Awal Hari dalam Kalender Hijriah Global: Harmonisasi Waktu Ibadah Syar’i dan Waktu Kalender Global

Abstrak

Laporan ini mengkaji secara mendalam problematika penentuan awal hari dalam konteks implementasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Fokus utama adalah menjembatani pemahaman fikih tradisional yang menetapkan awal hari pada waktu Maghrib dengan mekanisme KHGT yang menggunakan kriteria hisab imkanur rukyat global (ketinggian 5°, elongasi 8°) dengan patokan waktu sipil (00:00 UTC). Dengan menganalisis dalil-dalil syar’i, data astronomis, dan pandangan organisasi Islam, laporan ini berargumen bahwa KHGT tidak mengubah waktu ibadah syar’i, melainkan menawarkan sebuah solusi administratif untuk unifikasi penanggalan global. Melalui studi kasus penentuan awal Ramadan 1446 H di Yogyakarta, laporan ini mendemonstrasikan secara praktis bagaimana waktu ibadah (seperti shalat Tarawih) tetap berjalan sesuai waktu syar’i lokal, sementara kalender global memberikan kepastian dan prediktabilitas.


DOWNLOAD FILE PDF: Awal_Hari_dan_Kriteria_Hilal_Global


Pendahuluan: Dilema Waktu di Era Globalisasi

Di tengah era globalisasi yang menuntut sinkronisasi dan kepastian, umat Islam dihadapkan pada sebuah dilema konseptual yang mendasar terkait penentuan waktu: bagaimana menyelaraskan tradisi syar’i yang telah mapan dengan tuntutan sistem kalender modern. Selama lebih dari 14 abad, peradaban Islam belum memiliki sistem kalender yang sinkron secara global, sebuah kondisi yang oleh sebagian cendekiawan disebut sebagai “utang peradaban”.47 Secara tradisional, hari dalam Islam dimulai saat matahari terbenam (Maghrib), sebuah penanda waktu yang bersifat fenomenologis dan lokal. Ibadah-ibadah penting seperti shalat Maghrib, Isya, dan shalat Tarawih pertama di bulan Ramadan dimulai seiring dengan datangnya malam. Namun, wacana mengenai Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) memperkenalkan sebuah paradigma yang tampak berbeda. KHGT, yang bertujuan menyatukan penanggalan Hijriah di seluruh dunia, menggunakan parameter astronomis global dan sebuah titik referensi waktu sipil, yaitu pukul 00:00 UTC (Universal Time Coordinated).47

Ketegangan konseptual ini melahirkan pertanyaan krusial yang kerap menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat: “Apakah KHGT mengubah waktu ibadah kita?” atau “Apakah kita harus menunggu kabar dari belahan dunia lain untuk memulai shalat Tarawih?”.1 Pertanyaan-pertanyaan ini menyoroti adanya kebutuhan mendesak untuk sebuah penjelasan yang komprehensif, yang mampu menjembatani antara ajaran fikih, realitas sains, dan kebutuhan praktis umat.

Urgensi untuk mewujudkan kalender Islam terpadu tidak dapat dimungkiri. Gagasan ini telah lama disuarakan, setidaknya sejak tahun 1358 H/1939 M oleh Syekh Ahmad Muhammad Syakir, dan terus berkembang melalui berbagai usulan dari para ahli seperti Mohammad Ilyas, Nidhal Guessoum, hingga Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq.47 Akibat ketiadaan kalender tunggal, umat Islam di berbagai belahan dunia sering kali memulai dan mengakhiri ibadah puasa Ramadan serta merayakan Idul Fitri dan Idul Adha pada hari yang berbeda.47 Ketidakseragaman ini tidak hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang signifikan, mulai dari koordinasi kegiatan lintas negara hingga perencanaan sektor pariwisata dan perdagangan.47 KHGT diusulkan sebagai sebuah solusi ijtihadi untuk mengatasi masalah ini dan mewujudkan kesatuan umat Islam dalam penanggalan.47

Laporan ini disusun untuk memberikan jawaban yang mendalam dan jernih atas dilema tersebut. Tujuannya adalah untuk: (1) Mengurai fondasi syar’i dan saintifik yang menjadi dasar konsep awal hari dan awal bulan dalam Islam; (2) Menjelaskan filosofi dan mekanisme kerja KHGT, serta merekonsiliasi paradigmanya dengan fikih ibadah yang berlaku; dan (3) Memberikan contoh penerapan praktis melalui studi kasus penentuan awal Ramadan 1446 H, yang mendemonstrasikan bagaimana KHGT dapat diimplementasikan tanpa mengganggu pelaksanaan ibadah sesuai waktu syar’i lokal. Dengan demikian, laporan ini diharapkan dapat berfungsi sebagai panduan komprehensif bagi para akademisi, pembuat kebijakan, tokoh masyarakat, dan umat Islam secara umum yang ingin memahami isu ini secara utuh dan mendalam.

Bagian I: Fondasi Syar’i dan Astronomis

Untuk memahami secara utuh perdebatan seputar Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), pertama-tama kita harus mengurai fondasi yang menjadi dasar penentuan waktu dalam Islam. Fondasi ini terdiri dari dua pilar utama: landasan syariat yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, serta landasan sains yang bersumber dari ilmu astronomi (ilmu falak). Kedua pilar ini saling terkait dan memberikan kerangka kerja untuk memahami konsep awal hari, awal bulan, dan metode penetapannya.

 

Sub-Bagian 1.1: Konsep Awal Hari dan Bulan dalam Timbangan Syariat

Syariat Islam memberikan petunjuk yang jelas mengenai penanda waktu untuk ibadah. Petunjuk ini, yang tertuang dalam Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, menjadi dasar bagi para ulama dalam merumuskan konsep waktu dalam fikih.

Awal Hari Dimulai dari Malam (Maghrib): Pandangan Jumhur Ulama

Pandangan mayoritas (jumhur) ulama fikih menetapkan bahwa pergantian hari dalam Islam terjadi pada saat terbenamnya matahari, atau waktu Maghrib.3 Argumen ini dibangun di atas beberapa dalil dan praktik syar’i yang kuat.

Pertama, dalil dari Al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, Allah SWT menyebutkan malam (al-lail) sebelum siang (an-nahar). Salah satu contoh yang paling sering dirujuk adalah firman Allah dalam Surah Yasin ayat 40:

لَاالشَّمْسُيَنْبَغِيْلَهَآاَنْتُدْرِكَالْقَمَرَوَلَاالَّيْلُسَابِقُالنَّهَارِۗوَكُلٌّفِيْفَلَكٍيَّسْبَحُوْنَ

Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S. Yasin: 36:40).48

Secara linguistik, penyebutan frasa al-lail sebelum an-nahar diinterpretasikan oleh jumhur ulama sebagai sebuah isyarat bahwa malam mendahului siang dalam satu siklus hari.4 Dengan demikian, hari yang baru dimulai ketika malam tiba, yaitu saat matahari terbenam.

Kedua, dalil dari praktik fikih ibadah. Awal waktu shalat Maghrib, yang disepakati oleh seluruh ulama, adalah ketika piringan atas matahari telah tenggelam sepenuhnya di ufuk.8 Momen inilah yang secara de facto menjadi penanda pergantian hari untuk keperluan ibadah. Lebih lanjut, praktik rukyatul hilal (pengamatan hilal) untuk menentukan awal bulan qamariyah, seperti Ramadan dan Syawal, secara tradisional dilakukan pada saat matahari terbenam (Maghrib) pada hari ke-29.4 Hal ini secara implisit memperkuat bahwa malam setelah matahari terbenam adalah permulaan dari hari atau tanggal berikutnya. Para ulama terkemuka di Indonesia, seperti Saadoe’ddin Djambek dan Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, secara eksplisit menegaskan bahwa permulaan hari menurut syara’ adalah “dari maghrib ke maghrib”.4

Dari sini, dapat ditarik sebuah pemahaman penting bahwa konsep awal hari syar’i bersifat fenomenologis dan lokal. Artinya, permulaan hari tidak terikat pada sebuah momen waktu abstrak yang berlaku serentak di seluruh dunia, melainkan pada sebuah fenomena alam yang dapat diamati secara langsung di lokasi masing-masing: terbenamnya matahari. Peristiwa ini terjadi secara berurutan, mengikuti pergerakan garis terminator (batas antara siang dan malam) di permukaan bumi. Konsekuensinya, waktu-waktu ibadah yang terikat padanya, seperti shalat Maghrib, Isya, dan shalat Tarawih, secara inheren bersifat lokal dan terikat pada horizon pengamat. Ini adalah perbedaan fundamental dengan konsep hari sipil yang kita kenal, yang dimulai pada pukul 00:00 waktu lokal, atau konsep kalender global yang memerlukan satu titik referensi tunggal dan abstrak seperti 00:00 UTC.

Penentuan Awal Bulan: Antara Rukyat dan Hisab

Penentuan awal bulan qamariyah, khususnya bulan-bulan yang terkait dengan ibadah inti seperti Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, merupakan salah satu isu sentral dalam fikih dan ilmu falak. Landasan normatifnya adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 185, yang mengaitkan kewajiban puasa dengan “menyaksikan bulan” (syahida minkum asy-syahr), dan ayat 189 yang menyatakan bahwa hilal (al-ahillah) adalah “penanda-penanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.10

Perintah ini diperjelas oleh Hadits Nabi Muhammad SAW yang sangat populer:

صُوْمُوْالِرُؤْيَتِهِوَأَفْطِرُوْالِرُؤْيَتِهِ،فَإِنْغُمَّعَلَيْكُمْفَأَكْمِلُوْاعِدَّةَشَعْبَانَثَلاَثِيْنَ

Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah (berhari raya) kalian karena melihatnya. Jika ia terhalang dari pandangan kalian (karena awan), maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari dan Muslim).12

Hadith ini menjadi landasan utama bagi metode rukyatul hilal, yaitu penetapan awal bulan berdasarkan pengamatan visual terhadap hilal setelah matahari terbenam. Metode ini dipegang teguh oleh banyak kalangan, terutama Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia, sebagai bentuk kepatuhan langsung terhadap sunnah Nabi.24

Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, muncul metode hisab (perhitungan astronomis). Penganjur metode hisab, seperti Muhammadiyah, berargumen bahwa perintah rukyat terkait erat dengan kondisi sosial-historis pada masa Nabi. Hal ini didasarkan pada hadith lain di mana Nabi bersabda: “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummiyah. Kami tidak menulis dan tidak pula berhitung (lā naktubu wa lā naḥsibu)…”.13 Hadith ini dipahami sebagai ‘illat (alasan hukum) mengapa rukyat menjadi metode yang paling praktis saat itu. Ketika ‘illat tersebut, yaitu ketidakmampuan umat secara umum dalam berhitung secara akurat, telah hilang dengan kemajuan ilmu astronomi, maka penggunaan hisab menjadi relevan dan bahkan dianjurkan.47 Argumen ini diperkuat oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan keteraturan dan perhitungan dalam peredaran benda-benda langit, seperti dalam Surah Yunus ayat 5 dan Surah Ar-Rahman ayat 5, yang menyatakan bahwa matahari dan bulan beredar “menurut perhitungan” (bi ḥusbān).47 Dengan hisab, kepastian dapat dicapai dan kalender dapat disusun untuk jangka waktu yang panjang, yang sejalan dengan semangat syariat untuk memberikan kemudahan dan kepastian.47 Selain itu, Al-Qur’an dalam Surah at-Taubah ayat 36-37 menegaskan bahwa kalender 12 bulan yang akurat dan bebas dari interkalasi (pengunduran bulan) adalah bagian dari “agama yang lurus” (ad-dīn al-qayyim). KHGT, yang didasarkan pada hisab yang benar (al-hisab al-şahīh) dan menghasilkan bilangan yang memenuhi (al-‘adad al-mustaufi), dipandang memenuhi esensi dari ad-dīn al-qayyim tersebut.47

 

Diskursus Matlak: Global (Ittihad) vs. Regional (Ikhtilaf)

Isu selanjutnya yang sangat relevan dengan KHGT adalah tentang matlak, yaitu tempat terbitnya hilal yang menentukan cakupan wilayah keberlakuan hasil rukyat.6 Dalam fikih, terdapat dua pandangan utama mengenai hal ini.

Pandangan pertama adalah Ittihadul Mathali’ (kesatuan matlak atau matlak global). Pandangan ini dianut oleh mayoritas ulama (jumhur) dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali.19 Menurut prinsip ini, jika hilal terlihat secara sah di satu lokasi mana pun di muka bumi, maka kesaksian tersebut berlaku untuk seluruh umat Islam di dunia, tanpa dibatasi oleh batas geografis atau politik.19 Seluruh bumi dianggap sebagai satu kesatuan matlak. Pandangan inilah yang menjadi dasar filosofis di balik gagasan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).47 Landasan dalilnya antara lain adalah keumuman perintah dalam hadis “صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ” (ṣūmū li ru’yatihi – berpuasalah kalian karena melihatnya), di mana kata ganti “kalian” (-kum) dipahami sebagai seruan yang ditujukan kepada seluruh umat Islam secara kolektif, bukan per wilayah.19 Demikian pula hadis riwayat at-Tirmidzi, “Puasa adalah hari kalian (bersama) berpuasa…” (aṣ-ṣawmu yawma taṣūmūn), di mana bentuk jamak “kalian” (-kum) diinterpretasikan sebagai perintah untuk melaksanakan ibadah secara serentak bersama seluruh komunitas Muslim global.47

Pandangan kedua adalah Ikhtilaful Mathali’ (perbedaan matlak atau matlak regional/lokal). Pandangan ini diusung oleh Mazhab Syafi’i dan menjadi dasar praktik di banyak negara, termasuk Indonesia melalui konsep wilayatul hukmi (kesatuan wilayah hukum negara).6 Menurut prinsip ini, hasil rukyat di suatu wilayah hanya mengikat bagi penduduk di wilayah tersebut dan daerah sekitarnya yang memiliki matlak yang sama (jaraknya tidak terlalu jauh).6 Penduduk di wilayah yang jauh, yang secara astronomis memiliki waktu terbit hilal yang berbeda signifikan, tidak terikat oleh hasil rukyat tersebut dan harus melakukan rukyat di wilayahnya sendiri. Nahdlatul Ulama (NU), misalnya, secara konsisten memegang prinsip ini dan menolak keberlakuan rukyat global, dengan argumen bahwa Indonesia tidak berada dalam satu kesatuan hukum dengan negara lain dan tidak ada otoritas tunggal global yang diakui.24 Dalil utama yang digunakan adalah Hadits Kuraib, di mana Ibnu Abbas menolak hasil rukyat dari Syam dan berpegang pada rukyat lokal di Madinah.19

BACA JUGA:   I'tikaf

Sebuah analisis yang lebih mendalam menunjukkan bahwa dominasi praktik Ikhtilaful Mathali’ di masa lalu tidak semata-mata didasarkan pada superioritas argumen fikihnya, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh keterbatasan teknologi. Pada era pra-modern, penyebaran informasi sangat lambat. Kabar terlihatnya hilal di Makkah, misalnya, tidak mungkin mencapai Andalusia atau Nusantara dalam satu malam untuk dapat diikuti secara serempak. Akibatnya, Ikhtilaful Mathali’ menjadi pilihan yang paling logis dan praktis. Kini, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi global telah menghilangkan hambatan logistik tersebut. Informasi dapat disebarkan secara instan ke seluruh penjuru dunia. Dalam konteks ini, KHGT dapat dipandang bukan sebagai sebuah inovasi yang radikal dan memutus tradisi, melainkan sebagai sebuah upaya untuk mengaktualisasikan pandangan fikih jumhur ulama (Ittihadul Mathali’) yang kini menjadi mungkin secara teknis untuk diimplementasikan. Ini adalah contoh bagaimana kemajuan sains dapat membuka jalan bagi realisasi sebuah konsep fikih klasik yang sebelumnya lebih bersifat teoretis.

Sub-Bagian 1.2: Anatomi Visibilitas Hilal dari Perspektif Sains

Penentuan awal bulan qamariyah secara saintifik berpusat pada satu fenomena kunci: visibilitas hilal, atau kemungkinan terlihatnya sabit bulan termuda. Ilmu astronomi modern menyediakan alat untuk menghitung dan memprediksi fenomena ini dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi.26

 

Dari Konjungsi ke Hilal: Sebuah Proses Astronomis

Siklus bulan, dari satu bulan baru ke bulan baru berikutnya, dimulai dari sebuah momen yang disebut ijtimak atau konjungsi. Ijtimak adalah saat di mana posisi Bulan berada segaris di antara Bumi dan Matahari dalam sistem koordinat ekliptika.15 Pada momen ini, sisi Bulan yang menghadap Bumi sama sekali tidak menerima cahaya Matahari, sehingga Bulan berada dalam fase “bulan baru” astronomis dan mustahil untuk dilihat.27

Setelah melewati momen ijtimak, Bulan terus bergerak dalam orbitnya mengelilingi Bumi, perlahan-lahan menjauhi posisi Matahari di langit. Seiring dengan bertambahnya jarak sudut ini, sebagian kecil permukaan Bulan mulai menerima cahaya Matahari dan memantulkannya ke arah Bumi. Pantulan cahaya tipis inilah yang disebut hilal (sabit bulan muda).5 Hilal hanya berpotensi untuk dapat dilihat dengan mata telanjang atau alat bantu optik sesaat setelah matahari terbenam, jika ia telah memenuhi serangkaian parameter visibilitas minimum yang ditentukan oleh geometri posisi Matahari-Bulan-Bumi dan kondisi atmosfer.29

 

Parameter Kunci Visibilitas Hilal

Visibilitas hilal bukanlah sekadar persoalan apakah Bulan sudah berada di atas ufuk atau belum. Ia adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa parameter kunci yang digunakan para astronom untuk menilainya antara lain:

  1. Ketinggian (Altitude): Ini adalah jarak sudut Bulan di atas ufuk pada saat matahari terbenam. Ketinggian yang lebih besar sangat penting karena dua alasan. Pertama, ia menempatkan hilal lebih tinggi dari lapisan atmosfer yang paling tebal dan bergejolak di dekat horizon. Kedua, ia mengangkat hilal dari cahaya senja (syafaq) yang paling terang, sehingga meningkatkan kontras antara cahaya hilal yang redup dengan latar belakang langit.32
  2. Elongasi (Jarak Sudut): Ini adalah sudut yang terbentuk antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari, dilihat dari Bumi. Elongasi adalah parameter yang paling menentukan ketebalan dan kecerlangan hilal. Semakin besar elongasi, semakin lebar sabit bulan yang tersinari cahaya Matahari, dan akibatnya, semakin terang dan mudah untuk dilihat.32
  3. Faktor-faktor Lain: Selain dua parameter utama di atas, ada faktor lain yang turut berpengaruh. Umur Bulan, yaitu selisih waktu sejak momen ijtimak, memberikan indikasi kasar seberapa jauh Bulan telah bergerak dari Matahari.32
    Lag Time, yaitu selisih waktu antara terbenamnya matahari dan terbenamnya bulan, menentukan berapa lama waktu yang tersedia bagi pengamat untuk mencari hilal di langit yang semakin gelap.32
    Fraksi Iluminasi adalah persentase piringan bulan yang bercahaya. Terakhir, kondisi atmosfer lokal seperti keberadaan awan, tingkat kelembaban, dan polusi cahaya dapat menjadi penentu utama apakah hilal yang secara astronomis sudah mungkin terlihat benar-benar dapat diamati atau tidak.35

 

Evolusi Kriteria Hisab: Mencari Batas Keterlihatan

Karena kompleksitas visibilitas hilal, para ahli hisab rukyat telah mengembangkan berbagai kriteria untuk menerjemahkan data astronomis menjadi sebuah keputusan “masuk” atau “belum masuk” bulan baru. Kriteria-kriteria ini berevolusi seiring waktu.

  • Wujudul Hilal: Ini adalah kriteria hisab yang paling sederhana, yang pernah digunakan oleh Muhammadiyah. Kriteria ini hanya mensyaratkan tiga hal: (1) ijtimak telah terjadi sebelum matahari terbenam; (2) matahari terbenam lebih dahulu daripada bulan; dan (3) saat matahari terbenam, posisi bulan berada di atas ufuk (ketinggian positif).15 Kriteria ini tidak memperhitungkan kemungkinan terlihatnya hilal. Artinya, meskipun hilal hanya berada 0.01° di atas ufuk dan secara fisik mustahil dilihat, bulan baru tetap dianggap telah dimulai.16
  • Imkanur Rukyat MABIMS (3-6.4): Untuk menjembatani antara hisab murni dan rukyat faktual, negara-negara anggota MABIMS (Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura) menyepakati sebuah kriteria kompromi. Kriteria ini, yang diadopsi oleh Pemerintah RI dan menjadi pedoman bagi NU, menyatakan bahwa hilal dianggap mungkin untuk dirukyat (imkanur rukyat) jika pada saat matahari terbenam, ketinggiannya telah mencapai minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6.4 derajat.37
  • Imkanur Rukyat Global (5-8): Kriteria ini merupakan hasil dari Konferensi Penyatuan Kalender Hijriah Internasional di Istanbul, Turki pada tahun 2016, dan menjadi kriteria inti dalam KHGT.47 Kriteria ini menetapkan ambang batas yang lebih tinggi, yaitu tinggi hilal minimal 5 derajat dan elongasi minimal 8 derajat.1

Pemilihan kriteria 5-8 ini bukanlah sebuah angka yang ditetapkan secara acak. Ia merupakan sebuah upaya untuk menciptakan “rukyat via hisab” yang kredibel secara saintifik dan dapat diterima secara global. Kritik utama terhadap hisab murni seperti Wujudul Hilal adalah ia mengesahkan bulan baru bahkan ketika hilal secara fisik mustahil untuk dilihat. Di sisi lain, rukyat faktual sering dikritik karena sifatnya yang subjektif dan rentan terhadap kesalahan, seperti salah mengidentifikasi planet Venus sebagai hilal atau terhalang cuaca buruk. Kriteria 5-8 mencoba mengambil jalan tengah yang terbaik. Angka 5° untuk ketinggian dan 8° untuk elongasi dipilih berdasarkan analisis data observasi hilal dari seluruh dunia selama berabad-abad.39 Parameter ini dianggap sebagai ambang batas aman di mana hilal pasti dapat dilihat dengan mata telanjang dalam kondisi atmosfer yang baik. Dengan demikian, ketika hisab menunjukkan bahwa kriteria 5-8 telah terpenuhi di suatu tempat di Bumi, ia berfungsi sebagai “saksi ahli” yang memberikan konfirmasi objektif bahwa rukyat yang sah telah terjadi. Pendekatan ini memberikan kepastian dan objektivitas pada metode hisab, sambil tetap menghormati esensi syar’i dari “keterlihatan” (rukyah) yang menjadi dasar penetapan awal bulan.

Bagian II: Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dan Paradigma Baru Waktu

Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) hadir sebagai sebuah proposal solutif untuk mengatasi problematika kronis ketidakseragaman penanggalan Islam. Ia tidak hanya menawarkan sebuah metode, tetapi juga sebuah paradigma baru dalam memahami dan mengelola waktu secara kolektif di tingkat global. Untuk memahami esensinya, kita perlu membedah filosofi, mekanisme, dan cara ia merekonsiliasi konsep waktu yang berbeda.

Sub-Bagian 2.1: Filosofi dan Mekanisme KHGT

Inti dari KHGT adalah penerapan prinsip fikih klasik dalam konteks modern yang didukung oleh sains. Filosofi dasarnya adalah mewujudkan persatuan (unity) dan kepastian (certainty) dalam penanggalan Hijriah bagi seluruh umat Islam.47

 

KHGT sebagai Manifestasi Ittihadul Mathali’

Secara filosofis, KHGT adalah manifestasi modern dari pandangan fikih ittihadul mathali’ (kesatuan matlak global).47 Seperti yang telah dibahas, pandangan ini menganggap seluruh permukaan bumi sebagai satu zona tunggal untuk permulaan bulan Hijriah. Jika hilal telah terlihat atau memenuhi kriteria keterlihatan di satu titik mana pun di muka bumi, maka ketetapan tersebut berlaku untuk seluruh dunia.47 KHGT mengambil prinsip teologis ini dan memberikannya sebuah kerangka kerja operasional yang sistematis dan dapat diukur secara saintifik. Dengan demikian, ia berupaya untuk mengakhiri praktik ikhtilaf al-mathali’ (perbedaan matlak) yang menyebabkan perbedaan awal bulan antarwilayah.47

 

Aturan Main KHGT: Mekanisme 5-8 dan Batas Waktu 00:00 UTC

Mekanisme operasional KHGT dapat dipahami melalui dua langkah utama yang bekerja secara sinergis: kriteria visibilitas dan batas waktu global.

  1. Langkah 1 (Kriteria Visibilitas): Sistem KHGT bekerja berdasarkan perhitungan hisab (astronomis) yang sangat akurat. Tujuannya adalah untuk menentukan secara presisi kapan dan di mana lokasi pertama di permukaan bumi yang akan memenuhi kriteria imkanur rukyat 5-8. Kriteria ini mensyaratkan dua kondisi terpenuhi secara kumulatif saat matahari terbenam di lokasi tersebut: ketinggian (altitude) hilal harus lebih besar atau sama dengan 5 derajat (h≥5∘) DAN sudut elongasi (jarak sudut antara bulan dan matahari) harus lebih besar atau sama dengan 8 derajat (e≥8∘).47
  2. Langkah 2 (Batas Waktu Global): Setelah lokasi dan waktu terpenuhinya kriteria 5-8 diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah membandingkannya dengan sebuah “garis finis” atau cutoff point waktu global. Batas waktu yang disepakati dalam Konferensi Istanbul 2016 adalah pukul 00:00 UTC (setara dengan pukul 07:00 WIB).47 Aturan mainnya adalah:
    • Jika peristiwa terpenuhinya kriteria 5-8 terjadi SEBELUM pukul 00:00 UTC, maka tanggal baru untuk kalender Hijriah global dimulai pada hari sipil berikutnya.
    • Jika peristiwa tersebut terjadi SETELAH pukul 00:00 UTC, maka bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari, dan tanggal baru dimulai satu hari setelahnya.

Terdapat juga sebuah klausa pengecualian atau koreksi yang diadopsi dari hasil konferensi tersebut untuk mencegah penundaan yang tidak perlu. Jika imkanur rukyat pertama di bumi terjadi setelah pukul 00:00 UTC, bulan baru tetap dapat dimulai pada hari berikutnya asalkan ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum waktu fajar di Selandia Baru (wilayah daratan paling timur di bumi) dan parameter 5-8 telah mencapai daratan benua Amerika.47

 

Sub-Bagian 2.2: Rekonsiliasi Awal Hari: Syar’i (Maghrib) vs. Kalender (00:00)

Kebingungan terbesar seputar KHGT sering kali berasal dari kegagalan membedakan antara dua fungsi waktu yang berbeda: waktu untuk memulai ibadah (liturgis) dan waktu untuk mencatat tanggal (administratif). KHGT tidak menghapus yang pertama, melainkan hanya mengatur yang kedua.

Membedah Fungsi: Waktu Liturgis vs. Waktu Administratif

Ini adalah argumen sentral yang menjernihkan kesalahpahaman. KHGT tidak mengubah atau menggeser awal hari syar’i atau liturgis yang telah ditetapkan oleh syariat, yaitu saat terbenamnya matahari (Maghrib). Waktu-waktu shalat (Maghrib, Isya, Subuh, dst.), waktu dimulainya puasa (saat fajar), dan waktu dimulainya malam-malam ibadah (seperti malam 1 Ramadan untuk shalat Tarawih atau malam Idul Fitri) tetap terikat pada fenomena alam lokal di masing-masing tempat.1 Seorang Muslim di Jakarta akan memulai shalat Maghrib dan berbuka puasa ketika matahari terbenam di Jakarta, bukan ketika matahari terbenam di Makkah atau London.

Peran pukul 00:00 UTC dalam sistem KHGT murni bersifat administratif dan sinkronis. Fungsinya adalah sebagai patokan global yang abstrak dan tunggal untuk menentukan apakah suatu hari di seluruh dunia akan dicatat sebagai tanggal “29 Sya’ban” atau sudah masuk tanggal “1 Ramadan” dalam sebuah kalender yang terpadu. Ini adalah sebuah konvensi (ijtihad jamā’ī atau ijtihad kolektif) yang dirancang untuk kemaslahatan umat yang lebih besar, yaitu unifikasi kalender.47 Logikanya serupa dengan kesepakatan dunia untuk menggunakan Garis Tanggal Internasional (International Date Line/GTI) di Samudra Pasifik untuk menyatukan hari sipil (Senin, Selasa, dst.) di seluruh dunia. Umat Islam secara global telah menerima GTI untuk menentukan hari-hari seperti hari Jumat, sehingga tidak ada halangan untuk menerima patokan waktu global lainnya untuk kalender Hijriah.47 Tanpa garis batas buatan tersebut, tidak akan pernah ada kesepakatan global tentang kapan sebuah hari berakhir dan hari baru dimulai.

BACA JUGA:   Tata Cara Shalat Idul Fitri - Tarjih Muhammadiyah

Dengan demikian, terjadi pemisahan yang jelas antara ‘kapan ibadah dimulai’ dan ‘kapan tanggal dicatat’. Pertanyaan “Kapan 1 Ramadan dimulai?” memiliki dua jawaban yang berbeda namun sama sekali tidak kontradiktif. Secara liturgis, malam 1 Ramadan bagi seorang Muslim di Indonesia dimulai saat adzan Maghrib berkumandang di wilayahnya. Pada saat itulah ia mulai memasuki suasana Ramadan dan bersiap untuk shalat Tarawih. Secara kalender global, tanggal “1 Ramadan” dicatat secara serempak untuk seluruh dunia setelah batas waktu 00:00 UTC terlewati, berdasarkan data hisab visibilitas hilal global yang telah dihitung sebelumnya. Pemisahan fungsional ini memungkinkan umat Islam untuk tetap khusyuk beribadah sesuai waktu lokalnya yang sakral, sambil pada saat yang sama menikmati manfaat dari kalender global yang sinkron, prediktif, dan pasti untuk urusan muamalah, administrasi, dan perencanaan jangka panjang.47

Untuk memperjelas perbedaan ini, berikut adalah tabel perbandingan konsep awal hari:

Tabel 1: Perbandingan Konsep Awal Hari

Fitur Awal Hari Syar’i (Liturgis) Awal Hari Sipil (Konvensional) Awal Hari Kalender (KHGT)
Titik Mula Terbenamnya Matahari (Maghrib) Pukul 00:00 Waktu Lokal Pukul 00:00 UTC (sebagai cutoff)
Sifat Fenomenologis, Lokal Abstrak, Lokal (terikat zona waktu) Abstrak, Global (satu titik referensi)
Fungsi Utama Menentukan waktu dimulainya ibadah (shalat, puasa, malam hari raya) Administrasi sipil, bisnis, penjadwalan sekuler Sinkronisasi penanggalan Islam global, kepastian waktu ibadah
Dasar Hukum/Logika Nash (Al-Qur’an & Hadith), Fikih Konvensi Internasional (Meridian Conference 1884) Ijtihad Jamā’ī (kolektif) untuk kemaslahatan global, didasarkan pada prinsip Ittihadul Mathali’ 47

 

Tabel ini secara visual membedah tiga konsep “awal hari” yang sering kali tercampur aduk dalam diskusi publik. Dengan memisahkannya berdasarkan titik mula, sifat, fungsi, dan dasar logikanya, tabel ini secara langsung menjawab inti kebingungan. Ia menunjukkan bahwa KHGT menambahkan sebuah lapisan administratif-global tanpa menghapus atau mengubah lapisan liturgis-lokal yang sudah ada dan berakar kuat dalam syariat.

Sub-Bagian 2.3: Implikasi Praktis: Studi Kasus Shalat Tarawih Awal Ramadan

Untuk memahami bagaimana rekonsiliasi ini bekerja dalam praktik, mari kita jawab pertanyaan yang sering muncul: “Jika kriteria 5-8 baru terpenuhi di benua Amerika, yang waktunya jauh di belakang Indonesia, apakah kita di Indonesia harus menunda shalat Tarawih dan menunggu kabar dari sana?”

Jawabannya adalah: Tidak, sama sekali tidak. Kesalahpahaman ini muncul dari asumsi bahwa KHGT adalah sistem yang reaktif dan menunggu laporan rukyat. Padahal, KHGT adalah sistem yang prediktif dan berbasis hisab.47

Kalender yang disusun berdasarkan KHGT diterbitkan jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba. Kalender tersebut sudah menetapkan secara pasti bahwa, misalnya, 1 Ramadan 1446 H akan jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025. Keputusan ini tidak dibuat pada malam itu, melainkan didasarkan pada hasil perhitungan astronomis yang menunjukkan bahwa kriteria visibilitas hilal 5-8 akan terpenuhi di suatu tempat di muka bumi (dalam hal ini, benua Amerika) sebelum batas waktu 00:00 UTC pada hari sebelumnya.

Mari kita simulasikan skenarionya:

  1. Jauh Sebelum Ramadan: Umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, sudah memegang Kalender Hijriah Global Tunggal. Kalender tersebut dengan jelas menyatakan bahwa 1 Ramadan 1446 H jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025.47
  2. Hari Jumat, 28 Februari 2025, Waktu Maghrib di Indonesia: Umat Islam di Indonesia, dengan bekal informasi pasti dari kalender, melaksanakan shalat Maghrib. Begitu matahari terbenam, malam 1 Ramadan telah dimulai bagi mereka secara syar’i. Tidak ada keraguan atau penantian. Setelah melaksanakan shalat Isya, mereka dengan tenang dan yakin melaksanakan shalat Tarawih pertama.
  3. Hari Jumat, 28 Februari 2025, Malam Hari di Indonesia: Sementara umat Islam di Indonesia beristirahat atau tidur, rotasi bumi terus berjalan. Matahari terbenam di wilayah yang lebih barat, seperti Timur Tengah, Afrika, dan akhirnya benua Amerika.
  4. Sore Hari di Amerika (Masih dalam rentang waktu Jumat, 28 Februari 2025 UTC): Di suatu tempat di benua Amerika, hilal secara fisik terlihat atau memenuhi kriteria visibilitas 5-8 saat matahari terbenam di sana. Peristiwa ini bukanlah sesuatu yang ditunggu-tunggu kabarnya oleh orang Indonesia, melainkan hanya berfungsi sebagai konfirmasi astronomis di lapangan atas apa yang sudah dihitung dan ditetapkan dalam kalender.

Kesimpulan praktisnya sangat jelas: KHGT justru memberikan kepastian dan menghilangkan kebingungan “malam ini tarawih atau tidak?”. Umat Islam tidak lagi terjebak dalam ketidakpastian menunggu hasil sidang isbat yang sering kali baru diumumkan beberapa saat sebelum waktu Isya. Ibadah dapat direncanakan dan dilaksanakan sesuai waktu syar’i lokal, berdasarkan informasi kalender yang sudah pasti dan diketahui jauh-jauh hari sebelumnya. Bahkan, KHGT dapat menyelesaikan masalah praktis seperti jemaah umrah dari negara MABIMS yang berlebaran di Arab Saudi, yang berpotensi hanya berpuasa 28 hari karena perbedaan kalender lokal.47

Bagian III: Studi Kasus Penerapan – Awal Ramadan 1446 H di Yogyakarta, Indonesia

Untuk membumikan konsep teoretis KHGT ke dalam realitas praktis, bagian ini akan menyajikan studi kasus penerapan untuk penentuan awal Ramadan 1446 Hijriah. Kita akan menggunakan data hisab yang tersedia untuk lokasi spesifik, yaitu Yogyakarta, Indonesia, dan menganalisisnya dalam kerangka kerja KHGT.

Sub-Bagian 3.1: Analisis Data Hisab Lokal dan Global

Langkah pertama adalah mengumpulkan dan menganalisis data astronomis posisi hilal pada hari krusial, yaitu akhir bulan Sya’ban.

  • Lokasi Pengamatan: Yogyakarta, Indonesia (koordinat geografis diperkirakan sekitar 7.8° Lintang Selatan, 110.3° Bujur Timur).
  • Waktu Pengamatan: Saat matahari terbenam pada hari Jumat, 28 Februari 2025 Masehi, yang bertepatan dengan 29 Sya’ban 1446 H (jika bulan Sya’ban 29 hari).

Berdasarkan data hisab yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga seperti BMKG dan sumber falak lainnya, kita dapat menyusun tabel posisi hilal untuk Yogyakarta pada tanggal tersebut.

Tabel 2: Data Hisab Posisi Hilal di Yogyakarta pada 28 Februari 2025

Parameter Nilai (Perkiraan berdasarkan data BMKG & sumber lain) Sumber
Waktu Ijtimak Global (UTC) 28 Feb 2025, pukul 00:44:38 UTC 42
Waktu Ijtimak Lokal (WIB) 28 Feb 2025, pukul 07:44:38 WIB 42
Waktu Terbenam Matahari (Yogyakarta, WIB) Sekitar 17:58 WIB 56
Ketinggian Hilal (Altitude) Sekitar 3.9° (3° 55.40′) di atas ufuk 56
Elongasi Geosentrik Sekitar 5.9° (5° 54.88′) 43
Umur Bulan saat Terbenam Sekitar 10 jam 14 menit 43

Tabel ini menyajikan data mentah yang menjadi dasar analisis objektif. Dengan data ini, kita dapat mengevaluasi posisi hilal berdasarkan berbagai kriteria yang ada.

Analisis Data Lokal di Yogyakarta

Berdasarkan data pada Tabel 2, posisi hilal di Yogyakarta pada saat matahari terbenam tanggal 28 Februari 2025 adalah sebagai berikut:

  • Ketinggian hilal adalah ~3.9°, yang berarti tidak memenuhi kriteria KHGT (5°).
  • Elongasi adalah ~5.9°, yang berarti tidak memenuhi kriteria KHGT (8°).
  • Jika dibandingkan dengan kriteria Neo-MABIMS yang digunakan oleh Pemerintah RI, ketinggian 3.9° sudah memenuhi syarat minimal 3°, namun elongasi 5.9° belum memenuhi syarat minimal 6.4°.43

Kesimpulannya, jika penentuan awal Ramadan hanya didasarkan pada matlak lokal atau regional (MABIMS), maka pada malam itu hilal dianggap belum terlihat atau belum memenuhi kriteria di Yogyakarta (dan di seluruh Indonesia). Konsekuensinya, bulan Sya’ban akan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari, dan puasa akan dimulai pada hari Ahad, 2 Maret 2025.43

Proyeksi Global menurut KHGT

Namun, KHGT tidak berhenti pada data lokal. Sistem ini akan memindai seluruh permukaan bumi untuk mencari di mana kriteria 5-8 pertama kali terpenuhi. Perhitungan astronomis yang akurat dan peta visibilitas global menunjukkan bahwa pada tanggal 28 Februari 2025, garis visibilitas hilal yang memenuhi kriteria 5-8 akan melintasi wilayah barat bumi.58 Secara spesifik, wilayah pertama yang kemungkinan besar akan memenuhi kriteria ini adalah Samudra Pasifik bagian timur, diikuti oleh daratan di benua Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Peristiwa ini akan terjadi pada sore hari waktu lokal di sana, yang jika dikonversi ke Waktu Universal (UTC), terjadi pada sekitar pukul 22:00 UTC tanggal 28 Februari. Waktu ini terjadi sebelum batas waktu (cutoff) pukul 00:00 UTC tanggal 1 Maret 2025.

Oleh karena itu, menurut mekanisme KHGT, karena kriteria visibilitas global telah terpenuhi sebelum batas waktu yang ditentukan, maka seluruh dunia akan memasuki tanggal 1 Ramadan 1446 H pada hari Sabtu, 1 Maret 2025.

Sub-Bagian 3.2: Skenario Implementasi KHGT di Yogyakarta

Dengan analisis di atas, kita dapat menyusun skenario kronologis yang jelas tentang bagaimana penentuan 1 Ramadan 1446 H akan berlangsung bagi seorang Muslim di Yogyakarta yang mengikuti KHGT.

Tabel 3: Skenario Kronologis Penentuan 1 Ramadan 1446 H di Yogyakarta menurut KHGT

 

Waktu (UTC) Waktu (WIB) Peristiwa di Yogyakarta Peristiwa Global (KHGT) & Status Ibadah
28 Feb, 10:58 28 Feb, 17:58 Matahari terbenam. Hilal berada pada ketinggian ~3.9° dan elongasi ~5.9°. Secara lokal, hilal tidak terlihat dan tidak memenuhi kriteria MABIMS. Malam 1 Ramadan dimulai secara syar’i. Berdasarkan kalender KHGT yang sudah diterbitkan sebelumnya, umat Islam di Yogyakarta dengan yakin melaksanakan Shalat Tarawih pertama setelah shalat Isya. Tidak ada penantian atau keraguan.
28 Feb, ~22:00 01 Mar, 05:00 Umat Islam di Yogyakarta sedang beristirahat atau mempersiapkan sahur. Matahari terbenam di suatu tempat di benua Amerika. Kriteria 5-8 terpenuhi secara fisik untuk pertama kalinya di dunia. Ini adalah konfirmasi lapangan atas perhitungan kalender.
01 Mar, 00:00 01 Mar, 07:00 Pagi hari, aktivitas dimulai. Batas waktu (cutoff) 00:00 UTC terlewati. Tanggal “1 Ramadan 1446 H” secara resmi terkunci secara administratif untuk seluruh dunia oleh sistem kalender.
Waktu Fajar Yogyakarta (~04:30 WIB) Waktu Fajar Yogyakarta (~04:30 WIB) Waktu Imsak tiba. Umat Islam di Yogyakarta memulai puasa hari pertama Ramadan, sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan secara pasti dalam kalender KHGT.

Tabel kronologis ini adalah puncak dari penjelasan praktis. Ia secara gamblang menunjukkan alur waktu yang terpisah namun harmonis antara peristiwa lokal di Yogyakarta dan peristiwa global yang menjadi pemicu kalender. Tidak ada konflik, penundaan, atau kebingungan. Shalat Tarawih dilakukan pada waktunya (malam hari setelah Maghrib), dan puasa dimulai pada waktunya (Fajar), semua berkat kepastian dan prediktabilitas yang diberikan oleh kalender global.

Kesimpulan dari skenario ini adalah bahwa penerapan KHGT tidak membuat umat Islam di Yogyakarta (atau di mana pun di belahan timur dunia) harus “menunggu kabar dari Amerika”. Sebaliknya, mereka beribadah dengan tenang, aman, dan pasti berdasarkan kalender yang sudah disepakati dan diketahui jauh sebelumnya. Validitas kalender tersebut dikonfirmasi oleh peristiwa astronomis yang terjadi di belahan dunia lain, sesuai dengan prinsip ittihadul mathali’. Ini menandai pergeseran paradigma yang signifikan: dari “menunggu hasil rukyat” yang reaktif dan sering kali mendadak, menjadi “melaksanakan ibadah berdasarkan kalender pasti” yang proaktif dan terencana.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian mendalam terhadap konsep awal hari dalam kerangka Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) membawa kita pada sejumlah kesimpulan penting yang dapat menjernihkan kebingungan dan membuka jalan menuju kesatuan penanggalan Islam.

Sintesis Akhir: Laporan ini menegaskan bahwa KHGT, dengan mekanismenya yang berbasis kriteria hisab imkanur rukyat 5-8 dan batas waktu 00:00 UTC, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip fikih mengenai waktu ibadah. Argumen sentralnya terletak pada pemisahan fungsional antara waktu liturgis (syar’i) dan waktu kalender (administratif). Konsep awal hari syar’i yang dimulai pada saat Maghrib untuk menandai permulaan ibadah malam tetap utuh, tidak berubah, dan bersifat lokal. KHGT tidak mengintervensi ranah ini. Sebaliknya, KHGT adalah sebuah ijtihad jamā’ī (ijtihad kolektif) di ranah administratif yang mengadopsi pandangan fikih klasik ittihadul mathali’ (kesatuan matlak global) untuk menciptakan sebuah sistem penanggalan yang tunggal, sinkron, dan prediktif bagi seluruh umat Islam di dunia.47

Manfaat Utama: Manfaat terbesar yang ditawarkan oleh KHGT adalah kepastian waktu (certainty). Dengan kalender yang dapat dihitung dan ditetapkan untuk puluhan bahkan ratusan tahun ke depan, umat Islam dapat melakukan perencanaan jangka panjang untuk berbagai aspek kehidupan.47 Ini tidak hanya terbatas pada ibadah (seperti merencanakan perjalanan haji atau umrah Ramadan), tetapi juga mencakup kegiatan sosial, ekonomi, dan administrasi sipil, serta memperkuat persatuan umat.47 Kepastian ini menghilangkan kebingungan tahunan dan menjadi simbol persatuan umat yang kuat di era global.

BACA JUGA:   Rasionalisasi Penentuan Awal Bulan Qomariyah Tahun 2025 Sesuai Kriteria KHGT

Mengatasi Tantangan: Meskipun secara teknis-astronomis dan argumentasi fikihnya solid, implementasi KHGT diakui menghadapi tantangan yang signifikan. Tantangan ini sebagian besar bersifat non-astronomis. Dari aspek yurisprudensi, pertanyaan mengenai otoritas tunggal global yang berhak menetapkan dan memberlakukan kalender ini menjadi hambatan utama, sebagaimana yang sering disuarakan oleh kalangan Nahdlatul Ulama (NU).24 Siapa yang akan menjadi “Umar bin Khattab” di era modern yang keputusannya ditaati secara global? Dari aspek sosio-kultural, keterikatan emosional dan tradisi yang kuat terhadap praktik rukyatul hilal lokal menjadi resistensi yang perlu dikelola dengan bijaksana.47

Rekomendasi: Untuk bergerak maju menuju kesatuan kalender yang dicita-citakan, beberapa langkah perlu dipertimbangkan:

  1. Edukasi dan Sosialisasi Masif: Diperlukan upaya edukasi publik yang berkelanjutan dan sistematis untuk menjelaskan perbedaan fungsional antara waktu syar’i (liturgis) dan waktu kalender (administratif).47 Sosialisasi harus menekankan bahwa KHGT tidak mengubah cara kita beribadah, melainkan memberikan kepastian pada penanggalan.
  2. Dialog Konstruktif: Dialog yang tulus dan konstruktif antara para penganut metodologi yang berbeda (hisab dan rukyat, ittihadul mathali’ dan ikhtilaf al-mathali’) harus terus digalakkan.47 Dialog ini hendaknya dilandasi semangat saling memahami dasar argumentasi masing-masing, bukan untuk saling mengalahkan, melainkan untuk mencari titik temu demi kemaslahatan umat yang lebih besar.
  3. Penguatan Kelembagaan: Upaya untuk membangun sebuah otoritas Islam global yang diakui, misalnya melalui penguatan peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) atau lembaga serupa, perlu terus didorong sebagai solusi jangka panjang untuk tantangan yurisprudensi.47

Pada akhirnya, perdebatan mengenai awal hari dan KHGT mengajak kita untuk berpikir lebih luas tentang bagaimana ajaran Islam yang kaya dapat beradaptasi dan memberikan solusi bagi tantangan zaman, tanpa kehilangan esensi spiritualnya.

Daftar Referensi

1 tablighkotasemarang.id/2025/06/17/problematika-implementasi-kalender-hijriah-global-tunggal-khgt-tantangan-menuju-kesatuan-umat-islam-sedunia/

2 duta.co/nu-tidak-pakai-khgt-kh-a-wachid-agama-jangan-jadi-alat-politik-kecuali-demi-kemaslahatan

7 journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/24872/15930

3 oif.umsu.ac.id/2021/11/awal-hari-dan-hari-universal/

4media.neliti.com/media/publications/559903-jam-hijriah-konsep-permulaan-hari-dalam-2e884896.pdf

8 ejournal.unkafa.ac.id/index.php/miyah/article/download/609/414

9 eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/20601/1/Skripsi_1902046008_Amalia_Solikhah.pdf

5www.liputan6.com/feeds/read/5833351/hilal-itu-apa-memahami-fenomena-astronomi-penentu-awal-bulan-islam

10 muslim.or.id/328-menentukan-awal-ramadhan-dengan-hilal-dan-hisab.html

11 persis.or.id/news/read/mengenal-dan-memahami-kriteria-awal-bulan-yang-kini-dipakai-di-persatuan-islam

12 jabar.nu.or.id/nasional/penentuan-awal-ramadhan-seringkali-berbeda-ini-penjelasan-ulama-lhmRI

13www.detik.com/edu/detikpedia/d-5918504/penentuan-puasa-awal-ramadhan-versi-rasulullah-saw-seperti-apa-ya

14 id.wikipedia.org/wiki/Hisab_dan_rukyat

15 www.ms-aceh.go.id/berita-artikel-galeri/artikel/174-hisab-dan-rukyatul-hilal-oleh-drs-baidhowihbsh–3110.html

16 islam.nu.or.id/lapsus/melihat-lebih-dalam-kriteria-hilal-nu-dan-muhammadiyah-lLlVz

17 islamiccenter.uad.ac.id/dalil-dalil-tentang-penentuan-awal-ramadan/

18 muhammadiyah.or.id/2022/03/semangat-al-quran-dalam-metode-penentuan-awal-bulan-adalah-hisab/

19 journal.ibrahimy.ac.id/index.php/alhukmi/article/download/1781/1253/6928

6 journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/2296/1207/5364

20 journal.walisongo.ac.id/index.php/al-hilal/article/download/8120/3964

21download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1754646&val=18682&title=PENETAPAN%20AWAL%20BULAN%20DENGAN%20METODE%20ITTIHADUL%20MATHLA%20DI%20INDONESIA

22 muhammadiyah.or.id/2024/02/perkembangan-kriteria-awal-bulan-kamariah-di-muhammadiyah/

23 journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/hisabuna/article/download/38529/18619/132147

24 jabar.nu.or.id/nasional/alasan-nu-konsisten-dengan-rukyatul-hilal-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-GiinU

25 www.nu.or.id/nasional/alasan-nu-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-breBn

26 brin.go.id/news/122413/menentukan-awal-bulan-hijriah-kombinasi-ilmu-astronomi-dan-rukyat-dalam-penetapan-hilal

27 digilib.uinsa.ac.id/14030/1/Buku%205%20Fix%20bagus_8.pdf

28repository.iainkudus.ac.id/10238/1/LAPORAN%20HASIL%20PENELITIAN%20DIPA%202011.pdf

29 jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/214/172

30 starwalk.space/en/moon-calendar

31 journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/6435/5311

32www.kompas.com/sains/read/2021/04/12/193446223/4-faktor-penting-dalam-pemantauan-hilal-penentu-awal-ramadhan?page=all

33 falak-abi.id/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-terlihat-nya-hilal/

34 journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/26772/15943

35 journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/7533/2827/25140

36 jurnal.umsu.ac.id/index.php/almarshad/article/download/1526/1571

37 nu.or.id/nasional/ini-alasan-kriteria-imkanur-rukyah-jadi-3-derajat-tinggi-hilal-dan-6-4-derajat-elongasi-CHNmU

38 muhammadiyah.or.id/2022/05/catatan-kritis-untuk-kriteria-imkan-rukyat-yang-baru-dari-mabims/

39 oif.umsu.ac.id/2024/03/mengapa-imkan-rukyat-5-8-dimana-saja/

40 journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/36469/17699

41 journal.walisongo.ac.id/index.php/al-hilal/article/view/13760/4969

42 www.bmkg.go.id/tanda-waktu/hilal-gerhana/informasi-prakiraan-hilal-saat-matahari-terbenam-tanggal-28-februari-2025-penentu-awal-bulan-ramadan-1446-h

43 falak-abi.id/prediksi-awal-ramadan-syawal-1446/

44 rukyatulhilal.org/hilaltracker/launch.html

45 accuhijri.github.io/another-page.html

46 eprints.walisongo.ac.id/5771/3/BAB%20II.pdf

47 uploaded:Buku-Saku-KHGT.pdf

47 uploaded:Kalender Hijriah Global Tunggal Diadopsi (Kompas).pdf

47 uploaded:Kalender Hijriah Global_ Analisis Komprehensif.pdf

47 uploaded:Kenapa Umat Islam Perlu Kalender Hijriah Global Tunggal.pdf

47 uploaded:KHGT – Kalender Islam Global.pdf

47 uploaded:KHGT dan Tajdid Peradaban-2.pdf

47 uploaded:KHGT_Indonesia.pdf

47 uploaded:Pocket-Book-of-KHGT.pdf

9 eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/20601/1/Skripsi_1902046008_Amalia_Solikhah.pdf

19 journal.ibrahimy.ac.id/index.php/alhukmi/article/download/1781/1253/6928

6 journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/2296/1207/5364

8 ejournal.unkafa.ac.id/index.php/miyah/article/download/609/414

1 tablighkotasemarang.id/2025/06/17/problematika-implementasi-kalender-hijriah-global-tunggal-khgt-tantangan-menuju-kesatuan-umat-islam-sedunia/

12 jabar.nu.or.id/nasional/penentuan-awal-ramadhan-seringkali-berbeda-ini-penjelasan-ulama-lhmRI

39 oif.umsu.ac.id/2024/03/mengapa-imkan-rukyat-5-8-dimana-saja/

26 brin.go.id/news/122413/menentukan-awal-bulan-hijriah-kombinasi-ilmu-astronomi-dan-rukyat-dalam-penetapan-hilal

4media.neliti.com/media/publications/559903-jam-hijriah-konsep-permulaan-hari-dalam-2e884896.pdf

24 jabar.nu.or.id/nasional/alasan-nu-konsisten-dengan-rukyatul-hilal-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-GiinU

10 muslim.or.id/328-menentukan-awal-ramadhan-dengan-hilal-dan-hisab.html

24 jabar.nu.or.id/nasional/alasan-nu-konsisten-dengan-rukyatul-hilal-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-GiinU

5www.liputan6.com/feeds/read/5833351/hilal-itu-apa-memahami-fenomena-astronomi-penentu-awal-bulan-islam

27 digilib.uinsa.ac.id/14030/1/Buku%205%20Fix%20bagus_8.pdf

39 oif.umsu.ac.id/2024/03/mengapa-imkan-rukyat-5-8-dimana-saja/

24 jabar.nu.or.id/nasional/alasan-nu-konsisten-dengan-rukyatul-hilal-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-GiinU

15 www.ms-aceh.go.id/berita-artikel-galeri/artikel/174-hisab-dan-rukyatul-hilal-oleh-drs-baidhowihbsh–3110.html

29 jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/214/172

20 journal.walisongo.ac.id/index.php/al-hilal/article/download/8120/3964

15 www.ms-aceh.go.id/berita-artikel-galeri/artikel/174-hisab-dan-rukyatul-hilal-oleh-drs-baidhowihbsh–3110.html

32www.kompas.com/sains/read/2021/04/12/193446223/4-faktor-penting-dalam-pemantauan-hilal-penentu-awal-ramadhan?page=all

35 journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/7533/2827/25140

28repository.iainkudus.ac.id/10238/1/LAPORAN%20HASIL%20PENELITIAN%20DIPA%202011.pdf

16 islam.nu.or.id/lapsus/melihat-lebih-dalam-kriteria-hilal-nu-dan-muhammadiyah-lLlVz

37 nu.or.id/nasional/ini-alasan-kriteria-imkanur-rukyah-jadi-3-derajat-tinggi-hilal-dan-6-4-derajat-elongasi-CHNmU

25 www.nu.or.id/nasional/alasan-nu-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-breBn

42 www.bmkg.go.id/tanda-waktu/hilal-gerhana/informasi-prakiraan-hilal-saat-matahari-terbenam-tanggal-28-februari-2025-penentu-awal-bulan-ramadan-1446-h

13www.detik.com/edu/detikpedia/d-5918504/penentuan-puasa-awal-ramadhan-versi-rasulullah-saw-seperti-apa-ya

33 falak-abi.id/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-terlihat-nya-hilal/

43 falak-abi.id/prediksi-awal-ramadan-syawal-1446/

36 jurnal.umsu.ac.id/index.php/almarshad/article/download/1526/1571

41 journal.walisongo.ac.id/index.php/al-hilal/article/view/13760/4969

48 islami.co/tafsir-surat-yasin-ayat-40-ketentuan-allah-swt-atas-peredaran-matahari-dan-bulan/

49 quran.nu.or.id/yasin/40

50tafsirweb.com/7996-surat-yasin-ayat-40.html

51 almanhaj.or.id/3947-perbedaan-mathla-dalam-tinjauan-syariat.html

19 journal.ibrahimy.ac.id/index.php/alhukmi/article/download/1781/1253/6928

62www.qurangarden.com/content.php?content=r&id=210

63surahquran.com/tafsir-english-aya-189-sora-2.html

64legacy.quran.com/2/189-195

65 myislam.org/surah-baqarah/ayat-189/

66www.quran-wiki.com/ayat-2-189-alBaqarah

67 al-islam.org/al-mizan-exegesis-quran-volume-3-sayyid-muhammad-husayn-tabatabai/suratul-baqarah-verse-189

58 www.researchgate.net/figure/sibility-Maps-for-Ramadan-1446_fig3_388320570

59 webspace.science.uu.nl/~gent0113/islam/islam_lunvis_current_year.htm

60assets.publishing.service.gov.uk/media/67a9e58aacab8c9492a461e0/F2025Feb28.pdf

61 astronomycenter.net/icop/ram46.html?l=en

57www.krjogja.com/yogyakarta/1245637075/muhammadiyah-tetapkan-1-ramadan-1446-h-pada-1-maret-2025

56 hilal.bmkg.go.id/storage/1932/5ASXr5TEsFjIdiPg6g5XpZRQY8LLxX3PdVyDaxY9.pdf

55www.scribd.com/document/875790419/Hilal-Tracker-RHI-Kalkulator-Posisi-Hilal

48 islami.co/tafsir-surat-yasin-ayat-40-ketentuan-allah-swt-atas-peredaran-matahari-dan-bulan/

68www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7581963/bacaan-dan-tafsir-surat-yasin-ayat-40-dan-82-lengkap-artinya

69 tafsir.learn-quran.co/id/surat-36-ya%20sin/ayat-40

49 quran.nu.or.id/yasin/40

50tafsirweb.com/7996-surat-yasin-ayat-40.html

70kumparan.com/berita-terkini/bacaan-arti-dan-tafsir-surat-yasin-ayat-40-untuk-dipahami-umat-muslim-1wWP28uYR04

19 journal.ibrahimy.ac.id/index.php/alhukmi/article/download/1781/1253/6928

52 islam.nu.or.id/ilmu-hadits/kajian-hadits-saat-syam-dan-madinah-beda-dalam-penentuan-awal-ramadhan-hFYfS

6 journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/2296/1207/5364

51 almanhaj.or.id/3947-perbedaan-mathla-dalam-tinjauan-syariat.html

53 almanhaj.or.id/1951-hadits-kuraib-tentang-masalah-hilal-shiyaam-puasa-ramadlan-dan-syawwal.html

54 oif.umsu.ac.id/2024/03/matlak-menurut-fukaha/

Karya yang dikutip

  1. Problematika Implementasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT …, diakses Juni 26, 2025, https://tablighkotasemarang.id/2025/06/17/problematika-implementasi-kalender-hijriah-global-tunggal-khgt-tantangan-menuju-kesatuan-umat-islam-sedunia/
  2. NU Tidak Pakai KHGT, KH A Wachid: Agama Jangan Jadi Alat Politik, Kecuali Demi Kemaslahatan – Duta.co, diakses Juni 26, 2025, https://duta.co/nu-tidak-pakai-khgt-kh-a-wachid-agama-jangan-jadi-alat-politik-kecuali-demi-kemaslahatan
  3. Awal Hari dan Hari Universal – OIF UMSU, diakses Juni 26, 2025, https://oif.umsu.ac.id/2021/11/awal-hari-dan-hari-universal/
  4. Jam Hijriah: Konsep Permulaan Hari dalam Pemikiran E. Darmawan Abdullah – Neliti, diakses Juni 26, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/559903-jam-hijriah-konsep-permulaan-hari-dalam-2e884896.pdf
  5. Hilal Itu Apa: Memahami Fenomena Astronomi Penentu Awal Bulan Islam – Liputan6.com, diakses Juni 26, 2025, https://www.liputan6.com/feeds/read/5833351/hilal-itu-apa-memahami-fenomena-astronomi-penentu-awal-bulan-islam
  6. Hadis Matla’ Hilal (Tempat Terbitnya Hilal dan Tempat Terjadinya Hilal) – UIN Mataram, diakses Juni 26, 2025, https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/2296/1207/5364
  7. URGENSI PENYATUAN KALENDER HIJRIYAH GLOBAL – Rumah Jurnal UIN Alauddin Makassar, diakses Juni 26, 2025, https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/24872/15930
  8. Abstract: Prayer is the most important worship in Islam. Discussing prayer, it will not be separated from the conditions for the, diakses Juni 26, 2025, https://ejournal.unkafa.ac.id/index.php/miyah/article/download/609/414
  9. PENENTUAN AWAL WAKTU MAGHRIB MENURUT IMAM AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN SKRIPSI AMALIA SOLIKHAH 1902046008 PROGRAM ST – UIN Walisongo, diakses Juni 26, 2025, https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/20601/1/Skripsi_1902046008_Amalia_Solikhah.pdf
  10. Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab – Muslim.or.id, diakses Juni 26, 2025, https://muslim.or.id/328-menentukan-awal-ramadhan-dengan-hilal-dan-hisab.html
  11. Mengenal dan Memahami Kriteria Awal Bulan yang Kini Dipakai di Persatuan Islam, diakses Juni 26, 2025, https://persis.or.id/news/read/mengenal-dan-memahami-kriteria-awal-bulan-yang-kini-dipakai-di-persatuan-islam
  12. Penentuan Awal Ramadhan Seringkali Berbeda, Ini Penjelasan Ulama – NU Online Jabar, diakses Juni 26, 2025, https://jabar.nu.or.id/nasional/penentuan-awal-ramadhan-seringkali-berbeda-ini-penjelasan-ulama-lhmRI
  13. Penentuan Puasa Awal Ramadhan Versi Rasulullah SAW, Seperti Apa Ya? – detikcom, diakses Juni 26, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5918504/penentuan-puasa-awal-ramadhan-versi-rasulullah-saw-seperti-apa-ya
  14. Hisab dan rukyat – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juni 26, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Hisab_dan_rukyat
  15. HIsab dan Rukyatul Hilal Oleh Drs, Baidhowi.HB,S.H | (31/10), diakses Juni 26, 2025, https://www.ms-aceh.go.id/berita-artikel-galeri/artikel/174-hisab-dan-rukyatul-hilal-oleh-drs-baidhowihbsh–3110.html
  16. Melihat Lebih Dalam Kriteria Hilal NU dan Muhammadiyah – NU Online, diakses Juni 26, 2025, https://islam.nu.or.id/lapsus/melihat-lebih-dalam-kriteria-hilal-nu-dan-muhammadiyah-lLlVz
  17. Dalil-Dalil tentang Penentuan Awal Ramadan – islamic center – Universitas Ahmad Dahlan, diakses Juni 26, 2025, https://islamiccenter.uad.ac.id/dalil-dalil-tentang-penentuan-awal-ramadan/
  18. Semangat Al-Quran dalam Metode Penentuan Awal Bulan adalah Hisab! – Muhammadiyah, diakses Juni 26, 2025, https://muhammadiyah.or.id/2022/03/semangat-al-quran-dalam-metode-penentuan-awal-bulan-adalah-hisab/
  19. pengaruh ikhtilaf al-mathali’ terhadap penentuan awal bulan dalam perspektif mazahib, diakses Juni 26, 2025, https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/alhukmi/article/download/1781/1253/6928
  20. ITTIHAD AND IKHTILAF AL MATHLA’ – Rumah Jurnal UIN Walisongo Semarang, diakses Juni 26, 2025, https://journal.walisongo.ac.id/index.php/al-hilal/article/download/8120/3964
  21. PENETAPAN AWAL BULAN DENGAN METODE ITTIHADUL MATHLA’ DI INDONESIA, diakses Juni 26, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1754646&val=18682&title=PENETAPAN%20AWAL%20BULAN%20DENGAN%20METODE%20ITTIHADUL%20MATHLA%20DI%20INDONESIA
  22. Perkembangan Kriteria Awal Bulan Kamariah di Muhammadiyah, diakses Juni 26, 2025, https://muhammadiyah.or.id/2024/02/perkembangan-kriteria-awal-bulan-kamariah-di-muhammadiyah/
  23. ANALISIS MATLAK DALAM PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH PERSPEKTIF ILMU FALAK – Rumah Jurnal UIN Alauddin Makassar, diakses Juni 26, 2025, https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/hisabuna/article/download/38529/18619/132147
  24. Alasan NU Konsisten dengan Rukyatul Hilal, Tidak Terapkan …, diakses Juni 26, 2025, https://jabar.nu.or.id/nasional/alasan-nu-konsisten-dengan-rukyatul-hilal-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-GiinU
  25. Alasan NU Tidak Terapkan Kalender Hijriah Global Tunggal – NU Online, diakses Juni 26, 2025, https://www.nu.or.id/nasional/alasan-nu-tidak-terapkan-kalender-hijriah-global-tunggal-breBn
  26. Menentukan Awal Bulan Hijriah: Kombinasi Ilmu Astronomi … – BRIN, diakses Juni 26, 2025, https://brin.go.id/news/122413/menentukan-awal-bulan-hijriah-kombinasi-ilmu-astronomi-dan-rukyat-dalam-penetapan-hilal
  27. Penerapan Ilmu Astronomi Dalam Upaya Unifikasi Kalender Hijriyah di Indonesia Vivit Fitriyanti M.S.I., diakses Juni 26, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/14030/1/Buku%205%20Fix%20bagus_8.pdf
  28. PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM SISTEM PENANGGALAN HIJRIYAH – IAIN Kudus Repository, diakses Juni 26, 2025, http://repository.iainkudus.ac.id/10238/1/LAPORAN%20HASIL%20PENELITIAN%20DIPA%202011.pdf
  29. KRITERIA VISIBILITAS HILAL DALAM PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH DI INDONESIA – Jurnal IAIN Pontianak, diakses Juni 26, 2025, https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/214/172
  30. Moon Phases Calculator | Moon Calendar | Moon Phase Today | Moon Age | Lunar Calendar | Star Walk, diakses Juni 26, 2025, https://starwalk.space/en/moon-calendar
  31. PENENTUAN BATAS MINIMUM PARAMETER VISIBILITAS HILAL SAAT SUMMER SOLSTICE DAN WINTER SOLSTICE Imas Musfiroh Himpunan Astronomi Am, diakses Juni 26, 2025, https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/6435/5311
  32. 4 Faktor Penting dalam Pemantauan Hilal, Penentu Awal Ramadhan – Kompas.com, diakses Juni 26, 2025, https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/12/193446223/4-faktor-penting-dalam-pemantauan-hilal-penentu-awal-ramadhan?page=all
  33. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terlihat nya Hilal – Falak ABI, diakses Juni 26, 2025, https://falak-abi.id/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-terlihat-nya-hilal/
  34. analisis visibilitas hilal sebagai acuan penentuan awal – Rumah Jurnal UIN Alauddin Makassar, diakses Juni 26, 2025, https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/26772/15943
  35. Pengaruh Kelembaban Atmosfer Terhadap Visibilitas Hilal di Pantai Loang Baloq – Berugak Jurnal UIN Mataram, diakses Juni 26, 2025, https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/7533/2827/25140
  36. Ketajaman Mata Dalam Kriteria Visibilitas Hilal – Jurnal UMSU, diakses Juni 26, 2025, https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/almarshad/article/download/1526/1571
  37. Ini Alasan Kriteria Imkanur Rukyah Jadi 3 Derajat Tinggi Hilal dan 6,4 Derajat Elongasi, diakses Juni 26, 2025, https://nu.or.id/nasional/ini-alasan-kriteria-imkanur-rukyah-jadi-3-derajat-tinggi-hilal-dan-6-4-derajat-elongasi-CHNmU
  38. Catatan Kritis untuk Kriteria Imkan Rukyat yang Baru dari MABIMS – Muhammadiyah, diakses Juni 26, 2025, https://muhammadiyah.or.id/2022/05/catatan-kritis-untuk-kriteria-imkan-rukyat-yang-baru-dari-mabims/
  39. Mengapa Imkan Rukyat 5-8 Dimana Saja ? – OIF UMSU, diakses Juni 26, 2025, https://oif.umsu.ac.id/2024/03/mengapa-imkan-rukyat-5-8-dimana-saja/
  40. ELFALAKY: Jurnal Ilmu Falak STUDI KOMPARASI KRITERIA AWAL BULAN KAMARIAH KALENDER FAZILET DAN KRITERIA MABIMS Irfan Ilmu Falak – Rumah Jurnal UIN Alauddin Makassar, diakses Juni 26, 2025, https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/elfalaky/article/view/36469/17699
  41. COMPARATIVE STUDY OF FAZILET CALENDAR AND MABIMS CRITERIA ON DETERMINING HIJRI CALENDAR, diakses Juni 26, 2025, https://journal.walisongo.ac.id/index.php/al-hilal/article/view/13760/4969
  42. Informasi Prakiraan Hilal saat Matahari Terbenam Tanggal 28 …, diakses Juni 26, 2025, https://www.bmkg.go.id/tanda-waktu/hilal-gerhana/informasi-prakiraan-hilal-saat-matahari-terbenam-tanggal-28-februari-2025-penentu-awal-bulan-ramadan-1446-h
  43. PREDIKSI AWAL RAMADAN & SYAWAL 1446 – Falak ABI, diakses Juni 26, 2025, https://falak-abi.id/prediksi-awal-ramadan-syawal-1446/
  44. Hilal Tracker RHI – Kalkulator Posisi Hilal , diakses Juni 26, 2025, https://rukyatulhilal.org/hilaltracker/launch.html
  45. A tool for calculating Islamic Lunar Calendar – Accurate Hijri Calculator (AHC), diakses Juni 26, 2025, https://accuhijri.github.io/another-page.html
  46. BAB II FIKIH HISAB AWAL WAKTU SALAT A. Pengertian Salat menurut bahasa berasal dari kata ةلاص, diakses Juni 26, 2025, https://eprints.walisongo.ac.id/5771/3/BAB%20II.pdf
  47. Pocket-Book-of-KHGT.pdf
  48. Tafsir Surat Yasin Ayat 40: Ketentuan Allah SWT Atas Peredaran Matahari dan Bulan, diakses Juni 26, 2025, https://islami.co/tafsir-surat-yasin-ayat-40-ketentuan-allah-swt-atas-peredaran-matahari-dan-bulan/
  49. Surat Yasin Ayat 40: Arab, Latin, Terjemah dan Tafsir Lengkap | Quran NU Online, diakses Juni 26, 2025, https://quran.nu.or.id/yasin/40
  50. Surat Yasin Ayat 40 Arab, Latin, Terjemah dan Tafsir | Baca di TafsirWeb, diakses Juni 26, 2025, https://tafsirweb.com/7996-surat-yasin-ayat-40.html
  51. Perbedaan Mathla’ Dalam Tinjauan Syari’at – Almanhaj, diakses Juni 26, 2025, https://almanhaj.or.id/3947-perbedaan-mathla-dalam-tinjauan-syariat.html
  52. Kajian Hadits: Saat Syam dan Madinah Beda dalam Penentuan Awal Ramadhan, diakses Juni 26, 2025, https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/kajian-hadits-saat-syam-dan-madinah-beda-dalam-penentuan-awal-ramadhan-hFYfS
  53. Hadits Kuraib Tentang Masalah Hilal Shiyaam (Puasa) Ramadlan Dan Syawwal – Almanhaj, diakses Juni 26, 2025, https://almanhaj.or.id/1951-hadits-kuraib-tentang-masalah-hilal-shiyaam-puasa-ramadlan-dan-syawwal.html
  54. Matlak Menurut Fukaha – OIF UMSU, diakses Juni 26, 2025, https://oif.umsu.ac.id/2024/03/matlak-menurut-fukaha/
  55. Hilal Tracker RHI – Kalkulator Posisi Hilal | PDF – Scribd, diakses Juni 26, 2025, https://www.scribd.com/document/875790419/Hilal-Tracker-RHI-Kalkulator-Posisi-Hilal
  56. informasi prakiraan hilal saat matahari terbenam tanggal 28 februari 2025 m (penentu awal bulan ramadan 1446 h), diakses Juni 26, 2025, https://hilal.bmkg.go.id/storage/1932/5ASXr5TEsFjIdiPg6g5XpZRQY8LLxX3PdVyDaxY9.pdf
  57. Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan 1446 H pada 1 Maret 2025 – Krjogja, diakses Juni 26, 2025, https://www.krjogja.com/yogyakarta/1245637075/muhammadiyah-tetapkan-1-ramadan-1446-h-pada-1-maret-2025
  58. -Visibility Maps for Ramadan 1446 | Download Scientific Diagram – ResearchGate, diakses Juni 26, 2025, https://www.researchgate.net/figure/sibility-Maps-for-Ramadan-1446_fig3_388320570
  59. Global Lunar Crescent Visibility Maps for the Current Islamic Year (1446 AH) – webspace.science.uu.nl, diakses Juni 26, 2025, https://webspace.science.uu.nl/~gent0113/islam/islam_lunvis_current_year.htm
  60. Visibility of the New Crescent Moon for 2025 February 28 (Ramadan 1446 AH) – W120° W100° W80° W60° W40° W20 – GOV.UK, diakses Juni 26, 2025, https://assets.publishing.service.gov.uk/media/67a9e58aacab8c9492a461e0/F2025Feb28.pdf
  61. Visibility of Ramadan Crescent 1446 AH – International Astronomical Center (IAC), diakses Juni 26, 2025, https://astronomycenter.net/icop/ram46.html?l=en
  62. Tafsir Surah Al-Baqarah: The Cow Verse 189……….Part 2 – Quran Garden, diakses Juni 26, 2025, https://www.qurangarden.com/content.php?content=r&id=210
  63. Surah Baqarah ayat 189 Tafsir Ibn Kathir | They ask you, [O Muhammad], about the – القرآن الكريم, diakses Juni 26, 2025, https://surahquran.com/tafsir-english-aya-189-sora-2.html
  64. Surat Al-Baqarah [2:189-195] – The Noble Qur’an – القرآن الكريم, diakses Juni 26, 2025, https://legacy.quran.com/2/189-195
  65. Surah Al-Baqarah Ayat 189 (2:189 Quran) With Tafsir – My Islam, diakses Juni 26, 2025, https://myislam.org/surah-baqarah/ayat-189/
  66. Surah 2: al-Baqarah Ayat 189 – Qur’an Wiki, diakses Juni 26, 2025, https://www.quran-wiki.com/ayat-2-189-alBaqarah
  67. Suratul Baqarah: Verse 189 | Al-Mizan, An Exegesis Of The Qur’an – Volume 3 | Al-Islam.org, diakses Juni 26, 2025, https://al-islam.org/al-mizan-exegesis-quran-volume-3-sayyid-muhammad-husayn-tabatabai/suratul-baqarah-verse-189
  68. Bacaan dan Tafsir Surat Yasin Ayat 40 dan 82 Lengkap Artinya – detikcom, diakses Juni 26, 2025, https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7581963/bacaan-dan-tafsir-surat-yasin-ayat-40-dan-82-lengkap-artinya
  69. Tafsir Surat Yasin ayat 40, diakses Juni 26, 2025, https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-36-ya%20sin/ayat-40
  70. Bacaan, Arti dan Tafsir Surat Yasin Ayat 40 untuk Dipahami Umat Muslim – kumparan, diakses Juni 26, 2025, https://kumparan.com/berita-terkini/bacaan-arti-dan-tafsir-surat-yasin-ayat-40-untuk-dipahami-umat-muslim-1wWP28uYR04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *