Assalamu’alaikum w. w.
Saya ingin menanyakan tentang shalat iftitah yang sering dianjurkan oleh panitia kepada para jamaah sebelum shalat tarawih dimulai. Dalam hal ini saya percaya sepenuhnya bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang konsisten dan teguh dalam menjalankan sunnah. Oleh karena itu saya laksanakan anjuran tadi. Namun demikian ada hal yang agak mengusik pikiran saya, karena saya perhatikan tidak semua jamaah melakukannya padahal sebagian besar jamaah yang hadir adalah dari kalangan Muhammadiyah dan juga terdapat pula jamaah kajian salaf. Bahkan ada di antara mereka yang memandang aneh pelaksanaan shalat iftitah tersebut. Sehubungan dengan itu, sudi kiranya bapak menjelaskan dalil tentang shalat iftitah, agar saya dapat menjalankan ibadah dengan ilmu dan pengetahuan yang cukup bukan hanya ikut-ikutan.
Wassalamu’alaikum w. w.
Pertanyaan dari:
Alexander, Jambi
(disidangkan pada hari Jum’at, 15 Rabiulawal 1432 H / 18 Februari 2011 M)
Jawaban:
[Download PDF 1] [Download PDF 2]
Terima kasih atas pertanyaan saudara, sebelum menjawab pertanyaan pokok saudara, kami sangat mengapresiasi pada sikap dan kemantapan saudara terhadap Muhammadiyah. Apa yang saudara tanyakan sebenarnya pernah ditanyakan oleh pembaca Suara Muhammadiyah dan Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sudah memberikan jawabannya. Sebagai informasi kami sampaikan bahwa persoalan dan jawaban tentang shalat iftitah, saudara bisa membaca:
- Buku Himpunan Putusan Tarjih (HPT) cet. III yang dicetak ulang pada bulan Oktober 2009 dalam Kitab Shalat-shalat Tathawwu’ tentang “Shalat Lail” hal. 344-359
- Buku Tanya Jawab Agama jilid 1 cet VII hal. 91 dalam pertanyaan “Shalat Iftitah dalam Shalat Lail”
- Buku Tanya Jawab Agama jilid 3 cet I hal. 134-142 dalam pertanyaan “Shalat Iftitah dalam Shalat Lail”
- Buku Tanya Jawab Agama jilid 4 cet II hal. 150-152 dalam pertanyaan “Doa Shalat Iftitah, Shalat Iftitah jahr atau Sir, Shalat Iftitah Berjamaah”
- Buku Tanya Jawab Agama jilid 5 cet I hal. 62 dalam pertanyaan “Shalat Iftitah”
- Majalah Suara Muhammadiyah No.17/Th. Ke-92/1-15 September 2007, 18 Syakban – 3 Ramadhan 1428 dan No.18/Th. Ke-92/16-30 September 2007, 4-18 Ramadhan 1428 dalam Rubrik Tanya Jawab Agama dalam pertanyaan “Shalat Lail, Shalat Iftitah dan Doa Iftitah dalam Qiyamul Lail bagian (1) dan (2)”.
Namun demikian, berikut ini kami sampaikan beberapa dalil yang berkaitan dengan shalat iftitah sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ لِيُصَلِّيَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ [رواه مسلم :الدعاء فى صلاة الليل وقيامه]
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila akan melaksanakan shalat lail, beliau memulai (membuka) shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan. [HR. Muslim, bab ad-Du’a fi shalat al-lail wa qiyaamih]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِحْ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. [رواه مسلم :الدعاء فى صلاة الليل وقيامه]
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Apabila salah saeorang dari kamu akan melakukan shalat lail, hendaklah memulai shalatnya dengan dua rakaat yang ringan-ringan.” [HR. Muslim, bab ad-Du’a fi shalat al-lail wa qiyaamih]
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلاَلٍ عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ أَنَّ كُرَيْبًا مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ قَالَ بِتُّ عِنْدَهُ لَيْلَةً وَهُوَ عِنْدَ مَيْمُونَةَ فَنَامَ حَتَّى إِذَا ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفُهُ اسْتَيْقَظَ فَقَامَ إِلَى شَنٍّ فِيهِ مَاءٌ فَتَوَضَّأَ وَتَوَضَّأْتُ مَعَهُ ثُمَّ قَامَ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ عَلَى يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَلَى يَمِينِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِي كَأَنَّهُ يَمَسُّ أُذُنِي كَأَنَّهُ يُوقِظُنِي فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَدْ قَرَأَ فِيهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى حَتَّى صَلَّى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً بِالْوِتْرِ ثُمَّ نَامَ فَأَتَاهُ بِلاَلٌ فَقَالَ الصَّلاَةُ يَا رَسُولَ اللهِ فَقَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى لِلنَّاسِ [رواه أبو داود: الصلاة: فى صلاة الليل: 1157]
Artinya: Abdul Malik bin Syu’aib bin al-Lais telah menceritakan kepada kami, ayahku telah menceritakan kepadaku, diriwayatkan dari kakekku, diriwayatkan dari Khalid bin Yazid, diriwayatkan dari Sa’id bin Abi, diriwayatkan dari Makhramah bin Sulaiman sungguh Kuraib hamba ibnu Abbas ia menceritakan bahwa dirinya berkata: Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, bagaimana shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam hari dimana saya bermalan di tempatnya sedang beliau (Rasulullah) berada di tempat Maimunah, maka beliaupun tidur, apabila waktu telah memasuki sepertiga malam atau setengahnya beliau bangun dan menuju ke griba (wadah air dari kulit) kemudian beliau berwudlu dan aku pun berwudlu bersama beliau, lalu beliau berdiri (untuk melakukan shalat) dan aku pun berdiri di sebelah kirinya, maka beliau menjadikan aku berada di sebelah kanannya, kemudian beliau meletakkan tangannya di atas kepalaku, seolah-olah beliau memegang telingaku, seolah-olah beliau membangunkanku, kemudian beliau shalat dua rakaat ringan-ringan, beliau membaca ummul–Quran pada setiap rakaat, kemudian beliau mengucapkan salam sampai beliau shalat sebelas rakaat dengan witirnya, kemudian beliau tidur. Maka sahabat Bilal menghampirinya sambil berseru; waktu shalat wahai Rasulullah, lalu beliau bangkit (bangun dari tidurnya) dan shalat dua rakaat, kemudian memimpin shalat orang banyak.” [HR Abu Dawud, kitab as-Shalat, bab fi shalat al-Lail, hadis no. 1157]
Selanjutnya, perlu kami sampaikan bahwa di dalam buku Tuntunan Ramadhan yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah hal 87-88 dijelaskan bahwa dari hadis-hadis yang terdapat dalam HPT hal 344-359, di antaranya yang dikutip di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Shalat iftitah dua rakaat dilakukan sebelum melaksanakan qiyamul lail atau qiyamu Ramadhan
- Cara melakukan shalat iftitah dua rakaat tersebut yaitu pada rakaat pertama setelah takbiratul-ihram membaca doa iftitah “Subhanallah dzil malakuti wal jabaruti wal kibriya`i wal ‘azhamah”, kemudian membaca surat al-Fatihah, dan pada rakaat kedua hanya membaca surat al-Fatihah (dalam dua rakaat shalat iftitah hanya membaca al-Fatihah tidak membaca surat lain).
Demikian dalil dan penjelasan singkat tentang shalat iftitah semoga saudara dapat memiliki buku-buku yang kami sebutkan di atas untuk dijadikan sebagai wawasan pengetahuan dan menjadi pedoman dalam melaksanakannya.
Wallahu a’lam bisshawab
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 9, 2011
======================================
Pertanyaan 2:
Shalat Iftitah itu apakah ada bacaan surat setelah membaca al-Fatihah? Kemudian shalat Iftitah itu apakah khusus dilakukan sebelum shalat Tahajjud? Atau bisa juga dilakukan sebelum shalat Tarawih?
Ponidi A. Usman (Ketua Ranting Muhammadiyah desa Paya Bedi – Kuala Simpang) dan Sudirman Mandrefa dari Si Gambal – Labuhan Batu
Jawaban:
Shalat Lail sering disebut juga dengan istilah shalat Tahajjud atau kalau dilakukan pada bulan Ramadhan disebut juga dengan istilah shalat Tarawih atau qiyamu Ramadhan. Karena cara pelaksanaanya sama yakni shalat sunnah di waktu malam, dikerjakan sesudah shalat Isya’, di luar shalat sunnah Iftitah dua raka’at dan di luar shalat sunnah sesudah Isya’. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah. Ketika ‘Aisyah ditanya tentang shalat malam Rasulullah, ia menjawab bahwa Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam di bulan Ramadhan maupun bulan lainnya melebihi 11 raka’at.
Adapun teknis pelaksanaan shalat Iftitah, team fatwa belum menemukan dalil adanya bacaan surat/ayat setelah membaca al-Fatihah. Yang ditemukan hanyalah hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah di dalam shalat Iftitah cukup membaca al-Fatihah. Masalah ini bisa dicermati dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: (فِى قِصَّةِ مَبِيْتِهِ عِنْدَ مَيْمُوْنَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا) فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ قَدْ قَرَأَ فِيْهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى حَتَّى صَلَّى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً بِالْوِتْرِ ثُمَّ نَامَ (رواه أبوداود)
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra ia berkata (dalam kisahnya ketika) ia bermalam di rumah Maimunah ra): “Nabi saw selalu shalat dua raka’at pendek-pendek, membaca Ummul Kitab (al-Fatihah) dalam setiap raka’atnya kemudian salam, lalu shalat sebelas raka’at dengan witirnya, kemudian tidur” (HR. Abu Daud)
Melihat sifat dan cara pelaksanaannya yang sama dari shalat Lail yang bisa berarti Tahajjud jika dilakukan pada hari-hari biasa selain Ramadhan, atau qiyamu Ramadhan (shalat Tarawih) jika dilakukan pada bulan Ramadhan. Maka shalat Iftitah yang dilakukan sebelum shalat Lail, bisa dikerjakan pula sebelum shalat Tarawih.
Dari hadits di atas bisa juga dipahami, bahwa hanya dicantumkan bacaan Ummul Qur’an (al-Fatihah) karena memang tidak sah shalat seseorang tanpa bacaan al-Fatihah. Jika demikian halnya maka tidak ada salahnya jika kita membaca surat/ayat setelah al-Fatihah dalam shalat Iftitah.