Pendahuluan: Perintah Ilahi untuk Pengetahuan dan Asal-Usul Tauhid
Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah perintah ritual, seruan perang, atau penetapan hukum, melainkan sebuah perintah epistemologis yang mendalam: Iqra’—”Bacalah!”. Penurunan Surah Al-‘Alaq ayat 1-5 menandai sebuah momen fundamental dalam sejarah pemikiran manusia, di mana Islam meletakkan seluruh kerangka ajarannya di atas fondasi pengejaran ilmu pengetahuan (‘ilm). Fakta bahwa perintah ini diturunkan kepada seorang Nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) di dalam kesunyian Gua Hira, sebuah tempat untuk kontemplasi (tahannuth), secara paradoksal justru menggarisbawahi bahwa “membaca” yang dimaksudkan melampaui literasi biasa. Ini adalah sebuah perintah untuk melakukan aktivitas kognitif yang universal: mengamati, meneliti, merenung, dan memahami.1
Kaitan antara pengetahuan dan keimanan terjalin erat sejak ayat pertama:
‘ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ‘
(“Bacalah dengan [menyebut] nama Tuhanmu Yang menciptakan”).6 Ayat ini secara langsung menempa hubungan yang tak terpisahkan antara tindakan mengetahui (Iqra’) dan tindakan penciptaan (khalaq). Dengan demikian, objek utama dari “pembacaan” ini adalah ciptaan itu sendiri. Perintah kosmik ini kemudian dibumikan pada ayat berikutnya yang merinci penciptaan manusia dari segumpal darah (‘alaq) 2, sebuah fakta biologis yang dapat diamati. Hal ini menegaskan bahwa studi terhadap alam (sains) adalah respons langsung terhadap perintah ilahi yang pertama.
Lebih jauh, struktur Surah Al-‘Alaq menyajikan sebuah program psikologis dan spiritual yang lengkap. Setelah memerintahkan untuk membaca dan mengetahui atas nama Sang Pencipta (ayat 1-5), surah ini segera beralih untuk mendeskripsikan akar penyimpangan manusia:
‘كَلَّآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَيَطْغَىٰٓ أَن رَّءَاهُ ٱسْتَغْنَىٰٓ‘
(“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup”).7 Penjajaran kedua tema ini bukanlah suatu kebetulan. Ia menyiratkan sebuah hubungan sebab-akibat dan solusi. Akar dari kesombongan dan pelanggaran batas (ṭughyān) adalah rasa keliru akan kemandirian dan kecukupan diri (istighnā’). Perasaan ini lahir dari ketidaktahuan akan asal-usul dan ketergantungan mutlaknya kepada Sang Pencipta. Dengan demikian, perintah Iqra’ bismi Rabbikalladzi khalaq berfungsi sebagai penawar langsung. “Membaca” alam semesta dan diri sendiri—menyadari bahwa manusia berasal dari sesuatu yang hina seperti ‘alaq—akan menghancurkan ilusi kemandirian tersebut. Ini menunjukkan bahwa pencarian ilmu, yang dibingkai oleh pengakuan terhadap Sang Pencipta, bukanlah sekadar latihan intelektual, melainkan sebuah koreksi moral dan spiritual yang fundamental terhadap kesombongan manusia. Pengetahuan sejati akan melahirkan kerendahan hati dan pengakuan akan ketergantungan, yang merupakan esensi dari penghambaan (‘ubudiyyah).
Bagian I: Mendekonstruksi “Iqra'” – Kunci Membaca Dua Kitab
Makna Perintah yang Luas: Melampaui Kata-kata Tertulis
Perintah Iqra’ memiliki makna yang jauh lebih kaya daripada sekadar “membaca”. Secara linguistik, akar kata qara’a berarti “menghimpun” atau “mengumpulkan”.10 Ini menyiratkan sebuah proses aktif dalam mengumpulkan data, menghubungkan berbagai gagasan, dan membentuk pemahaman yang koheren. Makna ini jauh lebih luas dari sekadar pelafalan (tilawah).6 Para ahli tafsir menyoroti bahwa ketiadaan objek spesifik (maf’ul bih) dalam perintah Iqra’ merupakan sebuah perangkat retorika dalam bahasa Arab yang sengaja digunakan untuk menandakan keumuman dan universalitas.1 Dengan demikian, perintah ini mencakup pembacaan terhadap segala sesuatu: teks-teks suci, fenomena alam, perjalanan sejarah, hingga diri sendiri.11
Frasa Bismi Rabbika (“Dengan nama Tuhanmu”) adalah kualifikasi yang krusial. Ia bukan sekadar kalimat pembuka yang mengandung berkah, melainkan kerangka epistemologis itu sendiri. Frasa ini mengarahkan tujuan dari setiap penyelidikan, mengubah pencarian ilmu dari tindakan sekuler menjadi sebuah ibadah sakral. Tujuannya adalah untuk mengenal Sang Pencipta melalui ciptaan-Nya, memberikan motivasi dan tujuan akhir dari setiap aktivitas “membaca”.3
Ayat Qauliyah dan Ayat Kauniyah: Dua Kitab Tuhan
Perintah Iqra’ mengajak manusia untuk membaca dua “kitab” agung atau dua perangkat tanda (ayat) yang telah disediakan oleh Tuhan.
- Ayat Qauliyah (Tanda-tanda yang Diucapkan): Ini adalah ayat-ayat yang diwahyukan dalam Al-Qur’an, yang juga disebut ayat tadwin (tanda-tanda yang tertulis). Ayat-ayat ini merupakan komunikasi linguistik langsung dari Allah, yang menyediakan petunjuk, hukum, dan kerangka naratif untuk memahami eksistensi.6 Membacanya adalah tindakan utama dalam ibadah dan pembelajaran.
- Ayat Kauniyah (Tanda-tanda Kosmik): Ini adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang tertanam di alam semesta, atau disebut juga ayat takwin (tanda-tanda penciptaan). Ayat-ayat ini berupa fenomena alam yang dapat dipelajari melalui ilmu pengetahuan seperti astronomi, biologi, fisika, dan lainnya.6 Ketika dipelajari, ayat-ayat ini menyingkap sifat-sifat Penciptanya: Kekuasaan-Nya, Kebijaksanaan-Nya, dan Keindahan-Nya.
Islam menegaskan tidak ada pertentangan antara kedua kitab ini. Membaca ayat kauniyah (sains) tanpa bimbingan ayat qauliyah (wahyu) dapat menjerumuskan pada materialisme dan ilusi kemandirian. Sebaliknya, membaca ayat qauliyah tanpa mengapresiasi ayat kauniyah dapat menghasilkan keimanan yang terlepas dari realitas nyata ciptaan Tuhan yang agung. Pengetahuan holistik yang sejati (ma’rifah) hanya dapat dicapai dengan membaca keduanya secara bersamaan.
Proses “membaca” ini sendiri dapat dipahami sebagai sebuah hierarki epistemologis yang tersirat dari pengulangan perintah Iqra’. Perintah pertama, Iqra’ bismi Rabbikalladzi khalaq, terikat pada penciptaan (khalaq). Ini adalah tingkat dasar: pengamatan terhadap data mentah alam semesta, ayat kauniyah. Ini adalah sebuah “pembacaan” empiris yang menghasilkan ilmu yang diusahakan (ilmu kasb).12 Perintah kedua,
Iqra’ wa Rabbukal Akram, alladzi ‘allama bil qalam, terikat pada sifat Allah Yang Maha Pemurah (al-Akram) dan “pena” (al-qalam). Pena adalah simbol dari pengetahuan yang terkodifikasi, terstruktur, dan ditransmisikan—sains, hukum, sejarah, dan wahyu itu sendiri.8 Ini merepresentasikan tingkat pembacaan yang lebih tinggi: menganalisis, menyintesis, dan memahami pola serta hukum di dalam ciptaan, termasuk hukum ilahi. Penyebutan sifat al-Akram mengisyaratkan bahwa pengetahuan yang lebih dalam ini bukan hanya hasil usaha, tetapi juga merupakan anugerah dari kemurahan Tuhan, yang membuka kemungkinan adanya ilmu yang diilhamkan (ilmu ladunni).12 Dengan demikian, Iqra’ adalah sebuah proses multi-tahap: (1) Observasi (membaca fenomena mentah ciptaan), (2) Pemahaman & Kodifikasi (menggunakan “pena” akal dan bahasa untuk menstrukturkan pengetahuan), dan (3) Realisasi (mencapai pemahaman spiritual yang mendalam yang menghubungkan ciptaan dengan Sang Pencipta, sebuah anugerah dari al-Akram).
Bagian II: Dari “Iqra'” ke Tauhid – Perjalanan Intelektual Menuju Keyakinan
Tauhid sebagai Kesimpulan Tertinggi dari Pengetahuan
Dalam kerangka Islam, Tauhid bukanlah sekadar kredo yang diterima secara dogmatis, melainkan kesimpulan intelektual dan spiritual tertinggi yang dicapai melalui proses Iqra’. Tauhid adalah pandangan dunia yang paling koheren untuk menjelaskan kesatuan, keteraturan, dan tujuan yang teramati di alam semesta.16 Konsep ini secara umum terbagi menjadi beberapa pilar utama:
- Tauhid al-Rububiyyah (Keesaan dalam Penciptaan dan Pengaturan): Pengakuan intelektual bahwa hanya ada satu Pencipta, Pemelihara, dan Penguasa alam semesta. Ini adalah hasil langsung dari “membaca” ayat kauniyah.18
- Tauhid al-Uluhiyyah (Keesaan dalam Peribadahan): Konsekuensi logis dan spiritual dari Rububiyyah, yaitu keyakinan bahwa hanya Sang Pencipta Tunggal yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan utama pengabdian.19
- Tauhid al-Asma’ wa al-Sifat (Keesaan dalam Nama dan Sifat): Memahami Allah melalui sifat-sifat sempurna yang Dia wahyukan, tanpa menyerupakan-Nya dengan makhluk (tasybih) atau menafikan sifat-sifat-Nya (ta’thil).19
Perjalanan menuju pemahaman Tauhid ini bersifat gradual. Imam Al-Ghazali menggambarkan tingkatan Tauhid mulai dari sekadar ucapan lisan oleh kaum munafik, keyakinan di hati oleh kaum awam, hingga tingkatan tertinggi di mana seseorang menyaksikan dengan mata batin bahwa segala sesuatu di alam semesta ini pada hakikatnya adalah manifestasi dari Wujud Yang Satu.20 Ini menunjukkan bahwa Tauhid adalah sebuah proses pendalaman realisasi, bukan sebuah titik statis.
Rasionalitas Monoteisme: Dari Pengamatan menuju Kekaguman
Proses Iqra’ secara logis menuntun akal yang jernih menuju kesimpulan Tauhid. Pengamatan terhadap keteraturan kosmos, hukum-hukum fisika yang presisi, dan keterkaitan ekosistem yang rumit menunjukkan adanya desain cerdas yang berasal dari satu sumber tunggal (al-Khaliq), bukan dari kebetulan atau dewa-dewa yang saling bersaing.16 Al-Qur’an berulang kali memerintahkan proses refleksi ini, seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi… terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.”
Hubungan antara ilmu dan iman ini ditegaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an Surah Fathir ayat 28: ‘إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا ‘ (“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama [orang-orang yang berilmu]”).23 Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa pengetahuan yang mendalam (‘ilm) akan melahirkan rasa takjub dan kekaguman (khasyah), yang merupakan pilar utama keimanan sejati. Alam semesta, dalam pandangan ini, adalah sebuah pameran mahakarya ilahi yang dirancang untuk membimbing pengamatnya kepada Sang Seniman Agung.16
Bagian III: Studi Kasus Para Nabi – Metodologi “Iqra'” dalam Praktik
Risalah para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan metodologi Iqra’ yang sama, di mana observasi, penalaran logis, dan penerapan ilmu pengetahuan menjadi sarana untuk menegakkan Tauhid.
Nabi Ibrahim a.s.: Ilmuwan Perintis dan Arsitek Argumen Monoteistik
Nabi Ibrahim adalah teladan utama dalam menggunakan akal dan pengamatan untuk sampai pada keyakinan Tauhid.
- Dekonstruksi Logis terhadap Paganisme (Membaca Ayat Buatan Manusia): Dialog Ibrahim dengan ayahnya, Azar, yang merupakan pembuat dan penyembah berhala, adalah sebuah studi kasus dalam penalaran logis.25 Dengan penuh hormat namun kritis, ia bertanya, “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (QS. Maryam: 42).27 Ini adalah kritik rasional yang didasarkan pada observasi empiris: berhala-berhala itu adalah benda mati yang tidak memiliki daya. Ibrahim “membaca” artefak buatan manusia dan menyimpulkan absurditas logis dari penyembahannya.
- Investigasi Empiris terhadap Kosmos (Membaca Ayat Kauniyah): Kisah dalam Surah Al-An’am ayat 76-79 adalah demonstrasi sempurna dari metode ilmiah.25 Prosesnya adalah sebagai berikut:
- Observasi: Ia melihat sebuah bintang di malam hari.
- Hipotesis: Ia berkata, “Inilah Tuhanku.”
- Pengujian/Falsifikasi: Ketika bintang itu terbenam, ia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” Sifat fana dan berubah (terbenam) mendiskualifikasinya sebagai Tuhan yang abadi.
- Pengulangan dengan Data Baru: Ia mengamati bulan, yang lebih besar dan terang. Ia mengulangi hipotesisnya. Bulan pun terbenam, dan hipotesis itu kembali gugur.
- Pengulangan dengan Data Final: Ia mengamati matahari, benda langit terbesar. Ia mengulangi hipotesisnya. Matahari pun terbenam.
- Kesimpulan/Formulasi Teori: Setelah menggugurkan semua hipotesis yang didasarkan pada objek-objek ciptaan yang fana, ia sampai pada kesimpulan yang benar melalui negasi dan afirmasi: “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada (Tuhan) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan-Nya”.33 Ini adalah sebuah perjalanan rasional dan empiris murni menuju Tauhid.
Nabi Nuh a.s.: Integrasi Wahyu dan Sains Terapan
Kisah Nabi Nuh mencontohkan perpaduan antara ayat qauliyah (perintah ilahi untuk membangun bahtera) dan pengetahuan terapan (teknologi). Allah memerintahkannya, “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami” (QS. Hud: 37).36 Pembuatan bahtera ini bukanlah tindakan magis semata. Ia menuntut pengetahuan praktis yang luar biasa: arsitektur perkapalan, teknik struktur, ilmu material (menggunakan papan kayu dan pasak atau gala-gala), serta logistik untuk mengumpulkan pasangan hewan.37 Pembangunan sebuah kapal dengan skala sebesar itu, yang mampu bertahan dari bencana kataklismik global, merepresentasikan puncak teknologi kuno yang dibimbing oleh wahyu ilahi.38 Bahtera Nuh adalah simbol kuat bahwa iman bukanlah kepasrahan yang pasif, melainkan kemitraan aktif antara petunjuk ilahi dan usaha manusia. Wahyu memberikan “mengapa” dan “apa”, sementara akal dan keterampilan manusia menyediakan “bagaimana”. Ini menunjukkan bahwa Tauhid mendorong keterlibatan dengan dunia material, bukan lari darinya.
Nabi Sulaiman a.s.: Penguasaan Ilmu Alam untuk Penyebaran Tauhid
Nabi Sulaiman merepresentasikan puncak dari “membaca” ayat kauniyah. Anugerah Allah kepadanya untuk memahami bahasa hewan dan tumbuhan adalah bentuk tertinggi dari observasi mendalam dan komunikasi dengan alam.41 Kisah burung Hud-hud dalam Surah An-Naml adalah model kecerdasan dan diplomasi yang berakar pada pengamatan.43
- Pengawasan & Pengumpulan Data: Burung Hud-hud, atas inisiatifnya, terbang ke negeri Saba’ dan mengamati struktur politiknya (“seorang wanita yang memerintah mereka”), kekayaannya (“dia dianugerahi segala sesuatu”), dan yang paling krusial, penyimpangan akidahnya (“mereka sujud kepada matahari, bukan kepada Allah”).44 Ini adalah tindakan observasi lapangan.
- Laporan Intelijen: Hud-hud kembali dan menyajikan laporan yang ringkas dan akurat kepada Sulaiman, dengan fokus pada isu paling kritis: pelanggaran Tauhid.44
- Verifikasi: Sulaiman, bertindak sebagai pemimpin dan ilmuwan sejati, tidak menerima laporan itu secara membabi buta. Ia berkata, “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta”.45 Ia merancang sebuah tes dengan mengirimkan surat, sebuah penerapan prinsip verifikasi.
- Tindakan Strategis: Berdasarkan intelijen yang telah diverifikasi, Sulaiman melancarkan kampanye diplomasi dan demonstrasi kekuasaan yang canggih, yang pada akhirnya membawa Ratu Saba’ menyatakan keimanannya kepada “Tuhan semesta alam,” sehingga memperluas domain Tauhid.43
Kisah Sulaiman menunjukkan bahwa pemahaman mendalam tentang ilmu alam (biologi, etologi) dan ilmu sosial (politik, diplomasi) bukanlah pengalih perhatian dari iman, melainkan perangkat ampuh yang harus digunakan dalam pelayanan untuk menegakkan dan menyebarkan risalah Tauhid.
Tabel 1: Analisis Komparatif Metode Epistemologis Para Nabi dalam Menegakkan Tauhid
Tabel berikut menyajikan ringkasan komparatif dari metode-metode “membaca” yang digunakan oleh para nabi untuk sampai pada kesimpulan Tauhid, menyoroti kesatuan prinsip di balik keragaman pendekatan mereka.
| Nabi | Objek “Membaca” (Iqra’) | Metode Rasional/Ilmiah yang Digunakan | Hasil Monoteistik |
| Muhammad SAW | Wahyu (Al-Qur’an) & Kosmos | Menerima, merenungkan, dan menyampaikan pengetahuan ilahi yang mengintegrasikan pembacaan teks wahyu dan alam semesta. | Penetapan kerangka Tauhid Islam yang lengkap dan final, menyembuhkan penyakit spiritual kesombongan (ṭughyān). |
| Ibrahim a.s. | Berhala Buatan Manusia, Benda Langit (Bintang, Bulan, Matahari) | Debat Logis: Mendekonstruksi kepercayaan irasional melalui pertanyaan. Observasi Empiris: Uji hipotesis, falsifikasi, dan formulasi teori berdasarkan fenomena alam. | Penolakan terhadap politeisme (syirk) dan afirmasi rasional yang kokoh terhadap satu Pencipta yang abadi dan tidak berubah. |
| Nuh a.s. | Perintah Ilahi, Material Alam (Kayu, dsb.) | Sains Terapan/Teknologi: Menerjemahkan pengetahuan wahyu (instruksi ilahi) menjadi proyek rekayasa skala besar (arsitektur perkapalan). | Keselamatan melalui sinergi antara iman dan pengetahuan terapan; demonstrasi fisik kekuasaan Ilahi dan akibat dari kekafiran. |
| Sulaiman a.s. | Kerajaan Hewan, Peradaban & Politik Asing | Observasi & Analisis Mendalam: Memahami sistem alam (biologi, etologi). Siklus Intelijen: Pengumpulan data, pelaporan, verifikasi, dan tindakan strategis. | Perluasan dakwah Tauhid yang bijaksana dan efektif melalui penguasaan ilmu pengetahuan, diplomasi, dan pemahaman mendalam tentang ciptaan. |
Tabel ini bukan sekadar rangkuman, melainkan sebuah alat analisis yang menyingkap pola yang lebih dalam. Ia menunjukkan bahwa tidak ada satu “sains Islam” yang monolitik, melainkan sebuah prinsip epistemologis yang terpadu—Iqra’ bismi Rabbika—yang dapat diterapkan di berbagai bidang: logika (Ibrahim), rekayasa (Nuh), biologi, dan ilmu politik (Sulaiman). Hal ini memperkuat tesis bahwa metodologi Iqra’ adalah inti dari pendekatan kenabian terhadap pengetahuan dan keimanan.
Kesimpulan: Relevansi Abadi “Iqra'” di Era Modern
Warisan para nabi menegaskan bahwa perintah Iqra’ bukanlah artefak sejarah, melainkan sebuah imperatif yang dinamis dan abadi bagi umat manusia. Para nabi bukanlah penerima pasif keajaiban; mereka adalah agen pengetahuan yang aktif, menggunakan akal, observasi, dan teknologi sebagai sarana untuk memahami dan mengabdi kepada Sang Pencipta.
Berdasarkan pemahaman mendasar ini, persepsi konflik antara sains dan Islam adalah sebuah penyimpangan modern. Sejak wahyu pertamanya, Islam membingkai pencarian ilmiah sebagai sebuah tindakan sakral.4 Studi terhadap kosmos (ayat kauniyah) adalah sebuah jalan untuk mengenal Allah, menjadikan seorang ilmuwan yang bekerja dalam kerangka Bismi Rabbika sebagai pewaris sejati metode kenabian.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah seruan untuk kebangkitan kembali semangat holistik Iqra’ dalam masyarakat kontemporer. Ini menuntut peruntuhan dinding artifisial antara pendidikan “agama” dan “sekuler”, serta pemupukan budaya di mana penyelidikan ilmiah dipandang sebagai bentuk ibadah yang mendalam, dan di mana iman memberikan kerangka etika dan tujuan tertinggi bagi kemajuan sains dan teknologi. Tujuannya adalah untuk melahirkan generasi yang mampu “membaca” Al-Qur’an dan alam semesta dengan kefasihan yang setara, yang pada akhirnya akan membawa pada pembaharuan iman dan peradaban.
Karya yang dikutip
- Makna dan Signifikansi Kata ‘Iqra’ dalam Peristiwa Nuzulul Qur’an, diakses Juli 8, 2025, https://almunawwir.com/makna-dan-signifikansi-kata-iqra-dalam-peristiwa-nuzulul-quran/
- Makna Iqro dalam Surat Al-Alaq Ayat 1-5 sebagai wahyu Pertama, Bukan Sekadar Membaca – Liputan6.com, diakses Juli 8, 2025, https://www.liputan6.com/hot/read/5179271/makna-iqro-dalam-surat-al-alaq-ayat-1-5-sebagai-wahyu-pertama-bukan-sekadar-membaca
- BAB III IQRA’ DALAM AL-QUR’AN A. Pengertian Iqra’ Membaca dalam Kamus besar Bahasa Indonesia adalah melihat serta memaham – Etheses IAIN Kediri, diakses Juli 8, 2025, https://etheses.iainkediri.ac.id/2012/4/933801615%20BAB%20III.pdf
- MOTIVASI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DALAM …, diakses Juli 8, 2025, https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/potensia/article/download/3469/2422
- NILAI PENDIDIKAN PADA SURAH AL-ALAQ AYAT 1-5 MENURUT QURAISH SHIHAB, diakses Juli 8, 2025, https://journal.pancabudi.ac.id/index.php/alhadi/article/download/745/705/1462
- Membaca dengan Hati: Menyelami Makna Surat Al-Alaq dalam Kehidupan – UINSA, diakses Juli 8, 2025, https://uinsa.ac.id/blog/membaca-dengan-hati-menyelami-makna-surat-al-alaq-dalam-kehidupan
- Surat al-‘Alaq Arab, Latin, Terjemah dan Tafsir | Baca di TafsirWeb, diakses Juli 8, 2025, https://tafsirweb.com/37371-surat-al-alaq-lengkap.html
- Tafsir Surat Iqro’ (1): Bacalah dan Bacalah! – Rumaysho.Com, diakses Juli 8, 2025, https://rumaysho.com/3505-tafsir-surat-iqro-1-bacalah-dan-bacalah.html
- Surat Al-‘Alaq: Hikmah Penciptaan Manusia dan Perintah Membaca, diakses Juli 8, 2025, https://islam.nu.or.id/tafsir/surat-al-alaq-hikmah-penciptaan-manusia-dan-perintah-membaca-wC23d
- IQRA’ SEBAGAI BENTUK LITERASI DALAM ISLAM, diakses Juli 8, 2025, https://journal.unsika.ac.id/index.php/hawari/article/download/5304/2757
- Hakikat IQRA – Wix.com, diakses Juli 8, 2025, https://yusrintosepu.wixsite.com/yoes/post/hakikat-iqra
- Spektrum Makna Iqra’ Versi Al Quran | Website Resmi Hidayatullah, diakses Juli 8, 2025, https://hidayatullah.or.id/spektrum-makna-iqra-versi-al-quran/
- Makna Iqra’: Membaca Alam, Sejarah, dan Diri Sendiri untuk Menguatkan Iman, diakses Juli 8, 2025, https://lampung.nu.or.id/opini/makna-iqra-membaca-alam-sejarah-dan-diri-sendiri-untuk-menguatkan-iman-L0Md4
- TASHDIQ – WARUNAYAMA, diakses Juli 8, 2025, https://ejournal.warunayama.org/index.php/tashdiq/article/download/11433/10032/34075
- STUDI KOMPARASI METODE IQRO’ DAN METODE SEPULUH JAM BELAJAR MEMBACA ALQURAN DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS ALQURAN MAHASISWA, diakses Juli 8, 2025, https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/download/5074/4358
- 1 HAKIKAT ALAM SEMESTA MENURUT FILSUF ISLAM Siti Maunah Abstrak The purpose of this research is to find out the views of Islamic, diakses Juli 8, 2025, https://journal.stitpemalang.ac.id/index.php/madaniyah/article/download/119/101
- Tauhid Sebagai Dasar Prinsip Pengetahuan Dalam Pandangan Ismail R. al-Faruqi, diakses Juli 8, 2025, https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijitp/article/download/22023/7110
- Konsep Tauhid dalam Alam Semesta, Studi atas Pemikiran Murtadha Muthahhari, diakses Juli 8, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=3508796&val=30662&title=KONSEP%20TAUHID%20DALAM%20ALAM%20SEMESTA%20STUDI%20ATAS%20PEMIKIRAN%20MURTADHA%20MUTHAHHARI
- Tauhid dan Pembagiannya – Pesantren Islam Al-Irsyad Tengaran, diakses Juli 8, 2025, https://pesantrenalirsyad.org/tauhid-dan-pembagiannya/
- Pemikiran Tauhid Imam Ghozali | PDF | Agama & Spiritualitas – Scribd, diakses Juli 8, 2025, https://id.scribd.com/document/500745899/Pemikiran-Tauhid-Imam-Ghozali
- Mengungkap Fenomena Alam (al-Ayat al-Kauniyah) dalam al-Qur’an: Perspektif Tafsir Ilmy, diakses Juli 8, 2025, https://s2iat.walisongo.ac.id/index.php/2020/07/31/mengungkap-fenomena-alam-al-ayat-al-kauniyah-dalam-al-quran-perspektif-tafsir-ilmy/
- Tauhid dan sains: perspektif Islam tentang agama dan sains, diakses Juli 8, 2025, https://opac.uin-antasari.ac.id/index.php?p=show_detail&id=33042&keywords=
- Memaknai Ayat Iqra` sebagai Spirit Pengembangan Ilmu Pengetahuan – NU Jateng, diakses Juli 8, 2025, https://jateng.nu.or.id/keislaman/memaknai-ayat-iqra-sebagai-spirit-pengembangan-ilmu-pengetahuan-o4xgj
- Makna Keterpaduan Sains dengan Islam – Program Pascasarjana, diakses Juli 8, 2025, https://pasca.uit-lirboyo.ac.id/2024/03/19/makna-keterpaduan-sains-dengan-islam/
- Surah Al-An’aam – 74-83 – Quran.com, diakses Juli 8, 2025, https://quran.com/ms/al-anam/74-83
- Dialog Nabi Ibrahim dan Ayahnya : Sebuah Tinjauan – Al Gibran, diakses Juli 8, 2025, https://algibran.id/det-artikel/Dialog-Nabi-Ibrahim-dan-Ayahnya–Sebuah-Tinjauan
- Saat Nabi Ibrahim AS Mengajak Ayahnya untuk Beriman, Ini Kisahnya – detikcom, diakses Juli 8, 2025, https://www.detik.com/hikmah/kisah/d-6610176/saat-nabi-ibrahim-as-mengajak-ayahnya-untuk-beriman-ini-kisahnya
- Tafsir Surah Al-An’am – 74 – Quran.com, diakses Juli 8, 2025, https://quran.com/6:74/tafsirs/en-tafsir-maarif-ul-quran
- Ayah al-An`am (Cattle, Livestock) 6:74 – IslamAwakened, diakses Juli 8, 2025, http://www.islamawakened.com/quran/6/74/
- Surah Al-An’am – 74-90 – Quran.com, diakses Juli 8, 2025, https://quran.com/al-anam/74-90
- Section 3: Abraham Preaches Unity of Allah | An Enlightening Commentary into the Light of the Holy Qur’an vol. 9, diakses Juli 8, 2025, https://al-islam.org/enlightening-commentary-light-holy-quran-vol-9/section-3-abraham-preaches-unity-allah
- Kisah Nabi Ibrahim, Dakwah Ibrahim pada Orang Tua dan Kaumnya – Ruqoyyah, diakses Juli 8, 2025, https://ruqoyyah.com/786-kisah-nabi-ibrahim-dakwah-ibrahim-pada-orang-tua-dan-kaumnya.html
- Kisah Nabi Ibrahim AS Mencari Tuhan Hingga Perintah Kurban, diakses Juli 8, 2025, https://zakat.or.id/kisah-nabi-ibrahim-as/
- Keyakinan Nabi Ibrahim setelah Mencari Tuhan – Yayasan Al Ma’soem Bandung, diakses Juli 8, 2025, https://almasoem.sch.id/saling-doa/keyakinan-nabi-ibrahim-setelah-mencari-tuhan/
- Kisah Nabi Ibrahim As dalam Q.S al-An’am Ayat 75-79 dan Ajaran Tauhid – Tafsir Al Quran, diakses Juli 8, 2025, https://tafsiralquran.id/kisah-nabi-ibrahim-as-dalam-q-s-al-anam-ayat-75-79-dan-ajaran-tauhid/
- Dakwah Nabi Nuh Alaihissalam – Suara Muhammadiyah, diakses Juli 8, 2025, https://web.suaramuhammadiyah.id/2023/07/26/dakwah-nabi-nuh-alaihissalam/
- 5 Fakta Kapal Nabi Nuh, Dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits – detikcom, diakses Juli 8, 2025, https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6621105/5-fakta-kapal-nabi-nuh-dijelaskan-dalam-al-quran-dan-hadits
- Tajuk: Sejarah Dan Teknologi Pembinaan Kapal Pada Zaman Nabi Nuh A.S – Kumpulan Artikel Agama Islam 2015, diakses Juli 8, 2025, http://azizharjinesei2015oktober.blogspot.com/2015/10/sejarah-dan-teknologi-pembinaan-kapal.html
- 3 Mukjizat Nabi Nuh AS, Membuat Bahtera dan Selamat dari Bencana – CNN Indonesia, diakses Juli 8, 2025, https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230324142211-569-928921/3-mukjizat-nabi-nuh-as-membuat-bahtera-dan-selamat-dari-bencana
- Al-Kauniyah: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 21 “HIKMAH KISAH NABI NUH AS. DALAM AL-QUR’AN” Aulya Adhli Abstrak Kisah-ki, diakses Juli 8, 2025, https://jurnal.stain-madina.ac.id/index.php/alkauniyah/article/download/368/313/
- Percakapan Nabi Sulaiman dan Tanaman, Ekologi Spiritual di Masa Kenabian – NU Online, diakses Juli 8, 2025, https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/percakapan-nabi-sulaiman-dan-tanaman-ekologi-spiritual-di-masa-kenabian-vMyKf
- Kekuasaan dan Kebijaksanaan Nabi Sulaiman (AS): Mengungkap Hikmah Keadilan, Memahami Alam, Kesederhanaan, dan Kepemimpinan yang Bijaksana dalam Sebuah Pengadilan Ilahi – AlFatihRPS, diakses Juli 8, 2025, https://alfatihrps.com/kekuasaan-dan-kebijaksanaan-nabi-sulaiman-as-mengungkap-hikmah-keadilan-memahami-alam-kesederhanaan-dan-kepemimpinan-yang-bijaksana-dalam-sebuah-pengadilan-ilahi
- Kisah Nabi Sulaiman a.s. Lengkap dari Pertemuannya dengan Ratu Balqis Hingga Jadi Hakim – Media Indonesia, diakses Juli 8, 2025, https://mediaindonesia.com/humaniora/630760/kisah-nabi-sulaiman-as-lengkap-dari-pertemuannya-dengan-ratu-balqis-hingga-jadi-hakim
- Kisah Nabi Sulaiman AS Oleh Yunahar Ilyas (3) – Doktor Psikologi Pendidikan Islam – UMY, diakses Juli 8, 2025, https://s3ppi.umy.ac.id/kisah-nabi-sulaiman-as-oleh-yunahar-ilyas-3/
- Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam – Bekal Islam, diakses Juli 8, 2025, https://bekalislam.firanda.com/?p=3681
- I’jaz ‘Ilmi Dalam Surah al-Naml (Ayat 20-30): Kisah Burung Hud-Hud – Healing With Quran, diakses Juli 8, 2025, https://healingwithquran.home.blog/2022/11/25/ijaz-ilmi-dalam-surah-al-naml-ayat-20-30-kisah-burung-hud-hud/
- PERILAKU BURUNG HUD-HUD (Upupa epops) DALAM PERSPEKTIF AL-QUR‟AN DAN SAINS – OSF, diakses Juli 8, 2025, https://osf.io/bq7f5/download
- konseptualisasi fungsi-fungsi manajemen pendidikan profetik dalam al qur’an; kajian ayat-ayat kisah nabi sulaiman as., diakses Juli 8, 2025, https://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/re-jiem/article/download/13612/4080/
- DIMENSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AN-NAML AYAT 15-44 (Analisis Kisah Nabi Sulaiman As Dengan Ratu Balqis) THE DIMENSION OF IS – Jurnal UMSB, diakses Juli 8, 2025, https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/ruhama/article/download/819/821
- Kisah Burung Hudhud dan Nabi Sulaiman yang Diabadikan dalam Al-Qur’an – detikcom, diakses Juli 8, 2025, https://www.detik.com/hikmah/kisah/d-7538892/kisah-burung-hudhud-dan-nabi-sulaiman-yang-diabadikan-dalam-al-quran
- Islam Dorong Pengembangan Ilmu Pengetahuan – NU Online, diakses Juli 8, 2025, https://nu.or.id/warta/islam-dorong-pengembangan-ilmu-pengetahuan-uuRvA
- Bagaimana Islam Memuliakan Ilmu Pengetahuan, diakses Juli 8, 2025, https://iibs-ri.com/bagaimana-islam-memuliakan-ilmu-pengetahuan
