Kronologi Analitis Hijrah Nabi Muhammad ﷺ: Perjalanan Transformasi dari Mekah ke Madinah

Pakar yang Bertugas: Peneliti Sejarah Islam

Laporan ini menyajikan analisis kronologis yang komprehensif mengenai peristiwa Hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Mekah ke Madinah. Dengan merujuk pada sumber-sumber primer dan sekunder yang bereputasi, laporan ini bertujuan untuk membedah setiap tahapan Hijrah, tidak hanya sebagai perpindahan geografis, tetapi sebagai sebuah proses transformasi strategis yang meletakkan dasar bagi peradaban Islam.

Pendahuluan

Hijrah Nabi Muhammad ﷺ pada tahun 622 Masehi merupakan peristiwa fundamental dalam sejarah Islam, sebuah titik balik yang memisahkan dua era fundamental dalam misi kenabian. Peristiwa ini bukan sekadar migrasi fisik untuk menghindari persekusi, melainkan sebuah perpindahan paradigmatik dari fase dakwah individual yang tertindas di Mekah menuju fase pembangunan masyarakat, institusi, dan negara di Madinah.1 Signifikansinya begitu mendalam sehingga peristiwa ini dipilih oleh Khalifah Umar bin Khattab sebagai titik awal penanggalan kalender Islam, yang dikenal sebagai kalender Hijriah, sebuah penanda abadi dimulainya sebuah era baru.2 Secara konseptual, Hijrah melambangkan esensi ajaran Islam tentang perpindahan dari kondisi keburukan menuju kebaikan, sebuah prinsip yang seringkali digandengkan dengan konsep iman dan jihad dalam Al-Qur’an, seperti yang tersirat dalam firman Allah:

 إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah, 2:218).3

Analisis dalam laporan ini didasarkan pada sumber-sumber sejarah Islam yang paling otoritatif. Rujukan utama adalah kitab Sirah an-Nabawiyah karya Ibn Hisyam, yang merupakan suntingan dan preservasi dari karya monumental Muhammad ibn Ishaq, sejarawan Muslim paling awal.6 Karya Ibn Hisyam telah menjadi rujukan standar bagi para sejarawan Islam selama berabad-abad.9 Untuk memperkuat dan memvalidasi narasi, dilakukan rujukan silang dengan karya-karya lain seperti Al-Bidayah wa al-Nihayah oleh Ibn Kathir, Tarikh al-Tabari, serta kitab-kitab hadis sahih. Pendekatan yang digunakan adalah kronologis-analitis, yang mengurai setiap peristiwa secara berurutan sambil menganalisis dimensi strategis, sosial, dan teologis yang terkandung di dalamnya.

Untuk memberikan gambaran umum yang jelas, tabel berikut merangkum rangkaian peristiwa kunci dalam kronologi Hijrah.

Tabel 1: Kronologi Kunci Peristiwa Hijrah

Tahapan Tanggal (Hijriah & Masehi) Peristiwa Kunci Lokasi Tokoh Terlibat
Pemicu 621 M (Tahun ke-12 Kenabian) Bai’at Aqabah Pertama Aqabah, Mekah Nabi Muhammad ﷺ, 12 orang dari Yatsrib (Aus & Khazraj)
Pemicu 622 M (Tahun ke-13 Kenabian) Bai’at Aqabah Kedua (Pakta Pertahanan) Aqabah, Mekah Nabi Muhammad ﷺ, 75 orang dari Yatsrib
Konspirasi 26 Safar 1 H (12 September 622 M) Musyawarah Quraisy di Dar al-Nadwah untuk membunuh Nabi ﷺ Dar al-Nadwah, Mekah Pemuka Quraisy (Abu Jahal, dll.)
Keberangkatan Malam 27 Safar 1 H (12-13 September 622 M) Nabi ﷺ meninggalkan rumahnya yang dikepung; Ali bin Abi Thalib menggantikan posisi tidur beliau. Rumah Nabi ﷺ, Mekah Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib
Persembunyian 27-29 Safar 1 H (13-15 September 622 M) Bersembunyi selama tiga malam untuk menghindari pengejaran. Gua Tsur, Selatan Mekah Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, Abdullah & Asma’ binti Abu Bakar, Amir bin Fuhairah
Perjalanan 1 Rabiulawal 1 H (16 September 622 M) Meninggalkan Gua Tsur dan memulai perjalanan ke Yatsrib melalui rute pesisir. Rute Pesisir Laut Merah Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, Abdullah bin Uraiqit (pemandu)
Insiden Selama Perjalanan Pengejaran oleh Suraqah bin Malik yang berakhir dengan pertobatannya. Sepanjang rute perjalanan Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, Suraqah bin Malik
Kedatangan Awal 8 Rabiulawal 1 H (23 September 622 M) Tiba di Quba dan tinggal selama empat hari. Quba, dekat Madinah Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, Kultsum bin al-Hidm
Pilar Pertama 8-12 Rabiulawal 1 H Pembangunan Masjid Quba, masjid pertama dalam sejarah Islam. Quba Nabi Muhammad ﷺ, para sahabat Muhajirin & Anshar
Memasuki Kota Jumat, 12 Rabiulawal 1 H (27 September 622 M) Tiba di pusat kota Yatsrib, disambut meriah. Melaksanakan shalat Jumat pertama. Bani Salim bin Auf & Pusat Kota Yatsrib (Madinah) Nabi Muhammad ﷺ, seluruh penduduk Muslim Madinah
Pilar Kedua Rabiulawal 1 H Pembangunan Masjid Nabawi di lokasi yang ditentukan oleh unta Nabi. Madinah Nabi Muhammad ﷺ, Sahl & Suhail (pemilik tanah), para sahabat
Pilar Ketiga Rabiulawal 1 H Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar (Mu’akhah). Rumah Anas bin Malik, Madinah Nabi Muhammad ﷺ, Sahabat Muhajirin & Anshar

Bab 1: Latar Belakang dan Pemicu Hijrah: Jalan Menuju Yatsrib

Keputusan untuk berhijrah bukanlah tindakan yang tiba-tiba, melainkan puncak dari serangkaian peristiwa yang secara sistematis membuat Mekah menjadi lingkungan yang tidak lagi kondusif bagi kelangsungan dakwah dan keselamatan umat Islam.

1.1 Eskalasi Penindasan dan Boikot di Mekah

Setelah wafatnya dua sosok pelindung utama Nabi Muhammad ﷺ—paman beliau, Abu Thalib, dan istri tercinta, Khadijah—pada tahun yang dikenal sebagai ‘Am al-Huzn (Tahun Kesedihan), kaum Quraisy meningkatkan persekusi mereka secara drastis.10 Tanpa perlindungan klan Bani Hasyim yang sebelumnya diberikan oleh Abu Thalib, Nabi ﷺ menjadi target yang lebih rentan.12 Penindasan ini tidak hanya berupa penolakan ajaran, tetapi juga serangan fisik, siksaan psikologis, dan boikot ekonomi yang brutal terhadap kaum Muslimin.13 Situasi yang mencekam ini bahkan telah mendorong gelombang hijrah pertama ke Habasyah (Abyssinia), di mana sebagian sahabat mencari suaka di bawah perlindungan seorang raja yang adil.10

 

1.2 Upaya Diversifikasi Dakwah: Misi ke Tha’if

Dalam upaya mencari basis dukungan baru di luar Mekah, Nabi ﷺ melakukan perjalanan ke kota Tha’if pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian, yang berjarak sekitar 65 km.15 Namun, alih-alih mendapatkan sambutan, beliau justru menghadapi penolakan yang lebih keras. Para pemuka Tha’if menghasut penduduk dan anak-anak untuk melempari beliau dengan batu hingga kedua tumitnya berdarah.16 Kegagalan total misi ke Tha’if ini menjadi indikator yang jelas bahwa lingkungan di sekitar Mekah telah sepenuhnya tertutup dan memusuhi dakwah Islam.

1.3 Bai’at Aqabah I (621 M): Benih Harapan di Yatsrib

Titik terang mulai muncul dari arah yang tidak terduga. Pada musim haji tahun ke-11 kenabian, Nabi ﷺ bertemu dengan enam orang pemuda dari suku Khazraj di Yatsrib (kelak bernama Madinah).16 Mereka lebih reseptif terhadap ajaran tauhid karena telah lama hidup berdampingan dengan komunitas Yahudi dan sering mendengar tentang akan datangnya seorang nabi akhir zaman.16

Pertemuan ini berlanjut pada tahun berikutnya (621 M), di mana 12 orang perwakilan dari Yatsrib—sepuluh dari suku Khazraj dan dua dari suku Aus—datang menemui Nabi ﷺ di sebuah bukit bernama Aqabah. Di tempat inilah terjadi Bai’at Aqabah Pertama.11 Isi bai’at ini merupakan sebuah ikrar moral dan teologis yang menjadi fondasi keislaman mereka. Mereka berjanji untuk:

  • Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.
  • Tidak mencuri dan tidak berzina.
  • Tidak membunuh anak-anak mereka.
  • Tidak akan berbuat dusta dan fitnah.
  • Menyatakan kesetiaan kepada Nabi Muhammad ﷺ.11

Sebagai tindak lanjut, Nabi ﷺ mengutus duta Islam pertama, Mus’ab bin Umair, untuk pergi bersama mereka ke Yatsrib. Tugas Mus’ab adalah mengajarkan Al-Qur’an dan menyebarkan ajaran Islam, sebuah langkah yang terbukti sangat sukses dan menjadi cikal bakal penerimaan Islam secara luas di kota tersebut.11

 

1.4 Bai’at Aqabah II (622 M): Pakta Pertahanan dan Undangan Resmi

Setahun kemudian, pada musim haji tahun ke-13 kenabian (622 M), keberhasilan dakwah Mus’ab bin Umair terbukti. Rombongan yang jauh lebih besar, terdiri dari 73 pria dan 2 wanita dari Yatsrib, datang untuk menemui Nabi ﷺ secara rahasia di Aqabah.11 Pertemuan ini menghasilkan Bai’at Aqabah Kedua, yang memiliki karakter sangat berbeda dari yang pertama.

Jika Bai’at pertama berfokus pada komitmen moral-spiritual, Bai’at kedua adalah sebuah pakta politik dan pertahanan yang solid. Mereka tidak hanya mengulangi ikrar sebelumnya, tetapi juga secara eksplisit berjanji untuk:

  • Mendengar dan taat kepada Nabi ﷺ dalam segala kondisi.
  • Berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
  • Menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
  • Berjuang di jalan Allah tanpa takut celaan.
  • Membela dan melindungi Nabi Muhammad sebagaimana mereka membela dan melindungi keluarga dan diri mereka sendiri, dengan balasan surga.11

Poin terakhir inilah yang menjadi kunci. Ini adalah sebuah undangan resmi dan jaminan keamanan mutlak bagi Nabi ﷺ untuk berhijrah ke Yatsrib. Sebagai formalisasi dari perjanjian ini, Nabi ﷺ menunjuk 12 orang Naqib (pemimpin)—sembilan dari suku Khazraj dan tiga dari suku Aus—untuk menjadi penanggung jawab dan perwakilan beliau di Yatsrib.11

Perkembangan ini menunjukkan bahwa Hijrah bukanlah sebuah “pelarian” yang impulsif, melainkan sebuah “relokasi strategis” yang didahului oleh negosiasi diplomatik yang cermat. Kondisi sosial di Yatsrib, yang terkoyak oleh perang saudara berkepanjangan antara suku Aus dan Khazraj, menciptakan kekosongan kepemimpinan dan kebutuhan mendesak akan seorang figur pemersatu yang netral dan berwibawa.11 Nabi Muhammad ﷺ adalah jawaban atas kebutuhan tersebut. Evolusi dari Bai’at Aqabah I ke II menandai transisi krusial dari pembentukan komunitas religius menjadi embrio sebuah entitas politik-militer yang siap memberikan suaka dan perlindungan.

Bab 2: Konspirasi Quraisy dan Perintah Ilahi: Malam Penentuan

Kabar mengenai aliansi baru antara Nabi Muhammad ﷺ dan penduduk Yatsrib dengan cepat sampai ke telinga para pemuka Quraisy, memicu kepanikan dan mendorong mereka untuk mengambil tindakan drastis.

2.1 Musyawarah di Dar al-Nadwah: Rencana Pembunuhan Kolektif

Melihat eksodus kaum Muslimin yang mulai berangkat menuju Yatsrib secara bertahap, para pemimpin Quraisy menyadari ancaman strategis yang akan mereka hadapi. Mereka khawatir Nabi ﷺ akan membangun kekuatan baru di sana, yang berpotensi mengganggu atau bahkan memutus jalur perdagangan vital mereka ke Syam.14

Pada hari Kamis, 26 Safar tahun ke-14 kenabian, mereka menggelar pertemuan darurat di Dar al-Nadwah (balai pertemuan elit Quraisy).22 Setelah mempertimbangkan berbagai opsi seperti pemenjaraan atau pengusiran—yang dianggap tidak efektif—mereka menyetujui usulan licik dari Abu Jahal. Rencananya adalah memilih seorang pemuda yang kuat dari setiap kabilah utama Quraisy untuk membunuh Nabi Muhammad ﷺ secara serentak dengan satu tebasan pedang bersama-sama. Tujuannya adalah agar tanggung jawab atas darah beliau tersebar di antara semua kabilah, sehingga klan Nabi, Bani Hasyim, tidak akan mampu menuntut balas kepada semua klan dan terpaksa hanya menerima diyat (uang tebusan darah).13 Rencana keji ini diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an:

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ ۚ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al-Anfal: 30).13

 

2.2 Turunnya Wahyu dan Persiapan Hijrah

Pada saat genting inilah, Malaikat Jibril turun untuk memberitahukan konspirasi tersebut kepada Nabi ﷺ dan menyampaikan izin dari Allah SWT untuk memulai Hijrah.13 Tanpa menunda waktu, Nabi ﷺ segera mendatangi kediaman sahabat terdekatnya, Abu Bakar al-Siddiq, pada waktu tengah hari yang tidak biasa untuk menghindari kecurigaan. Di sanalah mereka berdua menyusun detail rencana keberangkatan yang sangat rahasia.13

BACA JUGA:   Larangan Rasulullah ﷺ yang Sering Dilanggar Tanpa Disadari

2.3 Malam Hijrah (Malam Jumat, 27 Safar / 12-13 September 622 M)

Sesuai rencana, pada malam harinya, sebelas pemuda pilihan Quraisy, termasuk Abu Jahal, al-Hakam bin Abul Ash, dan Umayyah bin Khalaf, telah mengepung rapat rumah Nabi ﷺ, menunggu beliau keluar untuk shalat Subuh.13 Di dalam rumah, Nabi ﷺ telah mempersiapkan strategi pengalihan yang krusial. Beliau meminta sepupunya yang masih muda, Ali bin Abi Thalib, untuk tidur di ranjangnya dengan mengenakan selimut hijau Hadramaut miliknya. Beliau meyakinkan Ali bahwa tidak akan ada bahaya yang menimpanya dan menugaskannya untuk tinggal di Mekah selama beberapa hari guna mengembalikan barang-barang amanah yang dititipkan penduduk Mekah kepada Nabi ﷺ.13

Dengan pertolongan Allah, Nabi Muhammad ﷺ kemudian keluar dari pintu depan rumahnya. Para pengepung yang berjaga tidak menyadari kepergian beliau. Sambil membaca ayat ke-9 dari Surah Yasin, beliau menaburkan segenggam debu ke atas kepala mereka, sebagai isyarat simbolis atas “kebutaan” mereka terhadap rencana ilahi.13 Beliau langsung menuju rumah Abu Bakar, dan dari sana, keduanya menyelinap keluar melalui pintu belakang untuk memulai perjalanan bersejarah mereka.13

Rencana Quraisy di Dar al-Nadwah, yang dirancang untuk menjadi solusi final, justru menjadi pembenaran teologis dan moral bagi Hijrah. Resolusi ekstrem untuk melakukan pembunuhan ini menjadi pemicu turunnya izin ilahi, menandakan bahwa fase kesabaran di Mekah telah berakhir. Peran Ali bin Abi Thalib pada malam itu bukan hanya sebagai pengalih perhatian, tetapi juga sebagai simbol keberanian, kepercayaan mutlak, dan integritas. Bahkan dalam situasi yang mengancam nyawa, prinsip untuk menunaikan amanah tetap dijunjung tinggi, menunjukkan keluhuran akhlak yang menjadi inti perjuangan Islam.

Bab 3: Persembunyian di Gua Tsur: Tiga Hari Krusial (27-29 Safar)

Strategi yang diterapkan oleh Nabi ﷺ dan Abu Bakar segera setelah meninggalkan Mekah menunjukkan tingkat perencanaan dan kehati-hatian yang luar biasa, dipadukan dengan keyakinan penuh pada pertolongan Allah.

3.1 Strategi Penyamaran: Memilih Rute yang Berlawanan

Alih-alih mengambil rute logis ke utara menuju Madinah, keduanya sengaja berjalan ke arah yang berlawanan, yakni ke selatan menuju wilayah Yaman.21 Tujuannya adalah sebuah bukit terjal bernama Jabal Tsur (Gunung Tsur), yang berjarak sekitar 8 km dari Mekah.13 Langkah kontra-intuitif ini merupakan sebuah taktik penyamaran yang brilian, dirancang untuk mengelabui para pengejar yang pasti akan menyisir semua jalan utama menuju utara.14 Medan menuju gua sangatlah sulit, berbatu dan terjal, hingga menyebabkan telapak kaki Nabi ﷺ melepuh dan terluka.13

 

3.2 Peristiwa di Dalam Gua

Setibanya di mulut gua, kesetiaan dan pengorbanan Abu Bakar terlihat jelas. Beliau bersikeras untuk masuk terlebih dahulu, membersihkan gua dan menyumbat setiap lubang dengan sobekan kainnya untuk memastikan tidak ada bahaya yang mengancam Rasulullah.13 Saat Nabi ﷺ tertidur lelap dengan kepala di pangkuannya, Abu Bakar merasakan sengatan binatang berbisa dari salah satu lubang yang belum tertutup. Demi menjaga agar Rasulullah tidak terbangun, ia menahan rasa sakit yang luar biasa hingga air matanya menetes dan jatuh di wajah Nabi ﷺ. Terbangun karena tetesan air mata itu, Nabi ﷺ bertanya apa yang terjadi. Setelah mengetahui perihal sengatan itu, beliau mengoleskan sedikit ludahnya ke bekas luka, dan dengan izin Allah, rasa sakit yang diderita Abu Bakar seketika hilang.13

Sementara itu, kaum Quraisy yang murka karena gagalnya rencana mereka, menawarkan sayembara besar: hadiah 100 ekor unta bagi siapa saja yang bisa membawa Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Bakar, hidup atau mati.13 Para pemburu hadiah dan patroli Quraisy menyebar ke segala penjuru. Para pelacak jejak yang paling ahli pun dikerahkan, dan mereka berhasil mengikuti jejak kaki hingga ke mulut Gua Tsur.

Pada saat yang paling menegangkan itu, ketika para pengejar berdiri tepat di atas mereka, Abu Bakar berbisik dengan cemas, “Wahai Rasulullah! Andaikata sebagian mereka menoleh ke bawah, pasti dia dapat melihat kita.” Dengan ketenangan yang luar biasa, Nabi ﷺ menjawab dengan kalimat yang menggetarkan, yang kemudian diabadikan dalam Surah At-Taubah ayat 40:

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“…janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.”.13

Pada saat itu, Allah memberikan perlindungan-Nya. Para pengejar, setelah melihat mulut gua, tidak memiliki keinginan untuk masuk. Riwayat populer, meskipun status kesahihannya menjadi perdebatan di kalangan ahli hadis, menyebutkan bahwa mereka melihat sarang laba-laba yang utuh menutupi mulut gua dan dua ekor burung merpati liar yang sedang bersarang, yang meyakinkan mereka bahwa tidak mungkin ada orang yang baru saja masuk ke dalamnya.22

 

3.3 Jaringan Pendukung Logistik yang Rapi

Selama tiga malam mereka bersembunyi di Gua Tsur (dari malam Jumat hingga Ahad malam) 13, sebuah “sel operasi” rahasia yang terorganisir dengan sempurna bekerja untuk mendukung mereka. Tim ini menunjukkan betapa krusialnya peran keluarga dan individu-individu terpercaya dalam misi ini:

  • Intelijen: Abdullah bin Abu Bakar, putra Abu Bakar yang masih belia, menghabiskan siang harinya di Mekah untuk membaur dan mengumpulkan informasi terbaru mengenai rencana dan pergerakan kaum Quraisy. Setiap malam, ia menyelinap ke Gua Tsur untuk melaporkan temuannya.13
  • Logistik: Asma’ binti Abu Bakar, putri Abu Bakar, dengan berani bertugas sebagai penyedia suplai. Setiap malam, ia membawakan makanan dan minuman untuk Nabi ﷺ dan ayahnya.21
  • Penyamaran: Amir bin Fuhairah, seorang gembala dan hamba sahaya yang telah dimerdekakan oleh Abu Bakar, memainkan peran kunci sebagai penghapus jejak. Setelah Abdullah dan Asma’ kembali ke Mekah, Amir akan menggembalakan kawanan kambingnya di atas rute yang mereka lalui untuk menyamarkan jejak kaki manusia. Ia juga menyediakan susu kambing segar sebagai tambahan perbekalan.13

Episode Gua Tsur adalah sebuah pelajaran agung tentang perpaduan antara perencanaan strategis manusia yang paling cermat (tadbir) dengan keyakinan spiritual dan kepasrahan total kepada Tuhan (tawakkul). Setiap detail, mulai dari pemilihan rute yang berlawanan hingga pembagian tugas tim pendukung, menunjukkan perencanaan yang matang. Namun, pada momen puncak di mulut gua, ketika semua strategi manusia telah mencapai batasnya, yang tersisa hanyalah keyakinan pada kebersamaan dan pertolongan Allah (Ma’iyatullah).

Bab 4: Perjalanan Menuju Yatsrib: Rute, Rintangan, dan Pertolongan (1 – 8 Rabiulawal)

Setelah tiga hari persembunyian yang menegangkan, pengejaran kaum Quraisy mulai mereda. Rombongan kecil itu pun bersiap untuk melanjutkan fase perjalanan yang paling panjang dan berbahaya menuju Yatsrib.

4.1 Meninggalkan Gua Tsur dan Memulai Perjalanan

Pada malam Senin, tanggal 1 Rabiulawal Tahun 1 Hijriah (bertepatan dengan 16 September 622 M), Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Bakar keluar dari persembunyian mereka di Gua Tsur.26 Sesuai kesepakatan, pemandu jalan profesional yang telah mereka sewa, Abdullah bin Uraiqit, telah menunggu di titik yang ditentukan. Ia datang membawa dua ekor unta yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh Abu Bakar.14 Kehadiran Abdullah bin Uraiqit menunjukkan sebuah kebijaksanaan dan pragmatisme yang luar biasa dari Nabi ﷺ; ia adalah seorang non-Muslim dari kabilah Banu Du’il, namun dipilih karena keahliannya dalam navigasi dan reputasinya sebagai orang yang dapat dipercaya (amanah).14

 

4.2 Menyusuri Jalur Pesisir yang Tidak Lazim

Untuk menghindari patroli dan mata-mata Quraisy, Abdullah bin Uraiqit tidak membawa rombongan melalui jalur kafilah yang umum. Sebaliknya, ia memandu mereka menempuh rute yang sangat tidak lazim dan jarang dilalui, yakni menyusuri dataran rendah di sepanjang pesisir Laut Merah yang dikenal sebagai Tihama.13 Perjalanan ini sangatlah berat, mengarungi lautan padang pasir di bawah terik matahari musim kemarau, dan terus berjalan sepanjang malam untuk menempuh jarak sejauh mungkin.14

 

4.3 Kisah Suraqah bin Malik: Pengejar yang Menjadi Pelindung

Meskipun telah mengambil rute yang sulit, bahaya masih mengintai. Suraqah bin Malik, seorang pejuang dan pelacak jejak yang tangguh dari kabilah Kinanah, sangat tergiur dengan hadiah 100 ekor unta yang ditawarkan Quraisy. Dengan menunggangi kudanya yang cepat, ia berhasil melacak dan melihat rombongan Nabi ﷺ dari kejauhan.27

Namun, setiap kali Suraqah memacu kudanya untuk mendekat, sebuah keajaiban terjadi. Kaki depan kudanya terperosok ke dalam pasir yang keras seolah-olah ditelan bumi, membuatnya terjatuh. Peristiwa ini terjadi berulang kali, hingga tiga kali.27 Pada upaya ketiga, Suraqah melihat debu mengepul dari tempat kudanya terperosok, dan ia pun menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan kekuatan gaib yang melindungi orang-orang yang dikejarnya.

Dengan rasa takut dan takjub, Suraqah menyerah. Ia memanggil rombongan Nabi ﷺ dan memohon jaminan keamanan. Nabi ﷺ pun berhenti dan menenangkannya. Sebagai imbalannya, Suraqah berjanji tidak hanya untuk menghentikan pengejarannya, tetapi juga untuk secara aktif menyesatkan para pengejar lain yang ia temui di jalan dengan mengatakan bahwa ia tidak menemukan jejak mereka di area tersebut.27 Pada saat itu, Nabi ﷺ tidak hanya memberikan jaminan keamanan tertulis, tetapi juga menyampaikan sebuah nubuat yang luar biasa di tengah kondisinya sebagai seorang buronan: “Bagaimana perasaanmu, wahai Suraqah, jika engkau kelak memakai dua gelang kebesaran Kisra (Raja Persia)?” Janji ini, yang terdengar mustahil pada saat itu, benar-benar terwujud bertahun-tahun kemudian pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ketika kekaisaran Persia ditaklukkan.

Transformasi Suraqah dari seorang pengejar yang haus hadiah menjadi seorang pelindung adalah sebuah mikrokosmos dari kekuatan dakwah Nabi ﷺ. Ini bukan penaklukan dengan kekerasan, melainkan penaklukan hati melalui demonstrasi perlindungan ilahi, pengampunan, dan visi masa depan yang gemilang. Kisah ini menjadi metafora bagi perubahan besar yang akan segera melanda seluruh Jazirah Arab.

Bab 5: Tiba di Gerbang Harapan: Quba dan Pembangunan Masjid Pertama (8 – 12 Rabiulawal)

Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan selama kurang lebih delapan hari, rombongan kecil itu akhirnya melihat tanda-tanda kehidupan di cakrawala. Mereka telah tiba di gerbang Yatsrib, sebuah titik transisi dari fase pelarian yang penuh bahaya menuju fase pembangunan komunitas yang penuh harapan.

5.1 Kedatangan di Quba (Senin, 8 Rabiulawal / 23 September 622 M)

Pada hari Senin, 8 Rabiulawal, Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya tiba di Quba, sebuah desa yang subur dengan kebun-kebun kurma, terletak sekitar 5 kilometer di sebelah tenggara pusat kota Yatsrib.26 Kedatangan beliau telah dinanti-nantikan dengan penuh kerinduan. Setiap pagi, kaum Muslimin di Yatsrib, baik dari kalangan Anshar (penduduk asli) maupun Muhajirin (pendatang dari Mekah yang telah tiba lebih dulu), akan keluar ke pinggir kota, menanti di bawah terik matahari hingga bayangan tidak lagi memberikan tempat berteduh, berharap dapat menyambut kedatangan sang Nabi.14

BACA JUGA:   LANGKAH TAKTIS MEMBUAT BUKU DAKWAH DIGITAL: secara mandiri menggunakan NotebookLM dan Gemini.

Ketika rombongan akhirnya terlihat, pekik takbir dan sorak-sorai kegembiraan membahana. Nabi ﷺ disambut dengan hangat dan dijamu di rumah Kultsum bin al-Hidm, seorang tokoh dari kabilah Bani Amr bin Auf yang mendiami wilayah Quba.26

 

5.2 Pembangunan Masjid Quba: Fondasi Masyarakat di Atas Taqwa

Nabi ﷺ singgah di Quba selama empat hari (Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis).4 Dalam periode singkat ini, tindakan pertama dan paling fundamental yang beliau lakukan adalah meletakkan dasar bagi sebuah pusat komunitas. Beliau memprakarsai pembangunan sebuah masjid di atas sebidang tanah milik Kultsum bin al-Hidm.30

Ini bukan sekadar proyek konstruksi, melainkan sebuah pernyataan simbolis yang sangat kuat. Nabi ﷺ tidak hanya memerintahkan, tetapi juga terlibat langsung dalam proses pembangunan. Beliau ikut mengangkat batu dan mengangkut pasir bersama para sahabatnya, dengan tubuh penuh debu, memberikan teladan tentang pentingnya kerja sama, kerendahan hati, dan semangat gotong royong.31

Masjid ini, yang kemudian dikenal sebagai Masjid Quba, menjadi masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam.13 Keistimewaannya diabadikan dalam Al-Qur’an, di mana Allah SWT menggambarkannya sebagai masjid yang:

لَا يَرْقُبُونَ فِي مُؤْمِنٍ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُعْتَدُونَ

“…didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya…” (QS. At-Taubah: 108).31

 

5.3 Keutamaan Masjid Quba

Sebagai penegas kemuliaan masjid ini, Nabi Muhammad ﷺ kemudian bersabda bahwa siapa pun yang bersuci di rumahnya lalu datang ke Masjid Quba untuk melaksanakan shalat dua rakaat, maka pahalanya setara dengan pahala melaksanakan ibadah umrah.30

Pilihan untuk membangun masjid sebagai prioritas utama, bahkan sebelum memasuki pusat kota, adalah sebuah deklarasi visi. Hal ini menegaskan bahwa masyarakat Islam yang hendak dibangun harus berlandaskan pada fondasi spiritualitas, ibadah kolektif, dan ketakwaan kepada Allah. Masjid Quba menjadi monumen abadi bagi titik awal peradaban Islam di Madinah, menandai pergeseran dari ibadah yang bersifat pribadi dan tersembunyi di Mekah menjadi ibadah komunal yang terbuka dan menjadi jantung kehidupan masyarakat.

Bab 6: Memasuki Madinah Al-Munawwarah: Awal Peradaban Baru (Jumat, 12 Rabiulawal / 27 September 622 M)

Setelah meletakkan fondasi spiritual di Quba, tibalah saatnya bagi Nabi Muhammad ﷺ untuk memasuki pusat kota Yatsrib, momen yang akan mengubah nama dan takdir kota itu untuk selamanya.

6.1 Perjalanan dari Quba ke Pusat Yatsrib

Pada hari Jumat, 12 Rabiulawal (bertepatan dengan 27 September 622 M), Nabi ﷺ bersama Abu Bakar dan rombongan meninggalkan Quba.12 Ketika perjalanan mereka sampai di perkampungan kabilah Bani Salim bin Auf, yang terletak di antara Quba dan pusat kota, waktu shalat Jumat telah tiba. Di sanalah beliau berhenti dan memimpin shalat Jumat untuk pertama kalinya secara terbuka bersama ratusan kaum Muslimin. Untuk mengenang peristiwa penting ini, di lokasi tersebut kemudian dibangun sebuah masjid yang dinamakan Masjid Jumat.23

 

6.2 Penyambutan Meriah dan Perubahan Nama Kota

Setelah shalat Jumat, perjalanan dilanjutkan. Kedatangan Nabi ﷺ di jantung kota Yatsrib disambut dengan suasana yang luar biasa meriah dan penuh suka cita. Seluruh penduduk—pria, wanita, dan anak-anak—tumpah ruah ke jalan-jalan. Genderang ditabuh dan syair-syair penyambutan dilantunkan dengan penuh semangat, termasuk nasyid yang terkenal, Thala’al Badru ‘Alayna (Telah terbit bulan purnama di atas kami).14

Sejak hari bersejarah itu, kota yang sebelumnya dikenal sebagai Yatsrib—sebuah nama yang memiliki konotasi negatif terkait penyakit atau celaan—diganti namanya oleh Nabi ﷺ. Kota itu kini dikenal sebagai Madinah al-Rasul (Kota Sang Rasul) atau, yang lebih populer, Al-Madinah Al-Munawwarah (Kota yang Bercahaya), melambangkan era baru pencerahan yang dibawanya.26

 

6.3 Penentuan Lokasi Masjid Nabawi: Pilihan Ilahi

Setiap pemuka kabilah Anshar berlomba-lomba menawarkan kehormatan untuk menjadi tuan rumah bagi Nabi ﷺ. Mereka beramai-ramai memegang tali kekang unta beliau, yang bernama Qaswa’, masing-masing berharap unta itu akan berhenti di depan rumah mereka.35 Menghadapi situasi yang berpotensi menimbulkan kecemburuan dan persaingan antar klan ini, Nabi ﷺ menunjukkan kebijaksanaan diplomatis yang jenius. Beliau berkata dengan lembut, “Biarkanlah ia (unta ini) berjalan, karena sesungguhnya ia telah diperintah (oleh Allah).”.36

Unta Qaswa’ terus berjalan dengan tenang di antara kerumunan, hingga akhirnya ia berhenti dan menderum (duduk) di sebidang tanah lapang yang digunakan sebagai tempat penjemuran kurma. Tanah tersebut adalah milik dua orang anak yatim dari klan Bani Najjar, yang bernama Sahl dan Suhail bin Amr.35 Nabi ﷺ kemudian memutuskan untuk membeli tanah tersebut untuk dijadikan lokasi pembangunan masjid dan kediaman beliau. Meskipun kedua anak yatim itu dengan tulus menawarkannya secara cuma-cuma, beliau bersikeras untuk membayarnya demi menegakkan prinsip keadilan dan menghindari pengambilan hak anak yatim. Dalam riwayat disebutkan bahwa Abu Bakar al-Siddiq-lah yang akhirnya membayar harga tanah tersebut.37

 

6.4 Pembangunan Masjid Nabawi: Pusat Kehidupan Umat

Segera setelah tanah diperoleh, proyek besar kedua dimulai: pembangunan Masjid Nabawi. Sekali lagi, Nabi ﷺ terlibat langsung, bergotong-royong dengan seluruh sahabat, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar.32 Bangunan masjid ini pada awalnya sangat sederhana, mencerminkan semangat kesahajaan:

  • Fondasi terbuat dari batu.
  • Dindingnya terbuat dari bata tanah liat.
  • Tiang-tiangnya menggunakan batang pohon kurma.
  • Atapnya terbuat dari pelepah daun kurma.32

Namun, kesederhanaan fisiknya berbanding terbalik dengan fungsinya yang luar biasa. Sejak awal, Masjid Nabawi dirancang sebagai sebuah pusat komunitas yang multi-fungsi. Ia bukan hanya tempat shalat, tetapi juga berfungsi sebagai:

  • Pusat pemerintahan dan parlemen.
  • Lembaga pendidikan (universitas pertama Islam).
  • Markas komando militer.
  • Pengadilan untuk menyelesaikan sengketa.
  • Pusat diplomasi untuk menerima delegasi.
  • Tempat penampungan bagi kaum fakir miskin yang dikenal sebagai Ahlus Shuffah.38

Pembangunan Masjid Nabawi adalah peletakan batu pertama negara Madinah secara fisik dan institusional. Desainnya yang sederhana namun multifungsi mencerminkan visi Islam yang integral, dimana kehidupan spiritual (ibadah) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial, politik, dan pendidikan (muamalah). Masjid ini benar-benar menjadi jantung peradaban yang baru lahir.

Bab 7: Pilar Masyarakat Madani: Persaudaraan Muhajirin dan Anshar (Mu’akhah)

Setelah meletakkan fondasi spiritual dan fisik melalui pembangunan masjid, Nabi Muhammad ﷺ segera beralih ke pilar ketiga yang tak kalah pentingnya: membangun fondasi sosial masyarakat baru. Langkah ini diwujudkan melalui sebuah kebijakan rekayasa sosial (social engineering) yang revolusioner, yang dikenal sebagai Mu’akhah (mempersaudarakan).

7.1 Institusionalisasi Mu’akhah (Persaudaraan): Kebijakan Strategis

Tantangan terbesar yang dihadapi komunitas Muslim yang baru terbentuk adalah kesenjangan sosial dan ekonomi antara dua kelompok utama:

  • Kaum Muhajirin: Para imigran dari Mekah yang terpaksa meninggalkan seluruh harta benda, rumah, dan pekerjaan mereka demi keyakinan. Mereka tiba di Madinah tanpa modal dan harus beradaptasi dengan lingkungan serta mata pencaharian baru (pertanian) yang berbeda dari keahlian mereka (perdagangan).39
  • Kaum Anshar: Penduduk asli Madinah yang menjadi “penolong”. Meskipun mereka menyambut Muhajirin dengan tangan terbuka, keberadaan para pendatang baru ini berpotensi menciptakan beban ekonomi dan sosial jika tidak dikelola dengan baik.

Untuk mengatasi masalah ini dan menyatukan kedua kelompok tersebut, Nabi ﷺ menginstitusikan Mu’akhah. Ini bukan sekadar persaudaraan simbolis, melainkan sebuah ikatan hukum dan sosial yang kuat.21 Pada tahap awal, ikatan persaudaraan ini bahkan mencakup hak saling mewarisi di antara pasangan yang dipersaudarakan, menjadikannya lebih kuat daripada ikatan darah. Hukum waris ini kemudian dinasakh (dihapus) dan dikembalikan kepada hubungan nasab setelah kondisi ekonomi kaum Muhajirin telah stabil dan mandiri, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Anfal ayat 75 dan Surah Al-Ahzab ayat 6.39

Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menghancurkan struktur sosial lama yang berbasis pada kesukuan dan fanatisme klan (‘asabiyyah jahiliyyah) dan menggantinya dengan sebuah ikatan baru yang luhur, yaitu persaudaraan yang didasarkan pada akidah dan iman (ukhuwwah islamiyyah).

7.2 Implementasi dan Contoh Nyata

Implementasi Mu’akhah dilakukan secara sistematis. Nabi ﷺ mengumpulkan sekitar 90 hingga 100 sahabat (terdiri dari 45-50 pasang) di rumah Anas bin Malik dan mempersaudarakan mereka satu per satu, satu dari Muhajirin dan satu dari Anshar.41

Kedermawanan dan altruisme (itsar) kaum Anshar dalam menyambut saudara-saudara baru mereka begitu luar biasa sehingga diabadikan secara khusus oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an:

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“…dan mereka (Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…” (QS. Al-Hasyr: 9).41

Contoh paling ikonik dari semangat ini adalah kisah Sa’ad bin Rabi’ (Anshar) yang dipersaudarakan dengan Abdurrahman bin Auf (Muhajirin). Sa’ad menawarkan separuh dari seluruh kekayaannya, tanah, dan rumahnya kepada Abdurrahman. Bahkan, ia menawarkan untuk menceraikan salah satu dari dua istrinya agar dapat dinikahi oleh Abdurrahman setelah masa iddah-nya selesai.39

Di sisi lain, kisah ini juga menunjukkan martabat dan kehormatan diri (iffah) kaum Muhajirin. Abdurrahman bin Auf, dengan penuh rasa terima kasih, menolak tawaran luar biasa tersebut dan hanya berkata, “Semoga Allah memberkahi harta dan keluargamu. Cukuplah tunjukkan kepadaku dimana letak pasar.”.39 Dengan modal semangat dan keahliannya berdagang, ia segera merintis usahanya di pasar Bani Qainuqa’ dan dalam waktu singkat berhasil menjadi mandiri dan kaya raya kembali.41

 

7.3 Daftar Pasangan Muhajirin dan Anshar yang Dipersaudarakan

Berikut adalah beberapa contoh pasangan sahabat yang dipersaudarakan oleh Nabi Muhammad ﷺ, yang menunjukkan bagaimana kebijakan ini diterapkan secara merata di antara para sahabat utama.

Tabel 2: Daftar Persaudaraan (Mu’akhah) antara Muhajirin dan Anshar

Sahabat Muhajirin Sahabat Anshar yang Dipasangkan
Abu Bakar Ash-Shiddiq Kharijah bin Zaid
Umar bin Khattab ‘Itban bin Malik
Utsman bin Affan Aus bin Tsabit bin Al-Mundzir
Abdurrahman bin Auf Sa’ad bin Ar-Rabi’
Zubair bin Awwam Salamah bin Salamah
Thalhah bin Ubaidillah Ka’ab bin Malik
Abu Ubaidah bin al-Jarrah Sa’ad bin Mu’adz
Sa’id bin Zaid Ubay bin Ka’ab
Mush’ab bin Umair Abu Ayyub Al-Anshari
Ammar bin Yasir Hudzaifah bin Al-Yaman
Abu Dzar Al-Ghifari Al-Mundzir bin Amr
Salman Al-Farisi Abu Darda’
Bilal bin Rabah Abu Ruwaihah Abdullah bin Abdurrahman

Sumber: Disarikan dari 43

Kebijakan Mu’akhah berhasil menciptakan jaring pengaman sosial, memfasilitasi transfer pengetahuan, dan yang terpenting, melebur dua kelompok dengan latar belakang berbeda menjadi satu komunitas yang solid, kohesif, dan saling menguatkan. Ia menjadi cetak biru abadi bagi konsep persaudaraan universal dalam Islam, membuktikan bahwa ikatan iman mampu melampaui segala bentuk sekat kesukuan, ras, dan status sosial.

BACA JUGA:   Penjelasan Hadits – “Soomu li-Ru’yatihi.............”

Kesimpulan

Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Mekah ke Madinah adalah sebuah epik sejarah yang jauh melampaui definisi sebuah migrasi. Analisis kronologis yang mendalam menunjukkan bahwa Hijrah adalah sebuah proses multifaset yang kompleks, sebuah mahakarya yang memadukan perencanaan manusia yang paling cermat, strategi politik dan sosial yang brilian, ketahanan spiritual yang luar biasa, serta bimbingan dan pertolongan ilahi yang tak terputus di setiap tahapannya.

Dari negosiasi diplomatik dalam Bai’at Aqabah yang menjadi landasan, strategi pengelabuan yang jenius pada malam keberangkatan dan persembunyian di Gua Tsur, hingga kebijakan rekayasa sosial revolusioner dalam mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar, setiap langkah dalam Hijrah sarat dengan pelajaran strategis dan nilai-nilai luhur. Peristiwa ini mengubah status kaum Muslimin dari komunitas yang teraniaya menjadi sebuah entitas politik yang berdaulat, dan mengubah Nabi Muhammad ﷺ dari seorang da’i yang dimusuhi menjadi seorang kepala negara yang dihormati dan ditaati.

Warisan Hijrah terpatri abadi dalam peradaban Islam. Penetapan peristiwa ini sebagai titik nol kalender Hijriah oleh Khalifah Umar bin Khattab bukanlah pilihan yang arbitrer, melainkan sebuah pengakuan atas signifikansi transformatifnya sebagai momen kelahiran sebuah umat dan peradaban baru.4 Lebih dari itu, Hijrah menjadi model dan sumber inspirasi abadi bagi umat Islam di setiap zaman. Ia mengajarkan bahwa perubahan menuju kondisi yang lebih baik—baik secara fisik maupun spiritual—menuntut adanya visi, perencanaan yang matang, keberanian untuk meninggalkan zona nyaman yang destruktif, kesediaan untuk berkorban, dan yang terpenting, kepasrahan dan keyakinan total (tawakkul) kepada Allah SWT setelah segala daya dan upaya manusia telah dikerahkan secara maksimal. Hijrah bukanlah akhir dari penderitaan, melainkan awal dari sebuah perjuangan baru dalam membangun dunia yang lebih adil, beradab, dan tercerahkan.

Linimasa Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad ﷺ

Linimasa ini merangkum kronologi kunci dari perjalanan Hijrah, mulai dari peristiwa pemicu hingga pembentukan pilar-pilar utama masyarakat Madani.

Tahap Pra-Hijrah & Pemicu

  • Tahun ke-10 Kenabian (‘Am al-Huzn / Tahun Kesedihan)
    • Wafatnya paman Nabi, Abu Thalib, dan istri tercinta, Khadijah.
    • Meningkatnya eskalasi penindasan dan persekusi oleh kaum Quraisy terhadap Nabi ﷺ dan kaum Muslimin.
    • Bulan Syawal: Nabi Muhammad ﷺ melakukan perjalanan dakwah ke Tha’if namun mendapat penolakan keras.
  • 621 M (Tahun ke-12 Kenabian)
    • Peristiwa: Bai’at Aqabah Pertama.
    • Deskripsi: Pada musim haji, 12 orang dari Yatsrib (suku Aus dan Khazraj) bertemu Nabi ﷺ di Aqabah dan berikrar moral serta teologis. Nabi ﷺ mengutus Mus’ab bin Umair sebagai duta Islam pertama ke Yatsrib.
  • 622 M (Tahun ke-13 Kenabian)
    • Peristiwa: Bai’at Aqabah Kedua.
    • Deskripsi: Rombongan yang lebih besar dari Yatsrib (75 orang) menemui Nabi ﷺ di Aqabah dan membuat pakta pertahanan, menjamin perlindungan, serta secara resmi mengundang Nabi ﷺ untuk berhijrah ke kota mereka.

Tahap Pelaksanaan Hijrah (Tahun 1 Hijriah)

  • Kamis, 26 Safar 1 H (12 September 622 M)
    • Peristiwa: Konspirasi Quraisy di Dar al-Nadwah.
    • Deskripsi: Para pemuka Quraisy berkumpul dan menyetujui rencana untuk membunuh Nabi Muhammad ﷺ secara kolektif untuk menghindari tuntutan balas dendam dari klan Bani Hasyim.
  • Malam Jumat, 27 Safar 1 H (12 – 13 September 622 M)
    • Peristiwa: Nabi Meninggalkan Rumahnya.
    • Deskripsi: Setelah menerima wahyu tentang rencana jahat Quraisy dan izin untuk berhijrah, Nabi ﷺ keluar dari rumahnya yang telah dikepung. Ali bin Abi Thalib menggantikan posisi tidur beliau untuk mengelabui para pengepung. Nabi ﷺ kemudian menemui Abu Bakar untuk memulai perjalanan.
  • 27 – 29 Safar 1 H (13 – 15 September 622 M)
    • Peristiwa: Persembunyian di Gua Tsur.
    • Deskripsi: Nabi ﷺ dan Abu Bakar mengambil rute berlawanan ke arah selatan Mekah dan bersembunyi selama tiga malam di Gua Tsur untuk menghindari kejaran kaum Quraisy. Mereka didukung oleh jaringan logistik rahasia yang melibatkan Abdullah & Asma’ binti Abu Bakar serta Amir bin Fuhairah.
  • Senin, 1 Rabiulawal 1 H (16 September 622 M)
    • Peristiwa: Memulai Perjalanan ke Yatsrib.
    • Deskripsi: Nabi ﷺ dan Abu Bakar meninggalkan Gua Tsur, bertemu dengan pemandu jalan Abdullah bin Uraiqit, dan memulai perjalanan panjang menyusuri rute pesisir Laut Merah yang tidak lazim.
  • Selama Perjalanan (1 – 8 Rabiulawal 1 H)
    • Peristiwa: Insiden Pengejaran Suraqah bin Malik.
    • Deskripsi: Suraqah bin Malik berhasil melacak rombongan, namun kudanya terus terperosok setiap kali mendekat. Ia akhirnya menyadari perlindungan ilahi terhadap Nabi ﷺ, meminta maaf, dan berbalik menjadi pelindung dengan menyesatkan para pengejar lainnya.

Tahap Kedatangan & Pembangunan Fondasi di Madinah

  • Senin, 8 Rabiulawal 1 H (23 September 622 M)
    • Peristiwa: Tiba di Quba.
    • Deskripsi: Nabi Muhammad ﷺ dan rombongan tiba di Quba, disambut dengan gembira oleh kaum Muslimin yang telah menanti. Beliau singgah di rumah Kultsum bin al-Hidm.
  • 8 – 12 Rabiulawal 1 H (23 – 26 September 622 M)
    • Peristiwa: Pembangunan Masjid Quba.
    • Deskripsi: Selama empat hari di Quba, Nabi ﷺ memprakarsai dan ikut serta dalam pembangunan masjid pertama dalam sejarah Islam, yang fondasinya diletakkan atas dasar takwa.
  • Jumat, 12 Rabiulawal 1 H (27 September 622 M)
    • Peristiwa: Memasuki Pusat Kota Yatsrib (Madinah).
    • Deskripsi: Nabi ﷺ meninggalkan Quba. Beliau melaksanakan shalat Jumat pertama di perkampungan Bani Salim bin Auf. Kedatangan beliau di pusat kota disambut dengan sangat meriah oleh seluruh penduduk. Sejak saat itu, nama Yatsrib diubah menjadi Madinah Al-Munawwarah.
  • Rabiulawal 1 H (Setelah 12 Rabiulawal)
    • Peristiwa: Pembangunan Masjid Nabawi.
    • Deskripsi: Lokasi masjid ditentukan oleh berhentinya unta Nabi ﷺ di tanah milik anak yatim Sahl dan Suhail. Nabi ﷺ membeli tanah tersebut dan memimpin para sahabat membangun Masjid Nabawi yang menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, sosial, dan spiritual.
  • Rabiulawal 1 H
    • Peristiwa: Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar (Mu’akhah).
    • Deskripsi: Nabi ﷺ menetapkan kebijakan strategis dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin (pendatang dari Mekah) dan kaum Anshar (penduduk asli Madinah) dalam sebuah ikatan yang kuat. Kebijakan ini berhasil melebur dua kelompok menjadi satu komunitas yang solid dan kohesif.

Daftar Pustaka

Laporan ini disusun berdasarkan analisis dan kompilasi dari berbagai sumber, termasuk kitab-kitab sirah klasik, jurnal, dan artikel bereputasi. Rujukan utama meliputi:

  • Ibn Hisyam, ‘Abd al-Malik. Al-Sirah al-Nabawiyyah. Berbagai edisi dan terjemahan. 6
  • Ibn Kathir, Isma’il ibn ‘Umar. Al-Bidayah wa al-Nihayah. 9
  • Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. Al-Rahiq al-Makhtum (The Sealed Nectar). 4
  • Al-Tabari, Muhammad ibn Jarir. Tarikh al-Rusul wa al-Muluk. 4
  • Kutipan dari Al-Qur’an dan Hadis-hadis riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya. 3
  • Artikel dan publikasi dari institusi seperti Nahdlatul Ulama (NU Online), PUI, Almanhaj.or.id, dan sumber-sumber akademis lainnya yang dirujuk dalam teks. 8

Karya yang dikutip

  1. Hijrah Nabi Muhammad SAW: Pelajaran Mendalam untuk Kehidupan – NU Online Jabar, diakses Juni 27, 2025, https://jabar.nu.or.id/ngalogat/hijrah-nabi-muhammad-saw-pelajaran-mendalam-untuk-kehidupan-Dx88P
  2. Arti Hijrah Nabi Muhammad ke Madinah: Momen Bersejarah dalam Sejarah Islam, diakses Juni 27, 2025, https://fai.uma.ac.id/2023/11/15/arti-hijrah-nabi-muhammad-ke-madinah-momen-bersejarah-dalam-sejarah-islam/
  3. Hijrah Sebagai Awal Kebangkitan Islam dan Komunitas Muslim – UIN Alauddin Makassar, diakses Juni 27, 2025, https://uin-alauddin.ac.id/opini/detail/Hijrah-Sebagai-Awal-Kebangkitan–Islam-dan-Komunitas-Muslim
  4. Hijrah – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juni 27, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Hijrah
  5. Hijrah | History, Definition, & Importance – Britannica, diakses Juni 27, 2025, https://www.britannica.com/event/Hijrah-Islam
  6. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam – Ilmusunnah, diakses Juni 27, 2025, https://atsar.ilmusunnah.com/index.php?route=product/product&product_id=245
  7. 82 – Sirah Ibnu Hisyam – Ilmusunnah, diakses Juni 27, 2025, https://ilmusunnah.com/82-sirah-ibnu-hisyam/
  8. Kontribusi Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam dalam Penulisan Sirah Nabawiyah – NU Online, diakses Juni 27, 2025, https://nu.or.id/sirah-nabawiyah/kontribusi-ibnu-ishaq-dan-ibnu-hisyam-dalam-penulisan-sirah-nabawiyah-2qayg
  9. TAHQIQ AL-MASAIL SIRI KE-6: PELBAGAI ISU BERKAITAN HIJRAH DAN INILAH JAWAPANNYA, diakses Juni 27, 2025, https://muftiwp.gov.my/ms/artikel/tahqiq-al-masail/2239-tahqiq-al-masail-siri-ke-6-pelbagai-isu-berkaitan-hijrah-dan-inilah-jawapannya
  10. Kenapa Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah? – detikcom, diakses Juni 27, 2025, https://www.detik.com/edu/sekolah/d-6220004/kenapa-nabi-muhammad-hijrah-ke-madinah
  11. Isi Perjanjian Aqabah 1 dan 2 serta Latar Belakangnya – Tirto.id, diakses Juni 27, 2025, https://tirto.id/isi-perjanjian-aqabah-1-dan-2-serta-latar-belakangnya-goqt
  12. Muhammad completes Hegira | September 27, 622 – History.com, diakses Juni 27, 2025, https://www.history.com/this-day-in-history/september-27/muhammad-completes-hegira
  13. KISAH PERISTIWA HIJRAH RASULULLAH SAW KE MADINAH – Sedekah Muslim, diakses Juni 27, 2025, https://sedekahmuslim.com/kisah-peristiwa-hijrah-rasulullah-saw-ke-madinah/
  14. KISAH HIJRAHNYA NABI MUHAMMAD SAW. DARI MEKAH KE …, diakses Juni 27, 2025, https://www.rumahzakat.org/kisah-hijrahnya-nabi-muhammad-saw-dari-mekah-ke-madinah/
  15. NARASI PERJALANAN HIJRAH RASULULLAH DALAM BUKU SKI, diakses Juni 27, 2025, https://prin.or.id/index.php/JURRAFI/article/download/715/779
  16. Kronologi Lengkap Peristiwa Hijrah Rasulullah Dari Mekah Ke Madinah | PDF – Scribd, diakses Juni 27, 2025, https://id.scribd.com/doc/259853069/Kronologi-Lengkap-Peristiwa-Hijrah-Rasulullah-Dari-Makkah-Ke-Madinah
  17. Isi Perjanjian Aqabah I dan II dalam Perjalanan Dakwah Rasulullah SAW – detikcom, diakses Juni 27, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6094914/isi-perjanjian-aqabah-i-dan-ii-dalam-perjalanan-dakwah-rasulullah-saw
  18. Perjanjian Aqabah 1 Dan 2 | PDF – Scribd, diakses Juni 27, 2025, https://es.scribd.com/document/503700532/Perjanjian-Aqabah-1-dan-2
  19. Hijrah – Wikipedia, diakses Juni 27, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Hijrah
  20. Perjanjian Aqabah 1 dan 2 – Universitas Islam An Nur Lampung, diakses Juni 27, 2025, https://an-nur.ac.id/perjanjian-aqabah/
  21. Perkembangan Peradaban Islam Fase Madinah – Journal on Education, diakses Juni 27, 2025, https://jonedu.org/index.php/joe/article/download/942/741/
  22. HIJRAH KE MADINAH – KRONOLOGI SELEPAS HIJRAH NABI …, diakses Juni 27, 2025, http://darattaqwatravel.blogspot.com/2018/07/kronologi-selepas-hijrah-nabi-muhammad_23.html
  23. Inilah Rute Hijrah Nabi Muhammad SAW | Republika Online, diakses Juni 27, 2025, https://khazanah.republika.co.id/berita/q657fb440/inilah-rute-hijrah-nabi-muhammad-saw
  24. Kisah Perjalanan Hijrah Nabi SAW, Sembunyi di Gua Tsur Bersama Abu Bakar – detikcom, diakses Juni 27, 2025, https://www.detik.com/hikmah/kisah/d-7431151/kisah-perjalanan-hijrah-nabi-saw-sembunyi-di-gua-tsur-bersama-abu-bakar
  25. Kisah Nabi Muhammad Bersembunyi di Gua Tsur – NU Online Jabar, diakses Juni 27, 2025, https://jabar.nu.or.id/hikmah/kisah-nabi-muhammad-bersembunyi-di-gua-tsur-jSm4a
  26. Perjalanan Hijrah Nabi dan Jadwal Rangkaian Waktunya – PUI, diakses Juni 27, 2025, https://pui.or.id/perjalanan-hijrah-nabi-dan-jadwal-rangkaian-waktunya/
  27. Suraqa ibn Malik – Wikipedia, diakses Juni 27, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Suraqa_ibn_Malik
  28. Suraqah bin Malik – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juni 27, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Suraqah_bin_Malik
  29. Dua Peristiwa Penting dalam Perjalanan Hijrah Nabi – NU Online, diakses Juni 27, 2025, https://nu.or.id/warta/dua-peristiwa-penting-dalam-perjalanan-hijrah-nabi-sNhye
  30. Masjid Quba: Masjid Pertama yang Dibangun Nabi Muhammad di Madinah – Daily Muslim, diakses Juni 27, 2025, https://dailymuslim.id/news/masjid-quba-masjid-pertama-yang-dibangun-rasulullah-saw/
  31. Masjid Quba, Masjid Pertama yang Dibangun Rasulullah – PT Mustaka Multi Tehnik, diakses Juni 27, 2025, https://mustakagroup.com/mengenal-masjid-quba-masjid-pertama-yang-dibangun-rasulullah/
  32. Pembangunan Masjid Nabawi sebagai Pilar Pertama Hijrah Nabi – NU Online, diakses Juni 27, 2025, https://nu.or.id/sirah-nabawiyah/pembangunan-masjid-nabawi-sebagai-pilar-pertama-hijrah-nabi-SMYRG
  33. Rasulullah Ikut Bangun Masjid Quba – NU Jateng, diakses Juni 27, 2025, https://jateng.nu.or.id/taushiyah/rasulullah-ikut-bangun-masjid-quba-6XGUF
  34. Perbedaan Antara Masjid Quba’ dan Masjid Nabawi – Almanhaj, diakses Juni 27, 2025, https://almanhaj.or.id/2644-perbedaan-antara-masjid-quba-dan-masjid-nabawi.html
  35. Sejarah Hijrah Rasulullah ke Madinah – Dompet Dhuafa, diakses Juni 27, 2025, https://www.dompetdhuafa.org/sejarah-hijrah-rasul-madinah/
  36. AL-KAFI #1375: SEJARAH … – Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan, diakses Juni 27, 2025, https://muftiwp.gov.my/ms/artikel/al-kafi-li-al-fatawi/3702-al-kafi-1375-sejarah-permulaan-binaan-masjid-nabi-saw
  37. Kisah Pembangunan Masjid Nabawi di Masa Rasulullah SAW | Konfrontasi, diakses Juni 27, 2025, https://www.konfrontasi.com/2023/01/kisah-pembangunan-masjid-nabawi-di-masa.html
  38. Sejarah Masjid Nabawi: Jejak Nabi Muhammad di Madinah – BPKH, diakses Juni 27, 2025, https://bpkh.go.id/sejarah-masjid-nabawi/
  39. Faedah Sirah Nabi: Bersaudaranya Muhajirin dan Anshar – Rumaysho.Com, diakses Juni 27, 2025, https://rumaysho.com/23471-faedah-sirah-nabi-bersaudaranya-muhajirin-dan-anshar.html
  40. Urgensi Persaudaraan Kaum Muhajirin dan Anshar, Pilar Kedua Hijrah Nabi – NU Online, diakses Juni 27, 2025, https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/urgensi-persaudaraan-kaum-muhajirin-dan-anshar-pilar-kedua-hijrah-nabi-xORYj
  41. Terjalinnya Persaudaraan Muhajirin Dengan Anshâr | Almanhaj, diakses Juni 27, 2025, https://almanhaj.or.id/3746-terjalinnya-persaudaraan-muhajirin-dengan-anshar.html
  42. Kaum Anshar dan Perannya dalam Sejarah Islam – detikcom, diakses Juni 27, 2025, https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7729327/kaum-anshar-dan-perannya-dalam-sejarah-islam
  43. Psikohistori Sirah Nabawi: Persaudaraan Muhajirin-Anshar – UFUK, diakses Juni 27, 2025, https://ufukmedia.co/sirah-nabawi-persaudaraan-muhajirin-anshar/
  44. Peristiwa-peristiwa Penting Selama 10 Tahun Hijrah Nabi SAW ke Madinah, diakses Juni 27, 2025, https://tebuireng.online/peristiwa-peristiwa-penting-selama-10-tahun-hijrah-nabi-saw-ke-madinah/
  45. Terjemah Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam (Ibn Hisham) – Terjemah …, diakses Juni 27, 2025, https://www.alkhoirot.org/2024/06/terjemah-sirah-nabawiyah-ibnu-hisyam.html
  46. Sirah Nabawiyah 91: Sekilas Makna Hijrah | PPT – SlideShare, diakses Juni 27, 2025, https://www.slideshare.net/slideshow/sirah-nabawiyah-91-sekilas-makna-hijrah/56818554

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *