Khutbah Jumat: Sebab Kehancuran Sebuah Peradaban Suatu Bangsa

    إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

    اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

    أَمَّا بَعْدُ

    فإنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ

     

    Jamaah Salat Jumat rahimakumullah,

    Alhamdulillah, kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt yang telah memberikan nikmat iman, islam, dan sehat wal afiat sehingga kita dapat melaksanakan shalat Jumat pada hari ini. Shalawat dan salam, mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, juga kepada keluarganya, dan sahabatnya.

    Semoga kita senantiasa menjadi hamba-hamba Allah yang terus memelihara keislaman, mempekuat keimanan, dan memperteguh keihsananan. Di zaman tunggang-langgang seperti ini, rasa-rasanya merawat islam, iman, dan ihsan adalah sesuatu yang sukar. Karenanya, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt, satu derajat lebih tinggi dari hari kemarin.

    Jamaah Salat Jumat rahimakumullah,

    Jamaah Jumat rahimakumullah, Allah Ta’ala berfirman;

    وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

    Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” [Al-A’raf: 34]

    Dalam tasir Fi zhilalil Quran, disebutkan bahwa yang dimaksud ajal di sini boleh jadi adalah ajal tiap-tiap generasi manusia yang berupa kematian yang memutuskan kehidupan sebagaimana sudah terkenal. Dan bisa jadi maksudnya adalah ajal setiap umat (bangsa) dalam arti masa tertentu kekuatan dan kekuasaannya di muka bumi.

    Singasari: 1222–1292 (70 tahun), Majapahit: 1293–1527 (234 tahun)

    Kesultanan Demak : 1481–1554 (73 tahun)

    Kesultanan Mataram: 1586 –1755 (169 tahun)

    Khilafah Umayah: 661–750 (Arab) + 7561031 di CordobaSpanyol (275 tahun)

    Khilafah Abbasiyah: 750–1258 + 1261–1517 (5 abad)

    Kekhalifahan Utsmaniyah: 1517–1924 (4 abad)

     

    Imam al-Ghazali menyatakan, “Kerusakan rakyat itu karena kerusakan penguasa. Rusaknya penguasa itu karena rusaknya para ulama. Rusaknya para ulama itu karena kecintaan pada harta dan kedudukan” (Al-Ghazali, Al-Ihyâ’, 2/357).

    Mengapa biang kerusakan adalah penguasa? Karena mereka berlaku tidak adil alias zalim kepada rakyatnya. Mengapa mereka zalim? Karena mereka tidak berhukum dengan hukum Allah SWT alias tidak menerapkan syariah Islam. Allah SWT berfirman (yang artinya): Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, mereka itulah kaum yang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45).

    وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (45)

    Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (Almaidah: 45)

    Sebab-Sebab Runtuhnya Sebuah Peradaban

    Dr. Abdussalam Al-Basyuni, di dalam bukunya ‘Awamil Suquthil Hadharat fil Qur’an was Sunnah, telah menjelaskan adanya sejumlah sebab runtuhnya sebuah negara berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah yaitu,

    • Kekafiran dan berpaling dari Allah Ta’ala

    Tentang bangsa Yaman penduduk Saba’, Allah Ta’ala berfirman,

    {لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (15) فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ (16) ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلا الْكَفُورَ (17) }

    Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. 

    Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon asl, dan sedikit dari pohon sidr. 

    Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. [Saba’: 15-17]

    • Dosa-dosa yang menyebar luas

    أَلَمْ يَرَوْا۟ كَمْ أَهْلَكْنَا مِن قَبْلِهِم مِّن قَرْنٍ مَّكَّنَّٰهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّن لَّكُمْ وَأَرْسَلْنَا ٱلسَّمَآءَ عَلَيْهِم مِّدْرَارًا وَجَعَلْنَا ٱلْأَنْهَٰرَ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَٰهُم بِذُنُوبِهِمْ وَأَنشَأْنَا مِنۢ بَعْدِهِمْ قَرْنًا ءَاخَرِينَ

    Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” [Al-An’am: 6]

    BACA JUGA:   Khutbah Jum'at: Sebab Kehancuran Sebuah Peradaban Suatu Bangsa

    Para ulama menegaskan bahwa bencana yang menimpa umat manusia itu selain karena sebab-sebab yang bersifat rasional ada juga yang bersifat syar’i. Sebab-sebab syar’i musibah yang menimpa umat manusia adalah berbagai dosa yang mereka lakukan.

    Ini sebagaimana firman Allah Ta’ala Al-A’raf: 96-99,

    {وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (96) أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ (97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ (98) أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ (99) }

    Jikalau penduduk kota-kota beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. 

    Maka apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika mereka sedang bermain-main? 

    Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. [Al-A’raf: 96-99]

    Allah Juga berfirman:

    ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

    Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [Ar-Rum: 41]

    Sebagian ulama salaf berkata, ”Siapa yang bermaksiat kepada Allah di bumi ini maka sesungguhnya dia telah melakukan kerusakan di muka bumi karena kebaikan bumi dan langit itu dengan ketaatan dan kerusakan bumi dan langit itu dengan kemasiatan.”

    Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, ”Yang dimaksud kerusakan dalam ayat ini adalah kekurangan, keburukan dan bencana-bencana yang dimunculkan oleh Allah di muka bumi akibat maksiat para hamba-Nya.”

    Ibnu Khaldun mengembangkan teori perintis tentang perubahan historis, menggabungkan ranah sosial dan politik dengan dinamika ekonomi dan demografi. Yang luar biasa, sejarawan Arab tersebut meramalkan bagaimana penyakit menular dapat terintegrasi ke dalamnya. Dia (seolah) telah hidup melalui Black Death, suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347 – 1351) dan membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah, yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari pandemi multiregional. Jika termasuk Timur Tengah, India, dan Tiongkok, Maut Hitam telah merenggut sedikitnya 75 juta nyawa.

    Bagi Ibnu Khaldun, wabah penyakit merupakan komponen integral dari keruntuhan peradaban. Wabah bukan hanya takdir Tuhan atau fenomena acak dari alam. Mereka adalah fenomena yang rentan yang memiliki penjelasan rasional. Epidemi mungkin merupakan hasil dari pertumbuhan populasi itu sendiri.

    Peradaban yang kuat dengan pemerintahan yang baik akan memfasilitasi peningkatan populasi. Namun secara paradoksal, peningkatan demografis akan memicu penyakit epidemi yang mematikan dan disintegrasi sosial.

    • Cinta dunia dan takut mati

    Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ

    يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ‏”‏ ‏.‏ فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ ‏”‏ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ‏”‏ ‏.‏ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ ‏”‏ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ‏”‏

    Telah mendekat masanya berbagai bangsa (kafir dan sesat) saling memanggil satu sama lain (untuk memerangi kalian dan memecah belah kekuatan kalian), sebagaimana orang-orang yang saling memanggil menuju hidangannya (yang hendak mereka makan tanpa ada halangan).”

    Ada seseorang bertanya, “Apakah karena jumlah kami sedikit pada hari itu?” Beliau menjawab, “Justru jumlah kalian banyak pada hari itu, tetapi ibarat buih di atas air. Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut kepada kalian dan menimpakan kepada kalian penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Cinta dunia dan takut mati.”

    Sebuah bangsa yang sudah terjangkiti penyakit cinta dunia dan takut mati maka akan dengan sangat mudah ditaklukkan oleh musuh meskipun itu bangsa Muslim. Sebagai contoh adalah kekhilafahan Bani Abbasiyah di bawah kepemimpinan Al Mu’tashim. Baghdad sebagai ibu kota khilafah Islamiyah jatuh setelah diserang pasukan Mongol selama sekitar 13 hari saja. Inilah akhir dari riwayat kekhilafahan Bani Abbas.

    BACA JUGA:   Khutbah Jum'at: Sebab Kehancuran Sebuah Peradaban Suatu Bangsa

    Korban yang jatuh di pihak Muslim sekitar 900 ribu hingga satu juta orang. Belum lagi dihancurkannya kota Baghdad berikut kekayaan ilmu yang ada di perpustakannya. Penyebab paling besar dari tidak terbendungnya serangan Mongol tersebut adalah kecenderungan masyarakat dan penguasa Muslim saat itu yang begitu terlena dengan dunia dan sangat melemah ruh jihadnya.

    • Merajalelanya sikap ekstrim dan jelek dalam beragama.

    Allah berfirman :


    قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓا۟ أَهْوَآءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا۟ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّوا۟ كَثِيرًا وَضَلُّوا۟ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ

     

    Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus“. (Qs Al Ma’dah :77)

     

    Ghuluw dalam agama itu sendiri adalah sikap dan perbuatan berlebih-lebihan melampaui apa yang di kehendaki oleh syariat baik berupa keyakinan dan perbuatan. Menjauhi sikap ghuluw atau ekstrem berlaku untuk segala peri kehidupan, Islam mengajarkan konsep keseimbangan dalam memenuhi berbagai kecenderungan yang ada pada diri manusia.

     

    Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

    يا أيُّها النَّاسُ إيَّاكم والغُلوَّ في الدِّينِ فإنَّهُ أهْلَكَ من كانَ قبلَكُمُ الغلوُّ في الدِّينِ

    Wahai manusia, jauhilah sikap eskstrim dalam beragama. Sesungguhnya sikap esktrim dalam beragama ini telah menghancurkan umat sebelum kalian.” [Hadits shahih riwayat Ibnu Majah no.2473]

    Perlu ditegaskan di sini, bahwa ukuran ekstrimitas/radikalitas beragama adalah melebih batas-batas yang telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan didetailkan oleh para ulama Islam yang terpercaya. Ukurannya bukan pendapat umum masyarakat apalagi mengacu kepada indikator-indikator yang dibuat olah non Muslim.

    Orang Muslim yang berkomitmen kepada hukum syariah baik perdata maupun pidana sesuai keyakinannya “terkadang” dipandang sebagai muslim radikal. Padahal kedua hal tersebut merupakan tuntutan aqidah seorang muslim berdasarkan nash-nash yang shahih dari al quran dan as sunnah.

    Sikap ekstrimisme dalam beragama adalah melampaui batas dalam melaksanakan ajaran agama melebihi yang dituntunkan oleh nabi ﷺ. Misalnya nabi ﷺ tidak pernah memberikan vonis kafir kepada pelaku dosa besar kemudian ada di antara orang Islam yang mengkafirkan pelaku zina, misalnya. Ini jelas bentuk ekstrimisme dalam beragama.

    Contoh lain, adalah kisah dalam hadits yang shahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim serta yang lainnya, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,”Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi ﷺ untuk bertanya tentang ibadah Nabi ﷺ .

    Setelah mereka diberitahu, mereka menganggap ibadah Nabi ﷺ itu terlalu sedikit. Lantas mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi ﷺ ! Beliau telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.”

    Salah seorang dari mereka kemudian berkata, ”Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Lalu orang yang lainnya berkata, ”Saya akan puasa terus menerus tanpa berbuka.” Kemudian yang lainnya juga berkata, “Saya akan menjauhi wanita. Saya tidak akan menikah selamanya.”

    Kemudian, Nabi ﷺ mendatangi mereka. Beliau bersabda, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allâh! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka, aku shalat malam dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.”

    Nabi ﷺ telah melarang para sahabatnya bersikap berlebihan dalam melakukan ketaatan karena hal itu akan membuat mereka keluar dari fitrah sebagai manusia normal yang perlu makan, tidur dan menikah dengan wanita. Sesungguhnya Islam itu mudah dan sesuai dengan fitrah. Tidaklah seseorang berbuat ekstrim dalam beragama kecuali dia akan menyimpang dari jalan yang benar.

    Allah Ta’ala berfirman,

    {وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ وَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (13) ثُمَّ جَعَلْنَاكُمْ خَلائِفَ فِي الأرْضِ مِنْ بَعْدِهِمْ لِنَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ (14) }

    Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat yang sebelum kalian, ketika mereka berbuat kezaliman, padahal rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa. Kemudian Kami jadikan kalian pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat.

    وَكَذَٰلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَىٰ وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۚ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الْآخِرَةِ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَٰلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ

    Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.

    BACA JUGA:   Khutbah Jum'at: Sebab Kehancuran Sebuah Peradaban Suatu Bangsa

    Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).” [Hud: 102-103]

    • Kerusakan telah merajalela dan dominan

    Kerusakan di sini adalah kerusakan akhlak, nilai-nilai, perilaku, sosial, ekonomi dan lain-lain. Apabila bencana ini telah mendominasi dalam sebuah bangsa dan tidak ada amar ma’ruf nahi munkar, maka keruntuhan bangsa tersebut adalah satu hal yang pasti.

    Ini sebagaimana Allah sebutkan dalam al-Quran Al-karim.

    Allah Ta’ala berfirman,

    أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ، إِرَمَ ذَاتِ ٱلۡعِمَادِ، ٱلَّتِي لَمۡ يُخۡلَقۡ مِثۡلُهَا فِي ٱلۡبِلَٰدِ وَثَمُودَ ٱلَّذِينَ جَابُواْ ٱلصَّخۡرَ بِٱلۡوَادِ وَفِرۡعَوۡنَ ذِي ٱلۡأَوۡتَادِ، ٱلَّذِينَ طَغَوۡاْ فِي ٱلۡبِلَٰدِ، فَأَكۡثَرُواْ فِيهَا ٱلۡفَسَادَ، فَصَبَّ عَلَيۡهِمۡ رَبُّكَ سَوۡطَ عَذَابٍ إِنَّ رَبَّكَ لَبِٱلۡمِرۡصَادِ

    Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad,(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain

    Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah, dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” [Al-Fajr: 6-14]

    Allah Ta’ala berfirman,

    وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

    Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [Al-Isra’: 16]

    Jamaah Jumat rahimakumullah,

    Menurut teori Imam Ibnul Khaldun, seorang ahli sejarah dan sosiologi muslim terkemuka dunia, faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal daripada eksternal.

    Beliau menegaskan bahwa suatu peradaban dapat runtuh bila para penguasa dan masyarakat gemar bergaya hidup malas yang diikuti dengan sikap bermewah-mewah. Perilaku semacam ini bukan hanya negatif tapi juga mendorong tindak kejahatan korupsi dan dekadensi moral.

    Benar apa yang dikatakan oleh Imam Ibnu Khaldun. Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya berkonsentrasi pada upaya mencari kekayaan dengan cepat melalui cara-cara yang tidak benar. Sikap masyarakat yang malas yang telah terwarnai oleh materialisme, akhirnya mendorong mereka untuk mencari harta dengan tanpa mau berusaha

    Secara ringkas, menurut Imam Ibnu Khaldun, ada 10 sebab runtuhnya sebuah peradaban:

    1. Kerusakan moral penguasa.
    2. Penindasan yang dilakukan oleh penguasa.
    3. Kezaliman dan ketidakadilan.
    4. Masyarakat yang bergaya hidup mewah (hedonis)
    5. Egoisme
    6. Opportunisme
    7. Beban pajak yang berat.
    8. Penguasa ikut serta dalam kegiatan ekonomi rakyat.
    9. Melemahnya komitmen masyarakat dalam berpegang teguh dengan ajaran agama.
    10. Menggunakan pena dan senjata secara tidak tepat.

    Dari kesepuluh sebab runtuhnya sebuah peradaban tersebut, nampak bahwa Ibnu Khaldun berpandangan bahwa sebab utama keruntuhan sebuah peradaban pada dasarnya kembali pada akhlak suatu bangsa terutama para penguasanya.

    Bila keadaan akhlak dari suatu masyarakat dan penguasanya sudah rusak, maka kekuatan politik, ekonomi serta sistem kehidupan akan hancur. Di kala itulah negara tersebut sedang sekarat, meluncur tanpa terbendung lagi menuju keruntuhannya.

    بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

    Khutbah Kedua

    الحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَ اْلشُكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَ امْتِنَانِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ.

    إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

    الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

    اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

    اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

    رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ

    رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ

    رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

    وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

     

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *