A. Pendahuluan
Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan pembaruan sosial yang berbasis nilai-nilai keagamaan Islam. Muhammadiyah sendiri mendefinisikan dirinya sebagai “Gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid, bersumber kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah, [serta] berasas Islam.”2 Sebagai demikian, Muhammadiyah tentu terlibat dalam pengkajian, penafsiran dan penerapan ajaran agama Islam itu sendiri. Untuk tujuan tersebut di dalam Persyarikatan ini diadakan suatu majelis khusus yang bertugas melaksanakan tanggung jawab dimaksud, yang sekarang dinamakan Majelis Tarjih dan Tajdid yang terdapat pada setiap level organisasi sejak tingkat pusat hingga cabang.
Majelis Tarjih dalam Muhammadiyah didirikan pertama kali tahun 1928 sebagai buah dari Keputusan Kongres Muhammadiyah Ke-16 di Pekalongan tahun 1927. Kelembagaan Majelis Tarjih lengkap dengan susunan pengurus dan Qaidah Majelis Tarjih disahkan dalam Konres Muhammadiyah Ke-17 di Jogjakarta tahun 1928 dengan ketua pertamanya KH Mas Mansur (w. 1365/1946). Pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2005, Majelis ini disebut Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam. Pada periode 2005 hingga sekarang lembaga ini diberi nama Majelis Tarjih dan Tajdid.
Dalam melaksanakan pengkajian, penafsiran, dan penerapan ajaran agama tentu ada sistem tertentu yang dipegangi. Sistem tersebut disebut manhaj tarjih. Naskah ini merupakan evolusi dari keputusan sebelumnya tentang manhaj tarjih. Untuk terus mengembangkan sistem istinbāṭ hukum yang dapat menangani berbagai masalah kontemporer, pengembangan ini perlu dilakukan. Pengembangan pada naskah ini berfokus pada wawasan/ perspektif yang semula lima menjadi enam; merinci sumber paratekstual; dan menambah satu asumsi metode.
Selengkapnya dapat dibaca pada file PDF berikut: [Materi-Munas-2_Pengembangan-Manhaj-Tarjih-1]