddin.sch.id/pengertian-makhraj-huruf-dan-penjelasannya/
- في مخارج الحروف وصفاتها – شبكة الألوكة, diakses Juni 22, 2025, https://www.alukah.net/sharia/0/48295/%D9%81%D9%8A-%D9%85%D8%AE%D8%A7%D8%B1%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%B1%D9%88%D9%81-%D9%88%D8%B5%D9%81%D8%A7%D8%AA%D9%87%D8%A7/
- سورة الفاتحة قراءة وتصحيح مخارج وصفات الحروف – YouTube, diakses Juni 22, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=WVo28NCxL2Q
- TAFSIR LISAN SURAH AL-FATIHAH (Analisis Kajian I’rab Al-Quran Oleh Dr. KH. Abdul Haris, M.Ag di Media Sosial), diakses Juni 22, 2025, http://digilib.uinkhas.ac.id/11956/1/IMAM%20NASUKHA_U20171027.pdf
- Morfologi Bahasa Arab (Ilmu Sharf) – Repositori UIN Alauddin Makassar, diakses Juni 22, 2025, https://repositori.uin-alauddin.ac.id/93/
- حمد – Wiktionary, the free dictionary, diakses Juni 22, 2025, https://en.wiktionary.org/wiki/%D8%AD%D9%85%D8%AF
- رب – Wiktionary, the free dictionary, diakses Juni 22, 2025, https://en.wiktionary.org/wiki/%D8%B1%D8%A8
- عالم – Wiktionary, the free dictionary, diakses Juni 22, 2025, https://en.wiktionary.org/wiki/%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%85
- Surah Fatiha ayat 2 Tafsir Ibn Kathir | [All] praise is [due] to Allah, Lord – القرآن الكريم, diakses Juni 22, 2025, https://surahquran.com/tafsir-english-aya-2-sora-1.html
- I’rob Surat Al-Fatihah | PDF – Scribd, diakses Juni 22, 2025, https://id.scribd.com/doc/278016964/i-Rob-Surat-Al-fatihah
- Mengungkap Misteri Nahwu Shorof: Analisis Mendalam I’rob Surat Al Fatihah Ayat 1, 2 #youtube #quran, diakses Juni 22, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=shcMd9x7Iww
- إعراب الحمد لله رب العالمين | إعراب الآية 2 من سورة الفاتحة – القرآن الكريم, diakses Juni 22, 2025, https://surahquran.com/quran-search/e3rab-aya-2-sora-1.html
- الفرق بين دلالة كل من الجملة الاسمية والفعلية – إسلام ويب, diakses Juni 22, 2025, https://www.islamweb.net/ar/fatwa/329473/%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%B1%D9%82-%D8%A8%D9%8A%D9%86-%D8%AF%D9%84%D8%A7%D9%84%D8%A9-%D9%83%D9%84-%D9%85%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%85%D9%84%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B3%D9%85%D9%8A%D8%A9-%D9%88%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%B9%D9%84%D9%8A%D8%A9
- الحمد والمدح والشكر – مكتبة الملك عبدالعزيز العامة, diakses Juni 22, 2025, https://www.kapl.org.sa/magazine/ahwal-al-marefah/article/801/english-content-coming-soon
- لمسات بيانية – السامرائي – الجزء: 1 صفحة: 9 – الموسوعة القرآنية, diakses Juni 22, 2025, https://quranpedia.net/book/1502/1/9
- الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ – تفسير آيات القرآن الكريم, diakses Juni 22, 2025, http://al-msjd-alaqsa.com/quran/Ay001002.HTM
- بلاغة القرآن.. الحمد لله رب العالمين – جريدة الراية, diakses Juni 22, 2025, https://www.raya.com/2021/11/19/%D8%A8%D9%84%D8%A7%D8%BA%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%B1%D8%A2%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%85%D8%AF-%D9%84%D9%84%D9%87-%D8%B1%D8%A8-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%8A%D9%86/
- Tafsir Surat al-Fatihah 8: The term Alhamdulillah & Hamd vs Shukr ~ Dr. Yasir Qadhi | 12th July 2014 – YouTube, diakses Juni 22, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=8OAelr21OOE
- Tafsir Surah Al-Fatihah – 2 – Quran.com, diakses Juni 22, 2025, https://quran.com/1:2/tafsirs/en-tafisr-ibn-kathir
- Al-Fatihah Verse 2 – Al-Quran: English Word by Word, diakses Juni 22, 2025, https://qurano.com/en/1-al-fatiha/verse-2/
- Surah Al-Fatiha Ayat 2 (1:2 Quran) With Tafsir – My Islam, diakses Juni 22, 2025, https://myislam.org/surah-fatiha/ayat-2/
- What is the meaning of alhamdu lillahi rabbil alamin Dua? – My Islam, diakses Juni 22, 2025, https://myislam.org/alhamdu-lillahi-rabbil-alamin/
- Tafsir Surah Al-Fatihah – 2 – Quran.com, diakses Juni 22, 2025, https://quran.com/1:2/tafsirs/en-tafsir-maarif-ul-quran
- ﺍﻹﻋﺠﺎﺯ ﺍﻟﺼﻭﺘﻲ ﻓﻲ ﺴﻭﺭﺓ ﺍﻟﻔﺎﺘﺤﺔ – ASJP, diakses Juni 22, 2025, https://asjp.cerist.dz/en/downArticle/97/11/23/33984
- The Linguistic and Semantic Coherence of Surah Al-Fatihah – Knowledge Words Publications, diakses Juni 22, 2025, https://kwpublications.com/papers_submitted/8877/the-linguistic-and-semantic-coherence-of-surah-al-fatihah.pdf
- The Faulty claim of the Quran’s ‘inimitable/ linguistic miracle’ : r/CritiqueIslam – Reddit, diakses Juni 22, 2025, https://www.reddit.com/r/CritiqueIslam/comments/kbx1ut/the_faulty_claim_of_the_qurans_inimitable/
- Is there academic explanation of the linguistic ijaz or inimitablity of the quran? – Reddit, diakses Juni 22, 2025, https://www.reddit.com/r/AcademicQuran/comments/1kgb1kd/is_there_academic_explanation_of_the_linguistic/