Judul: Kemuliaan Bulan Muharam dan Mitos-mitos Batil Terkait Bulan Muharam (Suro) Serta Dalil Qur’an dan Hadits dalam Teks Arab Berharakat dan Arti serta Penjelasannya
Downloaad file: Khutbah Jumat – Kemulian dan Mitos Bathil Bulan Muharam
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَحْدَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ، أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُسْلِمُونَ.
Segala puji hanya bagi Allah semata. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, tiada nabi setelahnya. Amma ba’du, wahai hamba-hamba Allah, aku berwasiat kepada kalian dan kepada diriku untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, sungguh beruntunglah orang-orang yang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an yang mulia: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.”
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman dan Islam, karunia yang sangat istimewa. Tanpa kedua nikmat tersebut, mustahil kita bersemangat menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Oleh karena itu, nikmat ini harus kita jaga dan kita pupuk agar kualitasnya meningkat, agar takqwa kita meningkat dengan semakin berkualitas, menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan Allah SWT.. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, sebagai uswatun hasanah (teladan terbaik) dalam kehidupan.
Memasuki bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah, adalah sebuah anugerah. Bulan ini dijuluki sebagai Syahrullah (Bulan Allah), yang menandakan kemuliaannya. Allah SWT telah berfirman dalam QS. At-Taubah (9): 36:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ.
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhul Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”
Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram (mulia) tersebut, di mana perbuatan baik dilipatgandakan pahalanya dan perbuatan dosa menjadi lebih berat timbangannya. Ini adalah momentum yang tepat untuk introspeksi mendalam, menetapkan niat dan tujuan baru untuk setahun ke depan, serta merenungkan makna pengorbanan demi mempertahankan iman dan membangun komunitas yang solid.
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Peristiwa terpenting yang menjadi dasar penanggalan Hijriah adalah hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Mekah ke Madinah. Hijrah bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi sebuah prinsip universal tentang transformasi spiritual—berpindah dari keburukan menuju kebaikan, dari kegelapan menuju cahaya, dan dari mentalitas individualistis menuju kesadaran kolektif untuk membangun masyarakat yang berlandaskan persatuan (ukhuwah Islamiyah). Nabi ﷺ sendiri bersabda:
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ.
Artinya: “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah.”
Ini adalah momentum emas untuk evaluasi diri (muhasabah) dan merancang resolusi. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hasyr (59): 18:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).”
Sebagaimana pesan dari sahabat Umar bin Khattab r.a.:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا.
Artinya: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.”
Mari kita jadikan Muharram ini sebagai titik awal untuk memperbaiki kualitas ibadah, meningkatkan interaksi dengan Al-Qur’an, memperbanyak sedekah, dan menjadi pribadi yang lebih bermanfaat bagi lingkungan.
Pada tanggal 10 Muharram, kita mengenal Hari Asyura. Hari ini adalah hari bersejarah yang sarat pelajaran. Keutamaan puasa pada hari tersebut, didahului dengan puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram, bertujuan untuk membedakannya dengan tradisi Ahli Kitab. Fokus utama adalah hikmah di balik peristiwa besar yang diyakini terjadi pada hari Asyura, terutama diselamatkannya Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Firaun. Kisah ini mengajarkan bahwa pertolongan Allah pasti akan datang bagi hamba-Nya yang menunjukkan kesabaran, keteguhan iman, dan keberanian dalam memperjuangkan kebenaran, meskipun dihadapkan pada kekuatan yang tampak jauh lebih superior. Rasulullah ﷺ sendiri pernah bersungguh-sungguh mengamalkan puasa Asyura.
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Di beberapa kebudayaan, termasuk di Indonesia, bulan Muharram atau yang sering disebut bulan Suro, kerap dikaitkan dengan berbagai mitos, takhayul, dan anggapan sial (tathayyur atau pesimisme). Ada kepercayaan bahwa bulan ini membawa kesialan, sehingga banyak orang menghindari hajatan atau memulai usaha baru. Islam datang dengan misi utama untuk membebaskan manusia dari belenggu keyakinan semacam itu dan memurnikan tauhid.
Nabi Muhammad ﷺ secara tegas menolak segala anggapan bahwa ada bulan, hari, atau tanggal tertentu yang membawa sial. Beliau ﷺ bersabda:
لَا عَدْوَى وَلَا طَيْرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ.
Artinya: “Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada anggapan sial, tidak ada kesialan karena burung hantu, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar.”
Hadis ini, meskipun menyebut bulan Safar, secara umum menunjukkan penolakan Islam terhadap tathayyur atau kepercayaan pada pertanda buruk yang tidak memiliki dasar syar’i, termasuk yang diyakini pada bulan Muharram (Suro). Pesan utamanya adalah bahwa segala sesuatu, baik yang tampak baik maupun buruk di mata manusia, terjadi atas izin dan ketentuan Allah SWT. Mengaitkan nasib buruk dengan waktu atau tempat tertentu adalah bentuk kesyirikan tersembunyi yang merusak kemurnian tauhid.
Akar dari takhayul dan mitos adalah kebodohan, dan Islam memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu sebagai penawarnya. Allah SWT berfirman dalam QS. Yunus (10): 5:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ.
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
Ayat ini adalah landasan kuat bagi penggunaan hisab (perhitungan astronomis) dalam Islam, yang menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah bagian dari ajaran agama. Mempercayai takhayul berarti mengabaikan akal dan ilmu yang diperintahkan oleh Allah. Sebaliknya, seorang mukmin diajarkan untuk senantiasa berprasangka baik kepada Allah (husnuzhon), berikhtiar secara maksimal, dan bertawakal sepenuhnya kepada-Nya.
Penolakan terhadap mitos batil juga sejalan dengan prinsip tajdid (pembaharuan) dalam Islam, yang menyerukan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menjauhi bid’ah (inovasi dalam agama) dan khurafat (takhayul). Sebuah praktik ibadah atau keyakinan yang tidak memiliki dalil kuat dari Al-Qur’an dan Sunnah, berpotensi menambah-nambah ajaran agama dan bisa membingungkan umat.
Marilah kita jaga kemurnian akidah kita, membersihkan hati dari segala bentuk kesyirikan dan takhayul, serta senantiasa bergantung hanya kepada Allah SWT dalam setiap keadaan. Semoga Allah SWT membimbing kita untuk selalu berada di jalan yang lurus.
Akhir Khutbah Pertama
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Artinya: Semoga Allah memberkahi saya dan kalian dalam Al-Qur’an yang agung, dan memberi manfaat kepada saya dan kalian dengan ayat-ayat serta zikir yang bijaksana di dalamnya. Aku mengucapkan perkataanku ini dan aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung bagi diriku dan bagi kalian, serta bagi seluruh kaum Muslimin dari setiap dosa. Maka mohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ.
Artinya: Segala puji bagi Allah, puji-pujian yang banyak, baik, dan diberkahi di dalamnya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, tiada nabi setelahnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan kepada keluarga serta seluruh sahabatnya. Amma ba’du, wahai hamba-hamba Allah, bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.
Doa Akhir Khutbah Kedua
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي عَامِنَا الْجَدِيدِ، عَامِ الْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ الشَّرِيفَةِ، وَاجْعَلْهُ عَامَ خَيْرٍ وَبَرَكَةٍ وَأَمْنٍ وَسَلَامَةٍ.
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنَ الشُّرُورِ وَالْخُرَافَاتِ وَالتَّشَاؤُمِ، وَثَبِّتْنَا عَلَى التَّوْحِيدِ الْخَالِصِ وَالتَّوَكُّلِ الْكَامِلِ عَلَيْكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا الْعَمَلَ الصَّالِحَ وَالْعِلْمَ النَّافِعَ فِي هَذَا الْعَامِ، وَاجْعَلْهُ دَافِعًا لِتَقْوِيَةِ إِيْمَانِنَا وَبِنَاءِ مُجْتَمَعِنَا عَلَى أَسَاسِ الْحَقِّ وَالْعَدْلِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami di tahun baru ini, tahun hijrah Nabi yang mulia. Jadikanlah ia tahun kebaikan, keberkahan, keamanan, dan keselamatan. Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari kejahatan, khurafat, dan kesialan. Kokohkanlah kami di atas tauhid yang murni dan tawakal yang sempurna kepada-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Ya Allah, karuniakanlah kepada kami amal saleh dan ilmu yang bermanfaat di tahun ini. Jadikanlah ia pendorong untuk menguatkan iman kami dan membangun masyarakat kami di atas dasar kebenaran dan keadilan. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari azab api neraka.”