Hilal Antara Teks Suci dan Sains Astronomi: Analisis Komprehensif tentang Rukyah dan Hisab dalam Penentuan Waktu Ibadah Islam

Pendahuluan: Waktu Sakral dan Penanda Kosmik

Dalam arsitektur agung syariat Islam, waktu menempati posisi yang sentral dan fundamental. Ia bukanlah sekadar sebuah kontinum linear yang berjalan monoton, melainkan sebuah kanvas siklikal dan sakral di mana ritus-ritus ibadah yang paling mendasar dilukiskan. Pelaksanaan shalat lima waktu, pembayaran zakat, pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan, hingga puncak perjalanan spiritual ibadah haji, semuanya terikat erat pada siklus benda-benda langit—terutama matahari dan bulan—yang peredarannya telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai sebuah sistem yang presisi. Islam, melalui sumber-sumber primernya, mengukuhkan penggunaan kalender berbasis peredaran bulan (Qamariyah) sebagai penanggalan ibadah yang otentik, sebuah sistem yang telah dikenal oleh bangsa Arab pra-Islam namun kemudian dimapankan dan disakralkan oleh wahyu.1

Di jantung sistem penanggalan ini terdapat sebuah fenomena kosmik yang sederhana namun sarat makna: hilal. Hilal, atau bulan sabit muda, berfungsi sebagai penanda visual yang ditetapkan oleh syariat untuk menandai pergantian bulan, memulai dan mengakhiri periode-periode ibadah. Ia adalah gerbang waktu yang membuka dan menutup bulan-bulan suci, terutama Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Namun, di balik kesederhanaannya, konsep hilal menyimpan kompleksitas teologis, yurisprudensi, dan saintifik yang telah menjadi subjek diskursus intelektual Islam selama berabad-abad.

Laporan komprehensif ini bertujuan untuk membuktikan bahwa dualisme dalil yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah—yakni perintah eksplisit untuk melakukan observasi visual (rukyah) dan isyarat-isyarat implisit yang mendorong penggunaan perhitungan astronomis (hisab)—telah melahirkan sebuah dialektika fikih yang luar biasa kaya, dinamis, dan terus berlanjut hingga era kontemporer. Perdebatan yang seringkali disederhanakan sebagai “rukyah versus hisab” ini, pada hakikatnya, bukanlah sekadar perselisihan teknis tentang metode. Ia adalah refleksi dari pergulatan hermeneutika (ilmu penafsiran) yang mendalam dalam upaya umat Islam untuk merespons perubahan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan, dan tantangan untuk mewujudkan persatuan (ukhuwwah Islamiyah), sambil tetap setia pada spirit teks-teks suci. Melalui analisis multidisipliner yang mencakup linguistik, tafsir, hadis, fikih, dan astronomi, laporan ini akan menelusuri akar, evolusi, dan manifestasi modern dari dialektika penentuan waktu sakral dalam Islam.

BACA JUGA:   Aqidah dan Amaliyah Muhammadiyah


Pembahasan llengkapnya dapat didownload dari link berikut: Analisis Komprehensif tentang Rukyah dan Hisab dalam Penentuan Waktu Ibadah Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *